Review Kelana: Perjalanan Petualang Perempuan Lewat Darat dan Laut



Judul : Kelana, Perjalanan Darat dari Indonesia Sampai ke Afrika
Penulis: Famega Syavira Putri
Jumlah Halaman: 264 halaman
ISBN: 978-602-424-8918
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Juli 2018
Penerbit: Comma Books (Penerbit KPG)

Perjalanan untuk menantang diri sendiri, inilah yang menjadi fokus utama Famega dalam perjalanannya dari Indonesia hingga Afrika. Untuk perjalanannya kali ini, Famega bertekad untuk tidak menggunakan pesawat sebagai alat transportasinya. Perempuan ini ingin menggunakan jalur darat dan laut saja. Meski memakan waktu lebih lama dan pasti penuh dengan ketidakpastian, Famega ingin berpetulang lebih dekat pada bumi, tanpa harus mempersingkat waktu di udara.

Seperti halnya buku traveling bergaya feature lainnya, Famega menuliskan ciri khas masing-masing daerah, namun yang lebih ditonjolkan dalam bukunya ini adalah bagaimana ia berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Tiap lokasi yang ia kunjungi selalu memiliki cerita berbeda, tergantung dari pengalaman orang yang ia temui tidak sengaja.

Di dalam pertemuan-pertemuan baru itulah Famega mencatat kebaikan-kebaikan orang, meresapinya dalam hati, kadang kala ikut menangis namun akhirnya memunculkan rasa syukur pada hidupnya sendiri.

Berpetualang sendirian dengan hanya satu ransel di punggung sungguh praktis. Famega melakukan hitchiking (menebeng mobil orang) untuk menghemat uang, berpindah dari bus ke angkutan kota, kadangkala naik kereta. Ia juga menginap di hostel murah dan mengandalkan aplikasi Couchsurfing agar bisa menginap di sesama anggotanya tanpa harus membayar sewa.

Ketika Famega di Mongolia


 Famega juga memberikan tips bepergian bagi perempuan. Misalnya kita harus melihat referensi kawan Couchsourfing itu apakah baik atau tidak, sebaiknya pilih yang sesama perempuan atau keluarga lengkap, hindari laki-laki lajang yang menuliskan keinginan untuk memberi penginapan bagi wanita lajang saja. Selalu waspada di tiap negara manapun dan jangan mudah memberitahukan alamat hotel atau tempat menginap pada orang asing.

Di salah satu bab bahkan saya ikut terharu dan bersedih. Famega bertemu seorang cucu korban Holocaust di kota Krakow. Karena ia tidak pernah membuat daftar tempat yang ingin dikunjungi, Famega menyetujui ajakan Paul Hoffman untuk mengunjungi Krakow, di Polandia. Paul bercerita jika kakek dan neneknya adalah kaum menengah atas yang cukup disegani dahulu. Saat Nazi mulai mencari kaum Yahudi, ayah dan kakek neneknya menyamar menjadi kaum non-Yahudi. Sayangnya penyamaran mereka gagal dan ayah Paul pun kabur di usia anak-anak.


“Jurek bersembunyi di hutan dan jalanan, berusaha bertahan hidup dengan memakan apa saja yang bisa dimakan. Kadang-kadang dia ditemukan oleh keluarga petani dan ikut tinggal bersama mereka, tapi dia sulit mempercayai orang lain.” (Halaman 180)


Jurek, ayah Paul akhirnya sampai di Inggris dan bertemu gadis yang akhirnya menjadi ibu Paul. Paul selalu mengunjungi Krakow demi mengenang leluhur yang tidak pernah ia temui. Hal itu untuk membuktikan jika ayah dan dirinya masih hidup sehat dan perdamaian selalu memenangkan peperangan. Sebuah potret kemanusiaan yang menyentuh hati Famega dan saya sebagai pembaca.

Buku ini merupakan monumen pencapaian Famega yang sempat tidak percaya diri untuk melakukan solo traveling. Perlahan kakinya melangkah untuk menempuh perjalanan yang tidak ia ketahui akan memberikan apa di masa berikutnya. Tetapi Famega membuktikan jika dirinya mampu dan bertemu dengan banyak kebaikan dari orang-orang yang baru ia temui di perjalanan.

14 komentar

Anisa mengatakan...

Sangat menginspirasi sekali isi blognya, Terimakasih sudah membuat.

Mega mengatakan...

Solo traveling ya?? Aduh kalo saya gak akan berani hehe. Salut deh beneran.

Alvi mengatakan...

Berpetualang sendirian dengan satu ransel saja, aduh mandiri sekali loh itu :D

Sasa mengatakan...

Cerita dalam bukunya bener-bener membuat saya meleleh.

Diana mengatakan...

Harus baca nih bukunya, kayaknya menarik sekali.

Tika mengatakan...

Jadi inget waktu berpetualang dan nebeng mobil orang, bedanya aku gak sendiri sih :D

Reffi Dhinar mengatakan...

makasii sudah mampir mbak :)

Reffi Dhinar mengatakan...

saya juga masih belum berani mbak hehe, salut sekali karena penulisnya juga tidak naik pesawat, jadi mirip musafir zaman dulu

Reffi Dhinar mengatakan...

karena penulisnya ingin memakai jalur darat, jadi lebih praktis :D

Reffi Dhinar mengatakan...

di beberapa bagian malah membuat saya menangis :( lalu bersyukur :)

Reffi Dhinar mengatakan...

bukunya masih ada di Gramed dan Togamas mbak, selamat berburu

Reffi Dhinar mengatakan...

traveling emang membawa banyak kenangan dan pembelajaran :)

Famega mengatakan...

Hai Reffi, terima kasih reviewnya ya. Senang sekali kalau Kelana bisa menyentuh hati Reffi sebagai pembaca. Dan saya salut banget kamu rajin nulis blog. Keep writing ya!

Reffi Dhinar mengatakan...

Waah nggak nyangka mbak mampir kemari. Makasii banyak 😍😍