Sejarah, Sindiran, Hingga Rindu Yang Berpadu

Judul   : Rumah Kartu
Penulis : Eko Prasetyo
Genre  : kumpulan puisi
Jumlah halaman : 127 halaman
Tahun terbit        : 2012
Penerbit              : Nurul Haqqy Publishing

Komplit. Itulah kesan yang dapat ditangkap setelah membaca kumpulan puisi karya Eko Prasetyo ini. Puisi-puisi yang disajikan, terangkai apik dalam dua bagan besar yang diberi judul Mahabah serta Serenade. Tak hanya kalimat puitis nan romantis yang disampaikan namun juga perwakilan perasaan penulis terhadap pemerintah, dunia prostitusi, renungan diri pada illahi, hingga yang bernada satir atau komedi.
Eko Prasetyo juga masih sempat menyelipkan sisi motivasi dalam puisinya, sebut saja dalam puisi berjudul Sajak Kesungguhan (halaman 22) dan Mengapa Aku Menulis? (halaman 127). Sajak Kesungguhan berbunyi seperti ini

                 Writing without reading
                 is
                 no-
                 thing

Puisi tersebut menjelaskan betapa pentingnya membaca sebagai bahan bakar menulis. Tanpa membaca, maka kegiatan menulis tidak ada maknanya. Uniknya puisi tersebut ditulis dalam bahasa Inggris, salah satu kenylenehan khas Eko Prasetyo yang jarang dimiliki pujangga lain. Atau juga pada puisi berjudul Mengapa Aku Menulis? Sebagai berikut,

                 mengapa aku menulis?
                 untuk kekayaankah?
                 ya, kaya akan gagasan
                 dengan semakin banyak itu,
                 aku bisa
                 membagikan banyak inspirasi
                 menciptakan romansa
                 Memilah kata-kata yang kau suka
                 dan jika aku lebih dulu mendahuluimu
                 jasadku boleh tiada
                 tapi cintaku akan tetap bersamamu
                 dalam tulisan
                 itu.

Eko Prasetyo populer dengan dua buku non fiksi fenomenalnya yang berjudul Orang Miskin Dilarang Sakit dan Orang Miskin Dilarang Sekolah, serta puluhan buku fiksi, dan non fiksi lainnya. penulis yang juga berkecimpung di dunia jurnalistik ini, menyajikan pemetaan kata yang berkarakter dalam diksi puisinya. Terlebih lagi dalam beberapa judul yang didedikasikan untuk istri tercinta yang dipanggil Jeng Ratih-ku tersayang, kepekaan rasa kaih dan rindu seolah ingin dipamerkan pada pembaca- cukup membuat iri pembaca wanita sepertinya.

Kekurangan buku ini hanya satu, adanya puisi berbahasa jawa halus yang tidak disertai penjelasan arti. Bagi pembaca yang asalnya bukan dari Jawa atau orang Jawa yang tidak mengerti bahasa krama inggil (bahasa Jawa dengan tingkat kesopanan tertinggi), tentu akan kesulitan untuk memaknai isi puisi. Padahal dalam puisi seperti Ngi, Sono, Ing Kreteg Suramadu, Wasesa dan beberapa judul lain, memiliki makna kontemplasi yang dalam tentang kehidupan, pribadi serta cinta.


Buku ini layak dikoleksi untuk menemani anda menikmati senja, untuk bahan perenungan dan penumbuh semangat berkarya. Bahkan kritik sosial yang ditulis, juga terasa manis untuk dinikmati, tiap kata punya sejarahnya sendiri.

Tidak ada komentar