A’YAT KHALILI: Dari Karya, Prestasi dan Perjalanan



Adalah A’yat Khalili, salah seorang penulis kreatif yang lahir di Kampung Telenteyan, Desa Longos, Gapura, 10 Juli 1990. Dalam hal ini secara khusus akan dibahas siapa sosoknya, pengalaman dan kerja kreatifnya dalam dunia tulis-menulis. Sebagai pribadi yang lebih banyak muncul di berbagai kompetisi, event, media dan pertemuan-pertemuan nasional dan mancanegara di berbagai kota sampai luar negeri, tentu pembahasan ini bisa menjadi semacam deskripsi sederhana. Melihat aktivitas hidupnya sebagai anak kampung yang telah berkeliling tanah air hingga ke mancanegara dengan hobinya dalam berkarya., ketekunan dan produktifitas dalam menulis telah mengantarkan sosok anak kampung ini mengenal dunia yang luas dengan berbagai produktifitasnya.

Pada Maret 2014 silam, ia diundang ke mancanegara, mulai dari Malacca, Ipoh, Perak dan Kuala Lumpur, untuk menghadiri berbagai acara, seminar dan menjadi pemerhati Baca Karya Dunia di Dewan Bahasa & Pustaka Kuala Lumpur, juga penghargaan Anugerah Puisi Dunia NUMERA 2014 yang diterimanya atas terpilihnya tulisan “Selendang Semesta” sebagai hasil releksinya mengenai penari yang mengenalkan tarian Nusantara ke dunia internasional, bernama Rosa Chan. A’yat terpilih sebagai penerima penghargaan itu dengan 15 penulis lain. Dalam penyampaiannya, ia mengungkapkan keterkejutannya menerima penghargaan yang diberikan kepadanya. Kesempatan itu juga adalah momen keduanya untuk sampai ke Negeri Upin Ipin, setelah undangan Sampena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara pada tahun 2011 silam.
***
Sebenarnya menerima penghargaan sudah biasa, karena sejak menjadi pelajar ia memang sudah mempunyai hobi berkarya dan menulis, bahkan sejak kelas Madrasah Aliyah di Annuqayah, sudah terpilih menjadi juara dari 1.700-an peserta untuk menerima penghargaan Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional Jakarta (Depdiknas, 2006) dalam rangka menyemarakkan Bulan Bahasa & Sastra 2006, sekaligus Hari Sumpah Pemuda ke-68. Hari itu, baginya menjadi hari yang paling membahagiakan dalam hidup, bagaimana tidak, bagi seorang anak kampung yang baru duduk di bangku kelas 1 MA dan belum pernah melihat dunia luas, atau tepatnya belum pernah sekali pun keluar kota dan provinsi sendiri, tentu momen itu menjadi hari pertama yang paling mengesankan, bisa mengunjungi ibu kota negara dengan prestasi dan bertemu orang-orang yang selama itu hanya ia kenal melalui tulisan dan namanya saja.



Pengalaman itu berbeda dengan pengalaman seseorang yang pergi tamasya, tour, travelling, atau silaturrahmi ke suatu daerah tertentu. Kebahagiaan mendapat penghargaan dan apresiasi membuat inti dasar kemanusiaan menjadi bangkit dan bergolak. Seorang anak yang belajar dengan malas, kalau sering diperhatikan apalagi diberi sesuatu, semangat dan kerajinannya pasti lebih bertambah. Seorang tukang kerja bangunan, kuli, buruh atau siapa pun, jika upah atau gajinya ditambah, akan lebih berapi-api dalam bekerja. Dan ia yakin, bahwa pemberian motivasi yang paling baik bagi orang lain adalah dengan perhatian, pengertian atau apresiasi terhadapnya. Begitu juga untuknya, itu mungkin adalah buah dari ketekunan menjaga hobi menulis dan berkarya.

Sebulan kemudian dari penghargaan itu, ia mendapat penghargaan dari Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT), Desember  2006. Dalam undangan yang sama di Surabaya, ia diberi kesempatan untuk bertemu dan berkenalan dengan teman-teman dari Gersik, Kediri, Bojonegoro dan Surabaya. Pertemuan dengan banyak teman dari luar daerah menjadi kesenangan tersendiri baginya. Bisa belajar bersama dan menambah komunikasi, mempunyai banyak kenalan dan jaringan. Dan ia yakin sejak saat itu, bahwa menulis akan mengantarkannya mempelajari banyak hal, bertemu banyak hal, termasuk budaya, pengetahuan, adat, perilaku dan bahasa-bahasa yang unik dari daerah lain, yang tidak akan ia dapatkan di daerahnya sendiri. Dari berbagai pertemuan demi pertemuan itulah ia melihat dunia menjadi lebih luas. Dimana-mana seperti mempunyai teman untuk komunikasi dan belajar.

Sampai pada penghargaan Dunia NUMERA, itu semua karena informasi dan komunikasi. Jauh sebelum penerimaan karya untuk Anugerah Numera 2014 ini, seorang wartawan senior di Sabah, mengiriminya pesan untuk mengikuti dan mengirimkan karya rekomendasi ke penghargaan itu. Sampai tak terduga ternyata lolos. Dan tanggal, 20-25 Maret 2014, diundang ke Malaysia untuk menerima penghargaan dan mengikuti berbagai acara Baca Karya Dunia.

Yang terpenting baginya dalam penghargaan dan acara, adalah bertemunya dengan orang-orang dari luar yang sebelumnya hanya tahu nama dan karya. Diskusi dengan mereka seperti memberikan berbagai pengalaman baru, dari cara berbahasa, adat, budaya dan kebiasaan hidup yang berbeda menjadi pelajaran. Selebihnya adalah terus berusaha dan tertantang untuk bangkit dan terus belajar lebih tekun, tidak hanya menulis, tapi juga belajar banyak bahasa di dunia, menurutnya. Berkenalan dengan orang asing baginya, juga salah satu cara memamfaatkan kesempatan itu dengan sering-sering komunikasi dengan mereka.

Mulai sharing pengalaman tulis-menulis, aktivitas hidup, pekerjaan, hobi, impian sampai kepada bahasa. Inilah yang ia katakan, menulis mengantarkan belajar banyak hal, “tidak mungkin kita mengenalkan karya kepada orang di luar sana tanpa tahu bahasa mereka, bukan? So, gunakan relasi sebagai pemantiknya”. Nah, dari pertemuan dan pengalaman bertemu dengan orang-orang berbeda itulah kadangkala sadar dan menyadari, bahwa diluar sana ada orang yang “mungkin” punya tekad dan minat yang sama. Untuk mendukung komunikasi, selalu mengikuti aktivitas Nano World Indonesia (NWI), PPI Oxford, PPE Society dan beberapa group lain yang menghubungkan kepada dunia luar untuk berkenalan dan bertukar pengalaman sampai kepada soal kuliah dan beasiswa.

Dari berbagai gerilya tersebut, jika dihitung, barangkali sudah puluhan karyanya terbit dalam buku bersama. Masing-masing memberikan kesan dan kebahagiaan, yang paling berkesan adalah buku “Sebab Akulah Kata,” Buku pemenang Lomba Menulis Puisi Tingkat SMA/Sederajat Jawa Timur 2007 ini, adalah buku pertama yang  menerbitkan tulisannya yang menjadi juara 1 ketika masih duduk di bangku kelas 1 MA.  “Kaliopak Menari,” Buku rampai cerita selama mengikuti acara Liburan Sastra Pesantren (Berlibur, Berkarya, Bersastra) dari Penerbit Matapena di Kaliopak, Bantul, Jogja, 26-28/08/2008. “Pukau Kampung Semaka,” hasil seleksi Anugerah Batu Bedil Award 2010 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Tanggamus, Lampung, buku pertamanya berkumpul dengan penulis senior Indonesia, begitu juga dalam buku “Puisi Menolak Lupa,” ia bertemu teman-teman mahasiswa dari berbagai kota yang kelak menjadi sahabat inspiratif baginya. “Indonesia Hari Esok,”buku esai pertamanya yang mendapat penghargaan STAIN Purwokerto (sekarang IAIN) 2012. Tulisan dalam buku “Ibu Nusantara, Ayah Semesta” yang dipilih Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif dan NulisBuku.com sebagai karya terbaik tahun 2012, dan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama dan memperoleh rating terfavorit dari goodreaders bidang fiksi. Terus “Cinta Pertama (sahabatkata, Jakarta, 2010)”, kumpulan tulisan cerpen pertama. “Sinar Siddiq (Malaysia, 2012)”, buku kumpulan karya pertama antar penulis manca negara. Ada “Narasi Tembuni (KSI, Jakarta, 2012), “Pancasila, Globabalisasi dan Budaya Virtual (obsesipress, 2014),” dan masih banyak lagi.

Pada tahun 2010 ke atas, ia juga banyak menulis cerita dan esai, baik untuk buku dan event, beberapa juga di media. Untuk tahun 2006-2009, itu masa gila-gilaan menulis puisi dan membombardir media dan lomba. Hasilnya adalah semangat semakin bergolak. Dan penghargaan-penghargaan yang ia terima pun jika dihitung dari yang biasa ke bergengsi sejak 2006-2014, juga sudah berpuluh-puluh, hanya saja sebagian yang diingat, misalnya: Penghargaan Pusat Bahasa Depdiknas Jakarta, November 2006, Penghargaan Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) 2006, Anugerah Piala Walikota Surabaya 2007, Penghargaan STAIN Purwokerto (berturut-turut 4 kali selama 2010, 2012, 2013, 2014), Penghargaan FLP-Kazi Depok 2011,  Penghargaan Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif dan NulisBuku.com 2012, Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia 2013, Penghargaan Piala Mahfudz MD-Lakpesdam NU dan Harian Bangsa 2014, Penghargaan Kampanye Sastra ITB 2014, dan Anugerah Asia-NUMERA Kuala Lumpur 2014, dan maih banyak lagi yang tidak disebutkan.

Berkat dari tulis-menulis itu ia bisa berkeliling dan menghadiri berbagai acara, seminar, diskusi, workshop, dan undangan-undangan lain. Dari pekerjaan sederhana itu, ia menyampaikan bahwa dengan hasil pengalaman yang ia terima itu, bahwa satu-satunya cara untuk menghargai hobi dan impian adalah dengan mempelajari, menekuni keinginan dan membangkitkannya untuk menargetkan pencapaian –“bahwa itu pula yang benar-benar kita inginkan, tidak hanya ada dalam kepala, ada dalam andai atau sekedar merasa cukup biasa saja. Sebab, dunia tidak sesederhana apa yang kita lihat, semuanya butuh dipilih. Katakan tidak, pada apa yang menjadikanmu terbatas belajar, mungkin begitulah caranya kita memulai proses untuk bangkit dan menggebrak diri sendiri. Jadikan semua tempat dan waktu untuk belajar. Selagi itu baik dan mengarah kepada jalan yang lurus, janganlah merasa terbatas untuk belajar kepada siapa pun, kecuali anda adalah orang yang merasa pintar, sehingga semesta yang luas ini menjadi sempit. Jika anda adalah orang pintar hari ini, suatu saat mungkin tidak lagi, karena dunia terus berkembang dan maju, kecuali jika anda mampu menggunakan waktu dan kesempatan sebaik mungkin. Semua orang di dunia tidak mampu melakukan sesuatu yang sempurna, tapi setiap orang diberi kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang terbaik dalam hidupnya” demikian pesannya dalam suatu interview. 

Ketika mulai menemukan langkah dan suasana baru tersebut, mulai mengalami satu per satu semua hal di atas, pada dasarnya A’yat masih mengarung diri di sebuah lembaga yang amat sangat ia cinta dan banggakan saat itu. Lembaga yang menjadi pembentuk karakter, ilmu, pengetahuan, kedisiplinan, kerapian, semangat, percaya diri, maju, kreatif, produktif, mandiri dan penuh tatakrama dalam hidup. Tempat diajarkan berbagai ilmu dan pengetahuan. Doa, ikhtiar, motivasi dan inspirasi yang diberikan menjadi aliran darah dan jiwa yang penuh pengabdian. Tak ada kalimat yang cukup pada otak untuk menceritakan semua pengalaman yang ia terima. Kecuali pengabdian tiada henti bagi dua lembaga hidupnya saat masih masa-masa belajar di PP. Mathali’ul Anwar, Pangarangan-Sumenep (2004-2006) dan PP. Annuqayah, Guluk-Guluk (2006-2014).


Tidak ada komentar