Kondisi ekonomi yang sedang tidak kondusif saat ini, sudah mengakibatkan penurunan di berbagai sektor. Biaya bahan baku yang melambung,
membuat biaya produksi pun semakin tinggi. Ditambah lagi dengan adanya
persaingan ketat produksi dari negara lain, membuat pemerintah Indonesia
terus mencari cara agar kondisi ekonomi nasional menjadi lebih sehat. Salah satu
kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintah adalah revaluasi aset.
Lesunya kondisi ekonomi perlahan mulai mengganggu
stabilitas banyak perusahaan di Indonesia. Kelesuan tersebut berefek pada
perolehan modal yang menjadi negatif. Revaluasi aset diberlakukan dengan tujuan
agar posisi neraca ekonomi sebuah perusahaan menjadi lebih baik, sehingga akan
timbul penyesuaian nilai aset dari nilai perolehan menjadi nilai pasar. Revaluasi
aset juga dibagi menjadi tiga poin antara lain revaluasi aset sampai tanggal 31
Desember 2015 dengan tarif PPh 3%, revaluasi aset periode 1 Januari – 30 Juni
2016 dengan tarif PPh 4% dan revaluasi aset periode 1 Juli – 31 Desember 2016
dengan tarif PPh 6%.
Pengaruhnya bagi perusahaan yang melakukan revaluasi aset
adalah nilai aset akan bertambah sehingga mempengaruhi pada bertambahnya nilai
penyusutan. Efek lainnya juga berguna pada pemegang saham, sehingga nilai
sahamnya yang bukan objek PPh akan bertambah. Menurut Zeti Arina, konsultan pajak profesional sekaligus founder Artha Raya Consultant, jika neraca sebuah
perusahan semakin bagus setelah revaluasi aset, maka bank pemberi kredit pun
akan lebih mudah menaruh kepercayaan pada sebuah perusahaan.
Akan tetapi kebijakan revaluasi aset juga tidak mengikat
bagi seluruh instansi. Sebagai contoh,
jika sebuah perusahaan mengalami kerugian hingga khawatir jika kompensasi rugi
tidak bisa diatasi hingga lima tahun ke depannya, maka tidak melakukan revaluasi
aset pun tidak masalah. Kebijakan revaluasi aset dicanangkan tidak untuk
menambah beban, melainkan agar lesunya perekonomian sedikit menemukan jalan terang.
Tidak ada komentar
Posting Komentar