Jujur Tidak Selalu Jadi Hancur


Rasulullah bersabda,”Tinggalkanlah urusan yang meragukanmu, lakukanlah suatu pekerjaan yang tak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran itu menyebabkan ketenangan sedangkan dusta menyebabkan kebimbangan (keraguan)” (HR. Turmudzi).

Banyak yang bilang kalau sesekali berbohong itu diperbolehkan asal demi kebaikan, makanya muncul istilah bohong putih atau bahasa bulenya white lie. Apakah hal itu diperbolehkan? Hmm, bohong tetap saja bohong, dan akan tetap menimbulkan masalah ketika kebohongan itu terbongkar.

Sebenarnya manusia itu diciptakan Allah SWT dengan program hati nurani, agar bisa memberikan alarm pada kita jika mulai melenceng di luar jalur-NYA.

Apa enaknya sih berbohong? Misal, ada yang mengatakan dengan berbohong maka sebuah hubungan akan teselamatkan atau terhindar dari amukan ortu, jadi apa iya itu demi kebenaran? Apa iya itu demi kebaikan? Bukannya demi keuntungan kita sendiri? Coba deh pikir ulang.

Dari hadist di atas, dijelaskan jika kita seharusnya melakukan sebuah pekerjaan yang tidak membuat kita ragu. Nah pada umumnya, orang-orang yang berbohong akan menimbulkan ragu dan bimbang di hatinya. Rasa bersalah itu pasti ada hanya berbeda takaran besarnya. Bahayanya, jika berbohong itu dijadikan kebiasaaan, maka dusta akan semakin besar, lidah kita pun akan semakin piawai memutarbalikkan fakta. Dan kita mulai terbiasa menjadi pendusta, ih ngeri!

Misalnya kita sudah terlanjur berdusta, lantas bagaimana cara memperbaikinya? Kalau nekat terus terang pasti takut makin hancur kepercayaan yang diberikan orang lain pada kita. Tetapi kalau berbohong terus, takutnya kita tidak bisa membedakan mana jujur mana yang bohong, semuanya mulai nge-blur.

Pilih saja untuk melakukan pengakuan pada pihak yang kita bohongi. Jelaskan alasan kita berbohong, kalau memang saat itu kita sangat terdesak atau khilaf. Mungkin yang kita bohongi akan kecewa berat dan membenci kita habis-habisan. Hubungan bisa rusak dan sulit diperbaiki. Inilah yang sering kita sebut kehancuran. Tapi, tidak ada yang tidak bisa diperbaiki selama ada niat benar-benar ingin memperbaiki sikap.
Setelah kita jujur, pasti hati akan terasa lebih plong. Kemudian, saatnya untuk terus meminta maaf dan memperbaiki hubungan. Jika kita sudah berusaha tapi orang-orang yang kita bohongi itu memilih untuk menjaga jarak, biarkan saja karena itu pilihan mereka. Inilah harga yang harus dibayar jika kita berbohong. Berdusta lebih lama, hanya mengulur waktu terbukanya dusta seperti bom waktu yang siap meledak.

Yang paling penting berikutnya adalah jujurlah pada diri sendiri. Seringkali kita berbohong agar diri kita diterima di sebuah kelompok pertemanan. Contohnya saja, kita nekat berbaur dengan teman-teman jetset yang harga pakaiannya sama dengan dua bulan bayar kos dan nongkrongnya sama dengan satu minggu biaya kita makan. Demi bisa bergabung, kita terpaksa berbohong, mengatakan berasal dari keluarga kaya misalnya padahal orang tua hanyalah pegawai pabrik biasa.
Hal seperti itu jauh lebih tidak bagus lagi. Bayangkan saja jika penyamaran kita terbongkar, apa yang akan kita alami. Tak hanya dijauhi, kita pasi akan jauh lebih dihina lagi. Pasti tidak nyaman jika kita berlaku tidak sesuai kepribadian sebenarnya. Niatnya mau gaul, eh malah dapat caci maki.

So, masih mau bilang lebih baik bohong daripada hancur? Rasa-rasanya paradigma itu harus mulai diubah. Jujur akan menyelamatkan lebih banyak hati dari kehancuran. Jujur lebih menguatkan kepercayaan. Karena kita tahu betapa sulitnya mengembalikan kepercayaan yang telah rusak, maka hargailah kejujuran. Dengarkan hati nurani lebih dalam lagi. Selamat belajar, teladani sifat Rasulullah yang selalu menjaga amanah hingga mendapat gelar Ulil Amri.

Tidak ada komentar