Pagi ini masih udara sejuk yang sama, aku mencari
kebutuhan makan untuk kebutuhan satu hari. Aku masih melakukan semuanya
sendiri, tanpa ada kawan, tanpa ada keluarga yang menemani. Kemiskinan sudah
begitu lengket di pori-pori kehidupanku. Untuk berganti pakaianpun aku tak
pernah bisa. Tempat tinggal keluargaku juga berada di kawasan kumuh, penuh
dengan sampah dan bau. Perutku yang menjerit lapar menuntut pengisian ulang. Ayah
dan Ibu seolah hanya peduli pada adik-adik kecilku. Sebagai anak sulung, aku
harus mencari makan dengan usaha sendiri.
“Melati, hari ini kamu mau mangkal di mana?” sapa
Jefri tetangga yang umurnya sebaya denganku.
“Mangkal,mangkal, emang aku cewek apaan, yang benar
itu aku lagi nyari makan,” sahutku sewot.
“Yee, gitu aja sewot. Ya kan maksudku mangkal di
tempat makan.”
Aku hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Jefri. Bagi
kami yang tinggal di kawasan kumuh dan hidup di bawah garis kemiskinan, tempat
mencari makan berarti ada di tempat sampah restoran atau menunggu sisa nasi
yang dibuang orang. Mungkin kedengarannya sangat menjijikkan tapi kami tak
punya pilihan. Daripada kami harus makan tanah ataupun batu.
“Kamu masih sering datang ke kampus itu?” Jefri
bertanya sembari menguap lebar.
“Iya masih.”
“Hemm, ngapain kamu kesana? Padahal kamu sering
diusir dari tempat itu.” sindir Jefri.
“Ya, walau tidak bisa menuntut ilmu di kampus itu,
paling tidak aku bisa menghirup aroma belajar di sana.” Aku berkata sambil
menatap langit yang luas. Impianku adalah menjadi seorang mahasiswa dan
menuntut ilmu sejarah dunia. Terlalu muluk bagiku yang hanya seorang kumuh dan
dekil.
“Ya sudah aku pergi dulu. Aku mau nyari makan di
warteg aja, moga beruntung ya,” Jefri berpamitan padaku.
Langkahku tak terhenti hingga aku sampai di sebuah
bangunan megah dengan jalanan berkelok. Aku masuk dan menyelinap seperti biasa.
Inilah kampus yang sering aku singgahi untuk sekedar mereda mimpi. Aku berjalan
dan duduk di depan bangunan yang bertuliskan Fakultas Ilmu Budaya, lalu
memasang telinga lebar-lebar terhadap pembicaraan sekelompok mahasiswi yang
sedang belajar bersama. Perutku yang meracau kelaparan sama sekali tak
kupedulikan. Bagiku santapan ilmu di pagi hari rasanya lebih nikmat. Aku terlena
serta sesekali berpikir tentang bahasan yang sedang mereka diskusikan. Tiba-tiba
seorang gadis berpakaian oranye memperhatikanku dan menghardikku dengan kasar.
“Heh, lalat ini ganggu banget. Dari tadi seliweran
aja, hush,hush!”
Aku terkejut. Kufungsikan sayapku kemudian terbang
menjauh. Walaupun merasa kesal dan malu, besok pasti aku akan datang lagi ke
tempat ini dan merenda mimpi sekali lagi.
Tidak ada komentar
Posting Komentar