Mencari Jati Diri Mirip Belanja Online


Jati diri, rasa-rasanya hal ini menjadi sebuah topik utama dalam hidup seseorang. Jati diri adalah suatu identitas, merk atau saya sebut sebuah label yang diinginkan seseorang dalam hidupnya. Kadangkala jati diri itu tidak digaungkan, hanya berada di dalam motto hidup dan diyakini dengan sepenuh hati. Lalu apa hubungannya antara pencarian jati diri dengan belanja online?

Yang dilakukan pelaku belanja online biasanya terdiri dari beberapa tahapan berikut,

~Mempunyai keinginan
~Mencarinya di website atau situs belanja online
~Menemukan barang
~Membandingkan harga
~Setelah paparan harga didapat, membandingkan desain
~Mencari review soal produk yang akan dibeli
~Sreg, klik beli
~Transfer
~Menunggu barang diterima

Kalau saya rangkum secara garis besar, proses diatas bisa diklasifikasikan dalam proses mencari, proses membandingkan, proses membeli lalu proses menerima. Mirip dengan proses pencarian jati diri. Di saat kita masih kanak-kanak hingga menjelang dewasa, proses mencari sosok yang pantas untuk dijadikan sebagai role model hidup itu berlangsung. Di saat akal mulai berkembang dan pengalaman hidup bertambah, kita mulai membandingkan satu karakter dengan karakter lain. Kalau sudah menemukan gambaran profil jati diri yang pas, kita akan memakai sosok itu sebagai jati diri, dan proses berikutnya adalah beradaptasi dengan jati diri yang sudah kita bangun serta kita terima.

Masalahnya, seperti belanja online, tak semua barang yang kita beli akan cocok dipakai. Tokoh yang dipilih dan jati diri yang kita bangun tak selalu benar-benar sesuai dengan kepribadian kita.  Jati diri itu sebenarnya sudah ada di dalam raga dan pikiran, bahkan kita mungkin sudah merasakannya namun karena pengaruh eksternal seperti ikut apa kata orang lain, takut tidak diterima lingkungan dan segudang pertimbangan lain, makanya kita takut mengapresiasinya.

Namun, perlu diingat. Jati diri yang bertentangan dengan agama, bukanlah jati diri melainkan hanya hawa nafsu dan egoisme. Mencintai sesama jenis contohnya, bukanlah tindakan yang bisa didukung. Jikalau ada sebuah kesalahan penafsiran jati diri seperti itu, dengarkan lagi dan merenunglah. Bukankah dari hati kecil kita ada suara yang mengatakan jika tindakan menentang kodrat tersebut adalah salah? Manusia punya sarana untuk dekat dengan Tuhan, salah satunya lewat hati nurani.

Jati diri yang tepat adalah passion yang ingin kita kejar, impian yang kita bangun dan juga kepribadian yang kita punya. Seiring bertambahnya usia, kita pasti tahu mana itu baik dan buruk. Yang memang merugikan, segera buanglah, jika memberi manfaat maka pertahankan. Jadi sudah siap menemukan jati diri anda?

2 komentar

Fanny f nila mengatakan...

Good point taken :). Setuju mba.. Jati diri yg bertentangan ama agama ga bisa dibenarkan. Tuhan ga mungkin salah kan mnciptakan makhluknya. Manusianya aja yg ga mau pakai akal pikiran yg dikasih :)

Reffi Dhinar mengatakan...

hehe makasih mbak sudah berkunjung