Di minggu sebelumnya kita belajar tentang menyusun tiga kata
utama penting yang akan menjadi ciri khas personal branding dan juga bagaimana
menyusun mission statement. Masih dari pelajaran minggu pertama dari
Coursera, kali ini saya akan menjelaskan sedikit sejarah personal branding dan
juga bagaimana perkembangannya berdasarkan materi yang saya baca dari www.socialfresh.com.
Banyak yang mengira jika personal branding maraknya dimulai
beberapa tahun terakhir ini. Padahal sebenarnya, sudah banyak merk besar yang
menggunakan strategi personal branding, bukannya sekadar menjual produk demi
melariskan usahanya. Di tahun 1850-an, seseorang memberi nama bisnis mereka
dengan unsur dari nama asli mereka sendiri. Para etrepeneur baheula itu berdiri
di belakang produk yang mereka hasilkan dan juga kualitas jasa yang mereka
tawarkan. Orang-orang tersebut tidak membaca buku personal branding, merekapun
tidak menggunakan social media semacam Twitter untuk memasarkan jasanya. Pada awal
tahun 1850-an, personal branding hanya berupa bagaimana seseorang mengelola
bisnisnya.
Kita ambil contoh, ada seorang pengusaha asal Florida yang
bernama Jimmy, membuka sebuah usaha yang diberi unsur namanya sendiri yaitu
Jimmy’s Drive dan Jimmy’s Car Wash pada tahun 1953. Jimmy menggunakan nama
bisnisnya sebagai identitasnya. Jimmy’s Drive dan Jimmy’s Car Wash adalah dua
titel penting yang dimasukkan dalam kartu nama. Bisnis itu masih berjalan hingga
saat ini menjadi sebuah bisnis keluarga turun-temurun. Dan Jimmy wafat setelah
membuka 15 cabang restoran serta 2 tempat cuci mobil. Bisnis milik Jimmy yang
kini dikelola putra-putranya adalah salah satu bisnis cuci mobil tertua di Amerika
Serikat.
Personal branding yang diterapkan oleh Jimmy adalah salah
satu contoh sukses. Wajah dan juga tanda tangan Jimmy yang dicetak di atas menu
restoran dan juga iklan usahanya, membuat loyalitas pelanggan Jimmy pun tak
hanya bertahan tetapi juga berkembang. Dari pelanggan pertama yang sudah mengenal
Jimmy dan juga kualitas usahanya, lantas terus diturunkan pada generasi
berikutnya. Tentu saja meskipun Jimmy telah wafat, wajah dan juga namanyalah
yang menjadi simbol bisnisnya. Putra-putranya hanya terus berinovasi sesuai perkembangan
zaman tanpa meninggalkan dasar-dasar dan kualitas Jimmy saat mulai
mengembangkan bisnis.
Di Indonesia sendiri kita mengenal banyak sekali nama-nama
yang berhasil membrandingkan namanya. Salah satunya adalah Johnny Andrean di
bidang hairstyling. Dengan menyebut namanya saja, kita pasti akan tahu jika
bisnis Johnny Andrean berkisar di penataan dan perawatan rambut, dan itu masih
bertahan hinga kini di tengah munculnya hairdresser baru yang tak kalah berbakat.
Nama Johnny Anrean menjadi sebuah jaminan kualitas.
image source : |
Beranjak ke awal 1900-an, pada tahun itu pun bisnis yang
muncul dibangun oleh founder atau pendiri yang memiliki kualitas pribadi yang
kuat. Dengan kualitas pendirinya, produk yang dihasilkan pun terus mengalami
kemajuan karena mendapat kepercayaan konsumen. Beberapa nama yang berhasil di
tahun itu dan hingga kini masih kita dengar namanya adalah Ford Motor Company,
Honda Motor dan juga Sears & Roebuck. Semua bisnis papan atas tersebut
menggunakan nama pendirinya. Tentu saja setelah para founder membangun integritas
yang kuat dalam bisnis, maka nama yang menjadi merk bukanlah hal yang mustahil
lagi.
Lantas beberapa dekade berikutnya, para pelaku bisnis seolah
mengalami amnesia. Para entrepeneur yang menginginkan usahanya semakin sukses,
malah mulai melupakan pentingnya personal branding dari pendiri atau pemilik
bisnis. Nama dari owner atau founder tidak lagi dijadikan identitas yang
mutlak. Meletakkan nama sendiri sebagai nama sebuah bisnis, seolah menjadikan
bisnisnya terlihat lemah dan kurang profesional. Mungkin ibaratnya seperti
narsis berlebihan. Untuk mencintai sebuah produk, konsumen harus percaya pada
produknya, bukan pengelola bisnsisnya.
Ketika Muncul
Endorsment dan juga Brand Ambassador
Ketika nama founder atau nama pemilik tidak lagi mejadi
jaminan yang penting dalam sebuah bisnis, maka mulai dibutuhkan seorang brand
ambassador atau duta produk yang melakukan promosi. Sebuah kualitas produk juga
dinilai dari banyaknya endorsment positif dari public figure. Hal ini sempat
mendorong penjualan produk, namun lama-kelamaan konsumen tak lagi butuh
wajah-wajah orang tekenal untuk menilai kualitas produk. Konsumen masa kini
menjadi lebih cerdas. Britney Spears yang sempat menjadi brand ambassador
Pepsi, bukanlah sosok yang menciptakan Pepsi. Ia hanya menciptakan sebuah
trend. Konsumen merasa tertipu. Pada kenyataannya, seorang artis itu juga
dibayar mahal untuk mempromosikan produk. Para konsumen butuh seorang ahli yang
benar-benar mengetahui seluk beluk produknya. Contohnya, mereka butuh seorang
ahli mekanik mobil yang membuat mobil sendiri, bukan hanya menggunakan artis
sebagai pengiklan.
Para konsumen butuh nama orang yang berkompeten untuk
mempromosikan produknya. Seorang pemilik bisnis harus menjadikan namanya sebagai
jaminan kualitas produk.
Mungkin hal ini bisa juga dijadikan sebagai strategi para
penulis buku. Buku yang bagus bukan tergantung dari seberapa banyak endorsment
orang terkenal di sana, tetapi memang dari kualitas pengarangnya. Endorsment hanya
sebagai bagian kecil, bukan faktor utama. seorang penulis harus bisa
membrandingkan dirinya jika memang tulisannya layak dibaca. Jalan salah satunya
adalah sering menulis dan menghasilkan karya di berbagai media, menemukan basis
pembacanya dan juga komunitasnya sendiri. Maka saat menerbitkan buku pun dia
pasti sudah memiliki calon pembaca yang menunggu karyanya terbit.
Yuk mulai belajar meningkatkan kualitas personal branding
kita! Gali potensi yang ingin kita tonjolkan. Buat mission statement yang kuat
dan melekat di diri kita sehingga bisa menghasilkan jasa atau produk yang baik.
Nama kitalah yang harus menjadi jaminannya.
0 Komentar