Habis Terang, Jangan Sampai Gelap Lagi

Hari Kartini, apa makna yang bisa kita tangkap dari perjuangannya? Banyak kontroversi yang menyebutkan jika RA Kartini tidak benar-benar berjuang bagi perempuan Indonesia. Kartini dikenal karena surat-suratnya dengan seorang sahabat di Belanda, menyuarakan pemikiran seorang wanita yang melampaui zamannya. Ada yang mempertanyakan kepantasan Kartini disebut sebagai simbol emansipasi perempuan. Memang masih ada banyak nama pejuang perempuan yang perjuangannya lebih radikal dibandingkan Kartini, sebut saja Christina Marta Tiahahu, Dewi Sartika dan Cut Nyak Dien yang gugur di medan perang melawan penjajah.

Ya, Kartini tidak sehebat dan segagah perempuan-perempuan yang saya sebutkan di atas. Akan tetapi coba renungkan lagi, semua ide dan kritik Kartini kepada sistem pendidikan di masanya, adalah  menbentuk kepedulian besar sekaligus cerdas. Kartini sempat mendirikan sekolah perempuan dan bercita-cita untuk mengenyam pendidikan hingga level tertinggi, namun karena desakan orang tua  dan menjaga martabat keluarganya yang tergolong ningrat, Kartini harus melepaskan mimpinya. Ia menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Lalu dimanakah peran besar Kartini?



Surat-surat Kartini yang diterbitkan menjadi buku itulah jawabannya. Jika pejuang wanita lainnya tewas hanya meninggalkan nama dan budi baiknya, Kartini meninggalkan buah pemikiran serta kritiknya terhadap kesetaraan perempuan masa lalu. Pemikiran Kartini yang tercantum dalam surat-suratnya pada kawannya di Belanda, salah satunya Rose Abendanon, menunjukkan betapa resahnya Kartini. Kartini iri dengan majunya pendidikan di Eropa dan kesempatan yang luas bagi wanita yang ingin menempuh pendidikan. Tulisan itulah yang merekam ide-ide sang Raden Ajeng. Meskipun ia tak mengangkat senjata, Kartak kini dianggap brilian karena ketajaman penanya.

Jika merenungkan perkembangan wanita di masa kini, kita akan menemukan banyak kemajuan di berbagai bidang. Tak ada bidang pekerjaan yang tidak disentuh wanita. Mulai dari bidang teknologi, hukum, dan lain-lainnya. Menjadi ibu rumah tangga pun sama bernilainya. Menjadi ibu yang cerdas dibutuhkan untuk mendidik anak-anaknya menjadi cerdas dan berakhlak mulia. Namun, sungguh disayangkan ketika kebebasan ini telah diraih, budaya kita juga mulai tergerus mengkhawatirkan. Angka kehamilan di luar nikah dan aborsi meningkat tiap tahunnya. Mungkin, para pejuang terdahulu dan juga Kartini merasa sedih di dalam kuburnya. Semangat juang mereka dinodai dengan degradasi moral perempuan bangsanya sendiri.

Memang hidup adalah pilihan. Kita tidak berhak menilai baik buruknya orang lain seenaknya. Tetapi perempuan muda Indonesia, tolong cintailah keutuhan dirimu. Remaja putri seharusnya mengejar mimpi dan berprestasi sebanyak mungkin. Kita semua adalah calon-calon ibu di masa depan. Jangan sampai terang yang berkembang itu, harus berubah menjadi gelap lagi. Spirit Kartini bukan sekedar mengenakan rok dan berkebaya. Semangat Kartini bukan berarti mengubah kita merendahkan kaum pria. Kekuatan, kecerdasan, keanggunan dan kerendahhatian adalah simbol kecantikan yang harus kita miliki. Semoga, terang itu akan terus benderang. Semoga.