Merepotkan. Itulah satu kata yang terlintas di
pikiran saya saat melihat deretan huruf bertuliskan SALE di banyak mal dan toko, khususnya toko pakaian. Apalagi di
saat mendekati lebaran begini, membuat satu frasa tersebut seolah menjadi
magnet yang lebih menggoda daripada persiapan di akhir Ramdhan itu sendiri. Sale saat lebaran adalah sebuah kesempatan
bagi para pedagang ritel untuk menghisap sebagian uang THR kita.
Tak bisa dipungiri, tanpa sadar orang tua
sudah mendidik saya untuk mengenal jika lebaran adalah momen dimana kita tak
hanya saling bermaaf-maafan tapi juga saatnya untuk membeli baju baru. Orang tua
akan mencarikan pakaian baru untuk saya dan adik. Bedanya, mereka tidak
mengajarkan kami untuk berebut barang yang didiskon. Kata Papa,”Semua harga
yang ditulis sale atau diskon itu aslinya
udah dinaikkan dulu dari harga asli, baru ditulis diskon. Yang katanya diskonan
itu aslinya mendekati harga aslinya. Harga asli 200 ribu, ditulis empat ratus
ribu lalu diberi bandrol diskon 50%. Itu modus!
Jadi walau masih ikut trend membeli baju
baru, saya tak terlalu tertarik pada sale
saat lebaran. Jika ada dana lebih, orang tua saya akan mengajak anak-anaknya ke
mal atau toko dengan kualitas bagus yang tidak terlalu padat pengunjung. Mama mengajarkan
saya untuk membeli baju yang tidak banyak kembarannya, harus cocok dengan
kepribadian saya dan bahannya enak dipakai. Kalau budget lumayan lebih, beli dua stel baju, kalau tidak cukup satu.
Diskon atau sale yang nyata itu hanya ada dua, yaitu untuk buku dan juga fashion item yang tidak laku selama
beberapa bulan.
Buku yang tidak laku, akan bergeser harganya
sampai turun 50%. Fashion item yang
sudah tidak ngetrend dan terlalu lama di pajangan, akan bergeser di tumpukan
rak yang berantakan, tak ditata rapi. Biasanya modelnya juga sudah tidak banyak
dilirik penggemar belanja.
Daripada tertarik sale saat lebaran, akan lebih menyenangkan jika belanja baju disiapkan
dari gaji sebulan atau dua bulan sebelumnya. Saya lebih suka belanja dengan
mencicil. Dua bulan sebelum lebaran, saya akan membeli celana baru, lalu sebulan
sebelum lebaran baru membeli blus baru misalnya. Dua item itu baru akan saya pakai
saat lebaran. Uang THR bisa dialokasikan untuk memberi uang saku pada keponakan-keponakan
kecil, zakat serta menabung. (Baca Juga: Diskon Tingkah Laku di Dunia Digital)
Belanja saat mendekati lebaran justru akan sangat
melelahkan. Semua mal penuh manusia, saling berebut barang, capek hati dan juga
membuat emosi mudah naik apalagi bagi saya yang sangat anti berkeliling
berjam-jam hanya untuk belanja pakaian. Lebih enak berkeliling santai di toko
buku atau duduk tenang di kafe sambil makan sampai kenyang. Belanjalah karena
butuh, bukan karena pengaruh. Daripada bingung mau belanja kemana dan apa
barangnya, akan lebih baik merenung sebelum Ramadhan usai. Kenapa juga lebih
banyak yang memenuhi mal bukannya masjid? Ini adalah tamparan keras buat diri saya
juga. Maka sudah dua tahun ini saya tak membiasakan diri belanja baju baru saat
lebaran. Semoga bisa lebih baik lagi ke depannya.
2 komentar
tp saya jarang beli baju di saat lebaran, krn gak nyaman dan susah milih2nya karena sesak , banyak org apalagi deket lebaarnnya
hehe,samaa kaya saya
Posting Komentar