Berujung Gelap

Vanya memaksaku untuk memakan benda berwarna gelap itu ke mulutku. Sekuat tenaga aku tidak ingin membuka bibir, tapi nyatanya gadis itu jauh lebih bertenaga. Satu suapan yang kutelan dan membuat perutku bergolak.

“Kata mamaku ini enak banget lho. Semua takarannya sudah pas. Aku nggak bikin terlalu manis, masih ada rasa pahitnya meski nggak terlalu kentara. Ini sebagai perayaan anniversary kita. Bittersweet like our relationship,” katanya memulai teori soal hubungan lagi.

“Iya, iya, nih aku makan semua,” ujarku sambil berusaha mengunyah dengan sabar.

Aku sama sekali tidak menyukai benda yang katanya lambang cinta itu. Perutku mual tiap kali mencium aromanya. Sayangnya, kekasihku terobsesi untuk membuatku menyukai makanan favoritnya.

“Kamu kan nggak suka kopi, jadi jangan paksa aku makan ini,” omelku biasanya tiap kali ia memaksaku menyantap makanan kesukaannya itu. Padahal aku tak pernah memaksa Vanya untuk meminum kopi.

Hanya saja kali ini aku mengalah. Aku tak ingin memulai pertengkaran di hari jadi yang pertama. Kemudian ada sesuatu yang menyakiti tenggorokanku. Panas dan menyakitkan. Apa jangan-jangan kali ini pengaruhnya bertambah parah gara-gara makanan itu?

“Enak kan? Dengan ini pasti kamu akan merasa lebih nyaman sekaligus cepat ke surga,” kata Vanya.

Aku sama sekali tak mengerti. Pandanganku mulai mengabur. Vanya berdiri dengan tatapan marah.

“Semoga kamu lekas bertemu dengan bayi kita yang sudah kamu tolak kehadirannya.” ujar Vanya dingin.

2 komentar

hawadys mengatakan...

anjirr... dibunuh dengan halus. Keren ini FF-nya.

komburkali mengatakan...

ih suka suka, ini sepertinya menikmati sekali saat membunuhnya yaa, kejam