Perempuan Perawan Laki-Laki Pemabuk

''Tuhan itu adil. Makanya kita dibikin patah hati,''

Itulah kalimat yang ia gunakan untuk meredakan amarahku malam itu. Dia adalah laki-laki paling aneh yang pernah kutemui. Di tengah malam pelit air dari langit, ia memakaikan jaket tebalnya ke bahuku. Kami berbicara di depan kebisingan jet coaster. Pertemuan di tengah taman hiburan penuh keanehan.

''Patah hati yang membuatmu hilang akal, bukan?'' Ujarku sebal.

Pertemuan di tengah taman hiburan itu berlanjut hingga hari keseratus. Tepatnya hari ini. Jangan tertawa melihatku bisa tepat menghitung hari. Pada umumnya perempuan itu pintar mengingat hal-hal sepele seperti hari jadi pacaran, kencan pertama dan sejenisnya. Masalahnya, aku dan Elang tidak memiliki hari sesakral itu. Hari pertama di taman hiburan itulah satu-satunya kencan normal kami. Selebihnya, kami berkencan di saat ia sedang mabuk.

"Kenapa kamu tidak datang saat gila saja sekalian? Mana bisa aku berbicara secara waras dengan orang teler macam kamu?" keluhku semakin menjadi-jadi. 

Meskipun begitu, aku akan tetap mencopot sepatunya dan menbantunya berbaring di sofa. Awal berkenalan dulu, dia begitu tampak kuat. Saat itu kami sama-sama sedang patah hati. Dan aku cepat sembuh berkat kehadirannya, tetapi dia sendiri semakin menanggung luka. Laki-laki memang tidak bisa menanggung sakit yang melebihi perempuan.

"Kenapa kamu nggak ngusir aku aja?" bisiknya setengah tersadar. Bahkan di tengah teler pun, cara bicaranya selalu lugas.

Mana mungkin aku bisa mengusirmu, bodoh. Tiap kali kau mengigau, hanya nama mantan kekasihmu yang kausebut. Cacian, makian, kata-kata serupa wanita sundal kaualamatkan untuknya. Harusnya aku yang kauingat, bukannya seorang mantan yang meminta maaf saja tidak. Batinku

"Aku sedang bertanya, butuh jawaban." Mataku melahap habis wajahnya yang semakin tampan meski ditumbuhi cambang.

Siapa yang paling tolol. Kita. Siapa yang paling goblok di antara kita. Aku yang mengharap pada pria pemabuk sepertimu, atau kau yang terus mengharapkan mantan kekasihmu-- yang masih kauinginkan sekedar menoleh ke arahmu. Kita seperti orang linglung yang berharap salju turun di negeri dua musim. 

"Ling, tidurlah," katamu berbisik lagi.

Andai dia waras, pasti tiap kali kakinya terseret ke rumahku, ia akan segera menerkam. Melampiaskan renjani akibat mabuk. Tapi dia tetap menjagaku. Katanya, seorang pemabuk tidak serta merta berubah menjadi pemerkosa.

"Namaku, Cinta, bukan Ling," tuturku sembari menjetikkan jemari di pipinya.

Dasar bebal. Sampai sekarang Elang tetap kukuh memanggilku Ling.

"Kamu memang Linglung kan. Cocok dari awal pertama kita bertemu," ujarnya di sebuah senja ketika ia hanya sedikit mabuk.

Dan aku akan terjaga sampai pagi. Memastikannya tidak terjatuh dari sofa. Seperti inipun aku tak masalah. Linglung memang. Perawan menyedihkan. Semoga saja di esok fajar, dia bisa mengingat namaku. Aku yang masih menunggu.

4 komentar

Ari Tunsa mengatakan...

oalah dasar linglung :D

Reffi Dhinar mengatakan...

kalau ingin tahu sejarahnya kenapa dinamai Linglung...silahkan berkunjung ke sini http://www.wordholic.com/2015/01/gadis-linglung-di-taman-hiburan.html :)

Unknown mengatakan...

Hai Reffi,

Nice writing..
ada lanjutannya ga?

Keep writing yaaa..

Reffi Dhinar mengatakan...

Insya Allah ya, saya buat bersambung...ditunggu :)