Cinta, Pilihan atau Takdir?

Pernah tidak kalian begitu ingin memiliki cinta sejati sampai lupa untuk mempersiapkan diri, agar kita ditemukan sosok cinta tersebut?

Mungkin ada yang menjawab ya, ada pula yang akan menjawab tidak sambil ragu-ragu.

Perkara mencintai dan dicintai terus menjadi hal rumit bagi tiap orang. Saya dulu berpendapat, jika dicintai adalah hal utama terpenting agar hidup bahagia. Dan memang senang sekali, ketika mengetahui diri ini menjadi pusat dari dunia seseorang. Saya pernah terluka hebat ketika mencintai seseorang, makanya saya pilih opsi dicintai di hubungan berikutnya.

Nyatanya itu menjadi malapetaka. Saya menjadi begitu egois dan tidak menghargai ketulusan orang yang mencintai saya. Lalu ia sempat berpaling, dan saya menyalahkan keadaan. Sampai pada satu titik, perpisahan itu benar-benar terjadi. Jika pada yang pertama, saya bisa sembuh dengan cepat meski babak belur terluka, perpisahan kedua ini membuat saya hampa. Lukanya kecil tetapi dalam meski tidak sampai membuat saya babak belur.

Dia sempat mencari pengganti saya, walau ujung-ujungnya dia menyesali perpisahan kami. Apakah ini takdir? Kami terpisah dan berjalan sendiri-sendiri. Perlahan saya bisa berdamai dan memaafkan apapun kesalahan lalu serta memaafkan diri sendiri tentunya. Rencana masa depan kami memang pupus, namun tak ada yang tahu dengan apa yang terjadi selanjutnya.

Saya pun sudah jatuh cinta dengan sosok baru. Kembali lagi, masalah mencintai dan dicintai itu terbayang di benak saya. Dan ada banyak hal yang menjadi batu sandungan buat cinta baru saya. Masalahnya, cinta ini punya bentuk yang berbeda. Saya belajar berani karenanya, saya bisa lebih tangguh dan cantik karena mengamatinya. Dia adalah sosok sederhana, tapi romantis dengan tindakan tidak terduga. Meski saya belum tahu pasti apa isi hatinya, saya hanya yakin dan tidak cemas.

Menyembuhkan luka bukan hal mudah. Saya tahu dan kalian mungkin mengangguk menyetujui. Kemungkinan tidak berhasil pun tetap ada di cinta saya yang sekarang, namun saya belajar ikhlas dari kehilangan-kehilangan sebelumnya. Cinta yang baik itu mendewasakan dan saling memperbaiki. Ketika saya berusaha mencintai diri, pengaruhnya sungguh menggembirakan. Bukan lagi soal mencintai dan dicintai, tapi ini soal pilihan.

Jatuh cinta adalah takdir, menjalaninya adalah pilihan. Keberhasilan atau kegagalan dalam cinta adalah takdir, tapi mau terluka selamanya atau mengobati dengan cinta lagi adalah pilihan. Saya tidak ingin takut berlebihan. Kalian pun harus percaya jika Tuhan akan mendampingi di tiap momen pembentukan kita. Logika dan hati adalah hadiah, menggunakan secara tepat perlu latihan agar kita tetap dewasa di tiap menjatuhkan pilihan.

2 komentar

ODE mengatakan...

cinta adalah baik selebihnya bukan..
salam, tulisan yg menarik.

Reffi Dhinar mengatakan...

terimakasih sudah berkunjung :)