Jangan Berlarut Memamerkan Kemalangan


Kata-kata yang sedang hits akhir-akhir ini adalah baper dan move on. Tidak hanya dalam soal percintaan tetapi juga dalam hubungan lainnya seperti pekerjaan. Baper alias terbawa perasaan, merujuk pada sikap seseorang yang terlalu larut dalam hal yang membuatnya sedih. Akhirnya banyak bermunculan quote agar segera move on  setelah baper berlebihan.

Sedih itu wajar. Baper itu juga bisa terjadi pada siapapun dan di usia berapapun. Yang sedikit bergeser adalah banyak yang menjual kemalangan di social media lewat share status galau super berlebihan atau mungkin langsung menyindir meski tanpa menyebutkan nama.

Oke, sekarang ini zamannya kebebasan berpendapat, tetapi apakah dengan memamerkan secara bombastis betapa malangnya diri kita yang sedang sedih atau gagal, akan lantas menyelesaikan semua masalah? Ambil saja sebuah contoh, misal kita gagal dalam sebuah hubungan percintaan akibat ditipu si kekasih. Kecewa, marah dan juga baper adalah satu paket yang lumrah timbul. Kita mencaci maki atau malah sebaliknya terus menunjukkan pada dunia betapa hancurnya diri kita lewat postingan di socmed, supaya orang lain tahu atau mungkin ingin mendapatkan simpati. Tapi saya yakin, ada satu hal yang sebenarnya menjadi tujuan utama. Kita ingin agar si penjahat perasaan itu tahu betapa marahnya kita pada dirinya.

Padahal, sejujurnya memamerkan betapa bapernya kita, malah menunjukkan pada orang yang sudah menyakiti itu jika mereka sudah menang telak.




Buat apa menunjukkan betapa kecewanya kita? Sedih boleh, tapi  tidak seharusnya kita memberikan kepuasan pada orang-orang yang sudah menjegal atau menyakiti, dengan pertunjukan kemalangan yang kita alami. Abaikan saja. Bagikan pada mereka, bahwa setelah bersedih justru kita bersyukur bahwa masalah yang terjadi malah melahirkan seorang manusia baru yang lebih kuat dan tangguh.

Alih-alih menulis status mellow terus-menerus di BBM atau Line, bagaimana kalau mengubahnya menjadi status dengan lebih ceria? Daripada terus-menerus menyindir mantan kekasih atau mantan rekan kerja yang tidak menghargai, akan lebih baik kalau kita menunjukkan hasil karya terbaru atau menunjukkan petualangan baru yang didapat justru setelah kegagalan terjadi.

Jangan berlarut dalam kesedihan. Atau jika memang sedih sudah tak tertahankan, jangan tiap hari pamer di social media. Orang yang mengomentari, tidak semuanya benar-benar peduli. Ibarat seorang penonton infotainment yang sekadar kepo dengan masalah pribadi, begitulah sebagian orang-orang yang memberi like atau mengomentari status kita.

Bagikan cerita sekadarnya saja. Bila ingin berbagi, jangan tampakkan diri sebagai korban yang senang diinjak-injak oleh penjahatnya. Tertawakan saja kebodohan yang pernah kita lakukan, daripada terus bergelut dengan mellow yang kelewat over. Ingat, berbagi dengan sahabat terpercaya dan mengadu pada Tuhan itu lebih melegakan ketimbang menyindir-nyindir via status. Troubles can build a new one, it is the high quality brand new you.

4 komentar

Syafiatuddiniah mengatakan...

Bener itu, orang lain cuma want to know belum tentu perduli

Reffi Dhinar mengatakan...

iya, makanya saya juga mulai belajar menyaring status sekarang :D

Wonder Umma mengatakan...

Iya,, pernah diskusi sama mbak reffi soal ini :') jadi terlecut nih untuk semangat... ^-^

Reffi Dhinar mengatakan...

SIIP hanuum :D