![]() |
www.boleh.com |
Judul
: Madre, Kumpulan Cerita
Penulis
: Dee
Jumlah
Halaman : 160 halaman
Tahun
Terbit : Cetakan kedua, Agustus 2011
Penerbit
: Bentang Pustaka
Nama Dewi Lestari atau lebih
dikenal dengan nama pena Dee, adalah jaminan mutu atas sebuah karya sastra. Begitupula
dengan kisah cinta yang ada pada semesta Dee, semuanya dapat ditangkap,
diindera dan dijadikan sebuah jalinan kisah penuh perenungan. Kisah cinta yang
tak biasa pada imajinasi Dee, dikumpulkan menjadi satu buku yang berjudul Madre, Kumpulan Cerita.
Mengapa buku ini tidak diberi judul
kumpulan cerpen, memiliki alasan yang sangat masuk akal, buku ini berisi
campuran jenis tulisan antara puisi, cerpen dan cermin (cerita mini). Dee
menuliskan tiga belas cerita dengan segmentasinya masing-masing. Saya dapat
mengkategorikan jenis cinta berdasarkan tulisan-tulisan dalam Madre menjadi dua
golongan besar, yakni cinta pada wujud nyata dan cinta pada wujud abstrak.
Cinta pada wujud nyata pertama bisa kita simak
di cerpen berjudul Madre. Madre adalah cerpen yang telah diangkat ke layar
lebar, cerpen ini mengisahkan tentang perubahan kehidupan seorang pemuda
berjiiwa bebas bernama Tansen gara-gara sebuah adonan biang roti warisan yang
diberi nama Madre. Di sinilah tampak kepiawaian dee sebagai seorang penulis kompeten,
observasi dan riset mengenai biang roti, jenis roti dan sejarah roti klasik
hingga modern diceritakan secara detil. Madre adalah sebuah benda mati yang
dicintai dan dihormati oleh pegawai toko roti kuno Tan De Bakker. Biang roti
yang dibuat puluhan tahun lalu oleh Laksmi, nenek Tansen yang menikah dengan
pria keturunan tionghoa bernama Tan. Gara-gara Madre, Tansen akhirnya menemukan
tempatnya berpijak. Ia tak lagi menjadi jiwa bebas yang takut komitmen. Madre
juga menjadi perekat hubungan Tansen dengan pegawai Tan de Bakker dan juga
dengan Mei. Dari sini dapat ditarik sebuah pelajaran, jika manusia seringkali
memanusiakan benda mati yang amat disayanginya, seperti seorang anak kecil yang
sangat mencintai bonekanya.
Cinta pada wujud nyata berikutnya
adalah bentuk cinta yang secara lahiriah normal muncul di dunia, yaitu rasa
cinta terhadap sesama. Pada sebuah cerita mini berjudul Rimba Amniotik, Dee membuat cerita secara monolog tentang janin
yang dikandungnya. Janin yang belum terlahir itu telah mewujud nyata dalam
rahim Dee, beserta sebuket renungan yang mengharukan bagi para perempuan
sekaligus ibu. Dari cerita tersebut, Dee menyebutkan jika sang janinlah yang
telah mengandung dirinya. Ketika seorang perempuan sedang mengandung, maka
janin yang terus bertumbuh dalam rahim akan menjadi pusat kehidupannya. Apa
yang ia makan, ia hirup dan ia rasakan hanyalah untuk memperjuangkan
keberlangsungan kehidupan janinnya. Renungan ini menjadikan perempuan untuk
semakin mencintai buah hatinya. Kehamilan adalah proses pertumbuhan dua orang.
Yang pertama adalah satu orang manusia baru dan satu lagi adalah seorang ibu.
Cerpen yang berjudul Menunggu Layang-Layang adalah bentuk
kisah cinta romantis tanpa harus menggunakan kaliamt romantis, efeknya ternyata
tetaplah dramatis. Hubungan antara dua orang sahabat beda kepribadian bernama
Christian dan Starla dikisahkan dalam dialog-dialog cerdas dan menyentil.
Christian yang setia menjadi tempat sampah curhatan Starla tentang kisah-kisah
cintanya, akhirnya harus menyerah kalah. Cerpen ini menyindir diri kita yang
mungkin sering takut tersakiti oleh cinta, walau mengetahui jika cinta adalah
virus laten yang tak bisa kita hindari. Manusia membutuhkan hubungan cinta
dalam bentuk nyata, bukan hanya sekedar konsep. Starla pun menjadi potret
menarik para petualang cinta yang akhirnya takluk pada sebuah kesederhanaan dan
ketulusan. Bahwasanya cinta sejati tidak perlu dicari, cinta sejati akan
menghampiri ketika waktu telah memberi jalannya sendiri.
Cinta dalam bentuk abstrak adalah cinta
dengan objek yang tak bisa terdefinisikan. Rasa cinta terhadap diri sendiri,
Tuhan, dan tanah air adalah contoh cinta dalam bentuk abstrak. Puisi karya dee
yang berjudul Tanyaku Pada Bambu, adalah sebuah pemikiran Dee tentang siklus
kehidupan dan kematian. Dee menyamakan siklus kelahiran, hidup dan mati dengan
cuplikan pertumbuhan dan gugurnya bambu. Dibutuhkan rasa cinta yang besar untuk
dapat memahami diri sendiri, dan Dee menunjukkan rasa cinta pada dirinya dengan
cukup bijak. Cerpen mini Semangkuk Acar untuk Cinta dan Tuhan juga menunjukkan
gambaran kasih sayang Dee terhadap Sang Pencipta. Nikmati saja analogi cerdas
Dee yang menghubungkan definisi cinta dengan definisi Tuhan melalui kupasan
bawang yang membuat perih mata.
Namun, kepiawaian Dee terkadang
memiliki titik lemah juga. Saya menemukan
ketidakkonsistenan penggunaan kata ganti pada cerpen Menunggu
Layang-Layang. Entah apakah karena terlalu bersemangat menyelesaikan cerita
atau memang disengaja, kata ganti yang digunakan dalam dialog tokoh Starla
terkesan tidak konsisten. Ada beberapa dialog yang terjadi antara Starla dan
Chris, Starla terkadang menggunakan kata ganti ‘saya’ terkadang menggunakan
kata ganti ‘aku’.
Secara keseluruhan, buku ini
menunjukkan proses pendewasaan Dee. Renungan dan pertanyaan terkadang tidak
mmebutuhkan jawaban konkret. Inilah kenyataan hidup. Susunan pertanyaan itulah
yang membuat manusia terus berpikir. Jika Dee membawa tema cinta dalam
perjalanannya menemukan makna kehidupan, bagaimana dengan anda?
3 komentar
bukunya bagus nih :D
saya membaca buku dee membutuhkan waktu berpikir. Untuk buku yang ini, saya malah belum sempat membacanya. Terima kasih atas resensinya
Karya Dewi Lestari sudah tidak perlu diragukan lagi.
Posting Komentar