Keegoisan Seorang Pria dan Harga Diri Wanita




Suatu sore, saya terlibat pembicaraan serius dengan seorang kawan dekat laki-laki. Pembicaraan tersebut cukup menggelitik saya untuk menuliskannya kembali. Waktu itu kami berbincang di sebuah tempat nongkrong yang ada di pinggiran jalan. Tiba-tiba saja muncul pemikiran nyeleneh yang membuat saya bertanya pada teman saya itu.

“Semua cowok itu egois ya.” Kata saya dengan nada serius
“Nggak semua dong. Jangan disamaratakan begitu. Gini-gini  aku juga bukan cowok playboy, kan kamu udah tahu sendiri?” teman saya rupanya merasa tidak terima. Lalu saya melontarkan pernyataan lagi yang membuatnya berpikir.
“Kalau begitu, misalnya cewekmu yang sekarang itu udah dijamah sama pacar sebelumnya emang kamu terima gitu aja?”
“Ya nggak dong, aku harus dapet lebih, aku nggak mau disamain sama cowok sebelumnya.”
“Wah itu egois dong. Kalau begitu, misalnya kalau kamu menjadi yang pertama kamu merasa tidak apa-apa? Egois itu namanya.” Saya menembak langsung pada inti persoalan. Saya tahu teman saya ini bukan tipe cowok playboy, tapi ternyata pemikirannya juga hampir sama dengan yang lain. Teman saya langsung terdiam dan berpikir ,”Oya juga ya. Tapi kan sudah seharusnya seorang cewek bisa jaga harga dirinya baik-baik kan?”

Dari pembicaraan singkat tersebut saya merumuskan beberapa hal yang membentuk ‘keegoisan’ para pria. Pria sendiri pemikirannya terbentuk menjadi ‘egois’ karena bentukan budaya dan nilai-nilai yang ada di masyarakat, jadi tidak bisa sepenuhnya disalahkan.

·         Budaya patrilineal
Ketika seorang wanita menikah, biasanya terjadi perubahan pada nama panggilannya. Kalau nama aslinya Wati, dia bisa dipanggil Bu Bambang karena suaminya bernama Bambang. Tidak ada bukan, seorang pria yang dipanggil Pak Wati? Dari contoh kecil itu dapat disimpulkan bahwa negara kita memiliki budaya patrilineal yang kuat. Seseorang dilihat dari garis keturunan ayah dan anak laki-laki dianggap sebagai penguat keluarga. Memang tidak salah, karena pria ditakdirkan untuk menjadi pemimpin dan imam bagi keluarganya, tapi terkadang budaya patrilineal ini seolah sedikit mengaburkan fungsi penting seorang Ibu dalam keluarga. Ibu hanya dianggap sebagai konco wingking atau berkawan dengan ‘urusan belakang’ yang berhubungan dengan kasur, dapur dan sumur .

·         Fenomena kesucian wanita
Nilai dan norma yang ada dalam masyarakat Indonesia menuntut seorang wanita harus menjaga kesuciannya sampai menikah. Hal ini memang sangat mutlak untuk dijaga, tapi bagaimana dengan pria? Apakah seorang pria tidak dituntut kesuciannya sebelum menikah? Sebuah pertanyaan besar sering menggelitik pemikiran saya.

·         Wanita itu racun dunia
Anda pasti tahu dengan salah satu judul lagu yang sempat populer di Indonesia yaitu “Racun Dunia”. Dalam lirik lagu itu disebutkan bahwa wanita adalah racun dunia yang mempu menghilangkan akal sehat para pria. Mungkin anggapan itu tidak sepenuhnya salah, lihat saja kasus Fathanah yang terlibat masalah korupsi impor daging sapi ternyata membagi uangnya pada banyak wanita sebagai imbalan, atau kasus pesohor Ahmad Dhani yang menurut gosip bercerai dengan istri pertamanya Maia Esthianti karena adanya wanita kedua, tentu menunjukkan betapa wanita memang pantas disebut racun. Tetapi coba bayangkan bagaimana perasaan dari istri-istri sah dua orang tersebut yang suaminya diberitakan kecantol dengan wanita lain, apakah tidak pantas bila pria juga disebut ‘racun’?

Lalu apa yang seharusnya dilakukan oleh wanita? Apakah kita hanya duduk diam saja dan pasrah dengan bentuk ‘keegoisan’ para pria? Atau menjadi wanita yang acuh dan tidak peduli dengan pria? Eits, tunggu dulu, jangan sampai muncul pemikiran untuk menjadi wanita single seumur hidup hanya karena takut kepada pria. Mungkin anda bisa merenungi beberapa hal seperti di bawah ini,

·    Jadilah wanita modern dengan campuran sifat lelaki. Yang saya maksud di sini bukan berarti wanita harus mengubah gaya penampilannya, tapi setidaknya tumbuhkan sedikit sifat pria dalam pemikiran kita. Pemikiran itu adalah dahulukan logika jangan terlalu terbawa perasaan. Beranilah berbicara dan menjauh bila seorang pria sudah menyakiti baik secara verbal atau non-verbal. Bolehlah anda menangisi para pria, tapi jangan sampai anda menunjukkan kelemahan terbesar anda pada pria yang belum menjadi suami anda. Ayo tumbuhkan rasa percaya diri dan buat para pria berpikir dua kali untuk bertindak semena-mena pada wanita.

·         Tetap menjaga harta yang paling berharga adalah nilai terbesar seorang wanita. Hal ini mutlak bagi para pria. Ada pepatah yang mengatakan,”Wanita ingin menjadi yang terakhir bagi pria, dan pria lebih senang menjadi yang pertama bagi wanita” sepertinya memberikan sedikit gambaran mengenai cara panang pria dan wanita dalam sebuah hubungan. Hei ladies, jangan berikan harta berhargamu pada pria yang belum menikahimu, bagi para pria kalau mau menjadi yang pertama maka jangan sembarangan mempermainkan perasaan dan harga diri wanita. Masa pria ‘bekas’ nggak mau terima wanita ‘bekas’?

·         Jadilah wanita dengan hidup seimbang. Menurut saya seorang wanita keren adalah wanita yang dapat menyeimbangkan segala aspek dalam kehidupannya. Dalam karir, keluarga dan mengembangkan potensi diri seorang wanita tidak boleh berat sebelah. Jadilah istri yang menjadikan keluarga sebagai prioritas utama namun jangan sampai kalian kehilangan jati diri dan potensi pribadi sebagai seorang manusia. Selagi masih lajang, kembangkanlah berbagai potensi pribadi yang dapat menjadikan diri menjadi wanita cerdas dan mampu mendidik buah hati dengan baik.

Perempuan dan pria sudah memiliki porsi masing-masing. Seorang pria memang tetap menjadi pemimpin dalam rumah tangga, namun jangan mendiskreditkan peran perempuan yang sebenarnya sangat kompleks dan luar biasa. Bagi perempuan pun jangan lantas jumawa jika sudah memiliki potensi tertentu. Saling menghaargai jangan lagi mementingkan diri sendiri.

13 komentar

ali farhan mengatakan...

baik pria dan wanita punya ego masing2...pria dgn budaya patrinieal yg membentuknya,,dan wanita dgn segala asumsi tanpa dasarnya... :)
Aku kurang setuju dgn wanita karir,,krn wanita karir: wanita yg berkarir, yg tujuannya ya pencapaian karir.. Keluarga?...entahlah,,bagaimana bisa wanita berada di luar rumah dan di dalam rumah sekaligus???.. :D ..80% yg membentuk seorang anak adl ibunya,,jadi kasihan kan kalau ibunya berkarir...ini bentuk egoisme yg lain loo :D

Reffi Dhinar mengatakan...

ya ini sih pendapatku aja. wanita karir yg tetap mengutamakan keluarga juga banyk contohnya yg sukses. seperti merry riana dan indari mastuti. mereka menjadi pengusaha dengan tetap menjaga kehangatan dlm keluarga dan anak-anak. karir bukan berarti egois, justru wanita2 hebat itu membuat usaha sendiri, menginspirasi banyak orang dgn mnjadi penulis dan motivator dan memiliki keluarga yg harmonis. semuanya sh tergantung pilihan masing2. baik yg memilih jd ibu rumah tangga atau sekaligus menjadi wanita berkarir. tak ada yg bisa menghalangi asal tetap sadar dgn kodrat diri :)

prediksi jitu : zies for you mengatakan...

ya. wanita memang kadang egois. kadang dia selalu diam untuk menang. karna laki2 kalah dengan sikap wanita. #kebanyakan ;) hehe

nbcdns mengatakan...

pria memang egois sis, jadi sabar-sabar aja ya

Reffi Dhinar mengatakan...

haha,,,,harus banyak sabaar

dudukpalingdepan mengatakan...

Tulisan yang bagus, Mba. Jadi ingat maraknya fenomena melabrak pelakor dan diupload ke medsos. Netixen berduyun-duyun memaki perempuan yang katanya "merebut" tapi melupakan laki-laki yang berkhianat.

Bang Day mengatakan...

Setuju mba. Pria wanita tidak sama tapi setara

Reffi Dhinar mengatakan...

Siip

Saifuddin Syadiri mengatakan...

Tulisannya bikin senyum2 mbak.....

Terutama yg ini, "masak pria bekas nggak mau pada wanita bekas?" Hehehe

Reffi Dhinar mengatakan...

Hehe karena yaa ego itu

ly mengatakan...

tulisannya menarik mba, betul harus saling menghargai potensi masing-masing.Pria harus kasih reason yang jelas kalo mau kritik wanita hehe

MJnep mengatakan...

Tidk akan ada yg namanya setara antara wanita dan laki2.. karna diciptakan berbeda. Bulan dan matahari tak akan pernah bisa disetarakan(analogi). Semua punya peran yang tidk lernah terpisahkan..

Reffi Dhinar mengatakan...

betool