Menggunakan Teori "bagaimana kalau.." Untuk Memancing Ide

Ide adalah sebuah hal mutlak dalam menulis. Tanpa ide maka otak tidak akan dapat bekerja dan tangan tak mampu menulis atau mengetik rangkaian kata- macet alias buntu ide. Banyak sekali cara-cara yang ditawarkan agar kita tidak macet ide, misalnya membaca buku-buku yang kita senangi, menonton film, mendengarkan curhatan teman, relaksasi dan lain sebagainya. Intinya satu, tubuh kita harus rileks dan otak harus dibuat tenang agar ide atau ilham mengalir lancar tanpa hambatan.

Bagi kawan-kawan yang berkecimpung di dunia kepenulisan pasti tahu, setelah ide didapat, maka dibuatlah outline atau kerangka karangan, kemudian mulailah disusun menjadi rangkaian kalimat. Atau bisa jadi, setelah ide didapat, maka secepat mungkin kita menuliskannya menjadi sebuah cerita baru setelah selesai tulisan tersebut diedit.

Tetapi bagaimana jika kesibukan menyita penuh otak dan tubuh kita hingga kumpulan ide potensial menjadi terabaikan? Saya memiliki cara ampuh agar ide dapat selalu terpancing keluar. Gunakanlah teori “Bagaimana kalau....”

Apa maksudnya? Bukankah sebuah tulisan yang baik itu harus memenuhi kriteria 5W1H (What, Where, Who, When, Why, dan How), lantas mengapa saya hanya menggunakan kata “Bagaimana? Atau How”?

Kawan yang membaca tulisan ini bisa mempraktekkannya atau malah mengabaikan cara saya ini, tetapi teori yang saya gunakan ini sukses memancing ide saya untuk menulis terus-menerus.
  1. ·         “Bagaimana kalau....” memancing ide sederhana

Saat kawan-kawan berjalan memandangi sekeliling misalnya batu yang ditendang anak kecil atau embun yang menetes dari dedaunan, tatap hal sederhana itu lama-lama dan munculkan kata “Bagaimana kalau...” dalam otak kita.

Kelanjutannya bisa kita tambahkan kalimat apa saja, contohnya,”Bagaimana kalau batu itu ditendang lalu mengenai mata seorang gelandangan yang tidur di pinggir jalan. Bagaimana kalau gelandangan itu jadi buta? Bagaimana kalau kebutaannya itu membuat gelandangan itu tidak bisa mencari makan? Dan seterusnya” hingga ditemukan sebuah titik menarik yang bisa dijadikan topik cerita, bia jadi akan muncul ide menuliskan sebuah cerita atau artikel mengenai derita kaum gelandangan yang terabaikan.
dubaigoldrate.ae


  • ·         “Bagaimana kalau...” mampu membuka kemacetan ide

Jika kita sudah menulis lalu tiba-tiba penyakit writer’s block menghampiri, saran saya berhentilah menulis sejenak. Pejamkan mata dan putar lagu-lagu yang menenangkan atau kita senangi. Bayangkan satu kalimat terakhir yang sudah kita tulis lalu berhenti di tengah jalan, lalu susun pertanyaan. Misal, kita sedang menulis cerpen tentang seorang gadis yang patah hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan, tetapi ide terhenti dan kalimat selanjutnya tidak bisa dilanjutkan lagi,pejamkan mata lalu buat pertanyaan bebas diawali kata “bagaimana kalau...”,

“Bagaimana kalau ternyata gadis itu hanya berprasangka buruk saja dengan laki-laki yang ia sukai?”,”Bagaimana kalau gadis itu bunuh diri karena putus asa?”, “bagaimana kalau laki-laki yang ia sukai ternyata menyukai gadis itu diam-diam?” dan seterusnya... dari jawaban yang bisa kita buat sendiri dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, akan muncul setting tempat, tokoh, dan kemungkinan-kemungkinan baru yang akan melengkapi cerita. Saat muncul ide selanjutnya, jangan tunggu lama-lama segeralah mencoret buku, kertas atau mengetik di komputer.

1 komentar

artiirhamna mengatakan...

ide bisa datang dari mana saja, seperti yang dikatakan, bisa dari apa yang dilihat, tapi bisa juga apa yang didengar, atau muncul karena kita melakukan sesuatu dan jadilah ide karena otak kita berimajinasi... :D