Pura-pura

Berpura-pura, kita adalah jawaranya. Menutupi depresi dengan senyuman, menahan diri agar tetap terlihat kuat, dan paling melelahkan adalah ketika menahan diri agar tidak limbung.

Namun akan ada satu atau dua orang, di antara banyak orang yang tertipu itu, yang bisa meraba kebohongan kita. Misalnya, aku yang mampu membaca mata lelahmu atau kamu yang sanggup menyentuh kebekuanku. Lucunya, kita bisa jujur tanpa memaksa.

Tak semua orang yang berkata peduli, tulus memperhatikan dari hati. Ada yang bertanya untuk kemudian menjadikan kita bahan gunjingan di belakang. Ada pula yang tampak khawatir, hanya untuk mencari keuntungan. Awalnya mungkin kita akan sempat tertipu, namun lambat laun kita akan mampu membedakan mana yang ikhlas dan mana yang imitasi.

Itulah mengapa kita jadi jago berpura-pura. Takut jika kelemahan kita jadi bahan hinaan. Tetapi, sesekali rehatlah sejenak. Lihat aku, kutatap mata lelahmu. Biar kita nilai, biar kita belajar mengurai. Tak perlu berpura-pura bila hati telah terikat rantai.

2 komentar

syauqiya mengatakan...

susahnya kalau harus menjawab orang yang bertanya karena ingin menggunjing memang ya

*salam kenal :)

Reffi Dhinar mengatakan...

salam kenal.... hehe