Pergantian Tahun, Hidup Baru atau Penyesalan Baru?


Selamat Tahun baru Masehi 2015. Makin bertambah tua saja usia bumi kita dan makin bergulir usia kita menuju ujung masa penghakiman. Haruskah kita merayakannya atau turut berduka? Adalah sah-sah saja jika kita membeli terompet dan menyalakan petasan sambil tertawa bahagia ketika dua  jarum jam menunjukkan pergeseran ke angka 12, yang menjadi tidak biasa adalah hingar-bingar tersebut terjadi di tengah duka cita negeri ini dan juga duka cita salah seorang kenalan saya yang baru saja kehilangan salah seorang anggota keluarganya.

Kebetulan sejak remaja, saya sendiri tidak pernah tertarik untuk ikut acara melek semalam mengikuti detik-detik pergantian tahun. Bukan karena mengikuti ayat apa atau hadist siapa, tapi karena saya sendiri memaknai pergantian tahun sebagai malam renungan. Apa yang sudah bisa saya lakukan setahun sebelumnya? Kesalahan apa yang bisa saya jadikan pelajaran di tahun sebelumnya? Dan kebetulan di tahun 2014 lalu, saya belajar menerima banyak hal entah itu berupa kehilangan dan menyambut kehadiran hal serta orang-orang baru di kehidupan saya.

Tahun baru adalah makna simbolis semakin menuanya usia planet cantik kita. Seperti halnya waktu yang tidak akan pernah berjalan mundur, bertambah tua adalah satu hal yang tidak bisa kita hentikan. Bagi yang setahun sebelumnya merasa belum bisa mencapai resolusi-resolusinya atau sempat melakukan kesalahan, apa yang ingin anda katakan di momen pergantian tahun ini? Apakah sebuah semangat perbaikan atau malah penyesalan yang teramat dalam?

Entah kenapa, di tengah pekaknya suara petasan, tiba-tiba saja saya terbangun malam ini dan langsung teringat satu hal, yaitu MATI. Di luar bisa jadi orang-orang sedang larut dalam kebisingan, tapi apakah kita tahu apa yang mereka masing-masing pikirkan di hati kecil mereka? Ya, pasti ada tangis yang tidak kita ketahui, entah karena salah satu anggota keluarga yang  mungkin menjadi korban tewas pesawat jatuh beberapa hari lalu atau mungkin karena mereka gagal dalam mencapai target setahun lalu. Penyesalan itu tersimpan rapat dan terlindungi dengan topeng bahagia menyambut tahun baru. Bisa jadi mereka bersyukur karena mereka masih diberi kesempatan HIDUP dan ingin bisa bernafas lebih lama lagi. Mereka takut jika harapan mereka akan semakin kecil dan asa mereka MATI tanpa ada kesempatan menyalakannya lagi.

Bagi saya, setahun lalu adalah momen pembelajaran dan momen pertunjukan cinta dari Tuhan. Ada beberapa hal yang gagal saya dapatkan namun mendapatkan ganti yang jauh lebih berharga dan makin mendekatkan saya pada mimpi serta cita-cita saya sejak kecil. Kesedihan berganti dengan benih kasih baru pada orang yang tidak saya duga. Hubungan yang buruk malah semakin membaik justru setelah melewati proses sakit yang sangat mendewasakan.

Bukanlah penyesalan tapi justru pembaharuan pikiran. Ini adalah sebuah kesyukuran.

Maka dengan pikiran takut MATI tersebut, saya jadi berniat untuk menyusun rencana bagaimana menyebarkan wawasan yang saya miliki dan segera berlari mengembangkan mimpi lagi agar orang lain bisa merasakan manfaatnya, supaya orang lain tertular energinya. Salah satunya lewat tulisan. Mungkin tidak semua resolusi akan tercapai, tapi setidaknya saya tidak ingin berkubang dalam sesal dan jika Tuhan meniup lilin usia saya menjadi padam, saya sudah melemparkan kail di dunia berupa ilmu yang akan mengalirkan berkahnya. Tuhan, terima kasih untuk satu tahun yang cantik ini. Buang penyesalan di belakang. Mereka telah menjadi sejarah yang patut dikenang tetapi tidak untuk ditinggali apalagi dihuni. Jadikan penyesalan dahulu menjadi pemacu pembaharuan di masa kini. Masa depan itu rahasia, tapi setitik pelitanya bisa kita intip sedari sekarang. Lakukan terbaik sesuai dengan keyakinan dan harapan kita. Ayo bermimpi sekali lagi!

1 komentar

lapakmedan mengatakan...

benar sekali bang, lakukan yang terbaik sesuai dengan keyakinan dan harapan kita.