Berpikir Seperti Orang Aneh Itu Dianjurkan


Review Think Like A Freak



Judul Buku: Think Like A Freak
Penulis: Steven D. Levitt & Stephen J. Dubner
Penerjemah: Adi Toha
Jumlah Halaman: 253 halaman
Tahun Terbit: Cetakan ke-3, Agustus 2016
ISBN: 978-602-385-007-5
Penerbit: Noura Books

Bagaimana caranya menjadi orang yang bisa berpikir out of the box? Kita sering mendengar atau membaca tagline tersebut. Slogan untuk  bergerak dari comfort zone lalu memiliki pemikiran yang di luar kotak, adalah ciri-ciri orang kreatif yang haus tantangan. Banyak sekali artikel dan juga buku yang menyarankan hal tersebut, namun tidak memberi cara konkret bagaimana menjadi orang yang memiliki sudut pandang tidak biasa.

Buku Think Like A Freak ini menjawab pertanyaan saya. Memang tidak semua pertanyaan di dunia akan dijawab dalam buku terjemahan ini, tetapi kedua penulisnya memberikan semacam tuntunan supaya nalar kita tidak terkungkung dalam dogma masyarakat yang cenderung mengajarkan kita sebagai penerima teori, bukannya penggali keingintahuan apalagi pencipta. Membaca buku ini dari bab awal hingga bab akhir membuat pembaca manggut-manggut bahkan kadang tersenyum geli. Memaki diri sendiri karena kenapa bisa ada pertanyaan yang muncul di kepala aneh mereka?

Banyak sekali kalimat yang menyindir kecerdasan teoretis yang sering diagung-agungkan para ekonom, ahli analisa dan lain-lainnya secara langsung dipertanyakan oleh kedua penulis. Usia dewasa tidak seharusnya menghapus rasa ingin tahu yang besar seperti anak kecil. Usia dewasa membuat kita tidak berani untuk berpikir sedikit di luar kewajaran. Bukan berarti anda harus menjadi berandal atau pelanggar norma, melainkan beranikanlah untuk tak hanya manut-manut saja pada hal-hal yang sudah dianggap wajar. Orang lain bilang dan sepakat mengatakan A, anda boleh bilang Z jika memang ada kemungkinan yang kuat untuk mendasarinya. Menjadi follower terus-menerus akan mematikan kreativitas kita.

“Orang-orang cerdas suka membuat prediksi yang kedengarannya cerdas, tidak peduli betapa salah mereka ternyata nantinya.” (Halaman 27)

Tiga kata yang sulit dikatakan dan diakui banyak orang dewasa adalah mengatakan.”Saya tidak tahu.” Padahal menjadi tidak tahu dan tidak merasa diri ini terlalu pintar adalah kunci supaya pikiran kita bisa berkembang di luar kotak. Kunci itulah yang menjadi hambatan jika kita ingin lebih kreatif lagi. Di dalam buku ini juga diceritakan banyak fakta dan tips yang dianggap orang awam sebagai tindakan gila, namun dilakukan sebuah instansi guna mencapai tujuan yang lebih besar serta tepat sasaran. Contohnya perusahaan besar bernama Zappos yang menawari karyawan barunya untuk berhenti bekerja dengan imbalan 2000 dolar, tujuannya untuk menguji kadar kepedulian dan sikap loyal mereka terhadap perusahaan.

Meski terdengar aneh dan memboros-boroskan uang, rupanya cara tersebut lebih hemat dibanding mereka merekrut karyawan baru hingga menjadi karyawan andal lalu di tengah-tengah mendadak resign begitu saja. Biaya training itu lebih mahal dibanding ongkos 2000 dolar. Karyawan baru yang tak materealistis bisa dijaring sejak awal. 

Pembaca dari berbagai disiplin ilmu perlu membaca buku ini. Wawasan yang ditawarkan benar-benar segar dan menampar ketidaktahuan kita. Setelah membaca, mungkin di kepala ini akan muncul rasa rendah hati untuk mengakui,”Oya, saya tidak tahu, jadinya saya harus belajar.”

2 komentar

Rahma Liasa Zaini mengatakan...

Suka sekali sama kalimatnya mbak o, iya saya tidak tahu, jadinya harus belajar

Reffi Dhinar mengatakan...

tetep semangat buat belajar :)