HANTU

Hantu itu datang lagi. Hanya sekitar empat tahun sekali karena tanggal lahirnya  dan juga kematiannya sama. Hanya selisih beberapa jam. Hantu itu berbicara di hadapanku, hembus nafasnya terasa dingin sekali, meninggalkan sepi yang bergaung di antara dinding-dinding rumah lama yang ditinggalkan penghuninya.

“Jangan berubah,” kata hantu itu lagi-lagi padaku.

Ratusan ton kenangan menimpuk kepalaku, meluncur lewat tenggorokan dan menekan kelenjar air mata untuk keluar lewat kornea. Shit, dia bilang jangan berubah. Berani benar dia selalu bilang begitu. Di tiap tahun kabisat, maka aku akan selalu sulit untuk melawan kehadirannya. Hantu yang datang di tanggal sama, membuatku tidak bisa bergerak atau kabur. Ia selalu tahu dimana aku sedang bersembunyi.

“Ini sudah tahun kabisat kelima kau melarangku berubah! JADI INI YANG KULAKUKAN, AKU AKAN BUNUH DIRI SUPAYA KAU SENANG!” teriakku sengit.

Suara tawa terkekeh keluar dari mulut menyebalkan hantu itu. 

Aku melontarkan kalimat lagi,”Untuk apa aku menunggu seseorang yang bahkan untuk mengatakan ‘jangan pergi’ saja tidak pernah,” dan kata-kata ini langsung membuat si hantu terdiam.

Kulirik pigura foto laki-laki yang kurindukan tiap tahun kabisat menjelang. Kupecahkan cermin. Tanganku berdarah-darah. Hantu itu sudah pergi, karena dia adalah diriku sendiri. Manusia yang telah kehilangan belahan jiwa sama saja dengan mati, bukan? 

Tidak ada komentar