Tahukah engkau, Mama? Mama adalah
wanita dengan kepribadian paling menarik dan berkharisma yang pernah kukenal.
Suaramu yang lantang dan kedisiplinan yang kau ajarkan, membuatku belajar tangguh
menghadapi berbagai masalah. Sewaktu kecil, aku sering merasa jika Mama tidak
menyayangiku, karena Mama sangat galak padaku. Tiap pagi aku wajib sarapan,
siang hari wajib tidur siang, dan Mama tak pernah bosan menemaniku belajar.
Mama mengajariku mengeja huruf demi
huruf dan belajar mengeja. Tak jarang Mama memarahiku ketika aku berbuat bandel
dan dengan suara sangat keras tentunya. Namun Mama sangat sabar menghadapi
kebandelanku yang kadang suka berkelahi dan keakalan-kenakalan lain akibat
sikapku yang cenderung tomboi.
Tahukah engkau, Mama? Apa yang
membuatku semangat belajar dan berusaha mendapatkan prestasi? Ada satu cerita
yang takkan pernah kulupa. Sejak kecil, aku sangat bersemangat berusaha menjadi
nomor satu di kelas, tetapi suatu hari aku gagal meraih juara di sebuah lomba cerdas
cermat sekolah dasar tingkat kabupaten. Aku menangis seharian dan tidak mau
keluar kamar. Waktu itu aku kalah di bidang matematika, aku sangat menyesali
kekalahanku dan masih tidak bisa ikhlas karenanya.
Ternyata Mama rela bersepeda
menerobos hujan deras untuk mencarikan seorang guru privat untukku. Esoknya aku
belajar matematika dengan bersemangat karena guru privat yang dikenal Mama
adalah guru yang sangat berkompeten.
“Kalah itu wajar, nduk. Tapi bukan berarti kamu nggak mau
makan begitu. Kalau badan kamu sakit, bagaimana bisa kamu belajar dan meraih
prestasi lagi?” katamu waktu itu.
Mama selalu mengajarkan untuk
selalu bersikap penuh syukur di tengah keterbatasan. Mama selalu menjadi orang
yang bangun paling awal agar sarapan pagi bisa tersaji sebelum semua anggota
keluarga beraktivitas. Tak jarang tubuh Mama kelelahan dan sakit jika pekerjaan
rumah terlalu banyak. Mama mengajarkan bagaimana memiliki rasa tanggung jawab
yang baik, sikap cekatan, rajin dan percaya diri.
Mama juga yang membesarkan hatiku
sewaktu kecil saat aku terlena menikmati parade kecantikan para Puteri
Indonesia. Aku berkata,”Aku ingin menjadi Puteri Indonesia, tapi wajahku nggak
cantik ya, Ma.”
“Kecantikan fisik bisa dipoles,
tapi yang paling penting adalah kecerdasan dan perilaku baik, nduk,” ujar Mama tenang.
Mama jugalah yang dengan bangga
mengatakan,”Sekarang Reffi sudah jadi penulis lho,” pada tetangga sekitar.
Terima kasih Mama. Aku akan terus belajar menjadi wanita dengan hati cantik dan
cerdas seperti yang kau miliki sekarang. Aishiteru,
Mama!
Tidak ada komentar
Posting Komentar