Di Tengah Hal Tercinta, Mati Pun Tidak Apa-apa

Malam ini saya menonton film yang dari judulnya saja sudah menggugah yaitu 'Everest'. Sebuah film yang menceritakan persaingan antara ambisi manusia dengan kegagahan alam puncak pegunungan tertinggi di dunia, Puncak Everest. Sebuah kesadaran muncul. Tokoh-tokoh yang ada di film tersebut adalah orang-orang yang pada tahun 1996 benar-benar melakukan perjalanan menuju puncak Everest. Beberapa selamat, dan tak sedikit yang mati beku di sana.


Sebuah ambisi, impian dan juga kepasrahan pada takdir Tuhan, membuat emosi saya ikut larut dalam film ini. Bagaimana mereka yang sejak awal begitu optimis menakklukan ketakutan mereka sendiri, serta harapan yang menyala meski harus berhadapan dengan ancaman kematian.

Kita pun punya mimpi, kita punya hal-hal yang kita cintai, namun sayangnya ada sebagian yang memilih tidak berjuang karena takut gagal. Contohnya saja, menulis.

Bagi sebagian orang, menulis adalah kegiatan buang-buang waktu yag tidak menghasilkan materi. Hanya penulis-penulis beruntung yang bisa mencapai puncak karir, dan beruntung menikmati hasil royalti mereka. Padahal pendapat itu sangat salah.

Yah, menulis memang tidak langsung memberikan hasil nyata berupa materi. Seperti para pendaki puncak Everest yang bahkan harus merogoh kocek dalam-dalam dnegan taruhan nyawa untuk mencapai cita-cita mereka, menulis juga merupkan kegiatan penuh perjudian. Namun, saya dan juga kawan-kawan yang mungkin sedang merintis mimpi mereka tahu, jika harus gagal atau 'mati' di tengah hal yang kami cintai, maka kami akan meninggalkan dunia dengan penuh kebanggaan.

Namun, meski kita hobi bermimpi, berpijak pada realita pun harus kita lakukan. Di tengah perjalanan mungkin kita akan kelelahan, maka sebaiknya beristirahatlah sejenak sebelum kemudian berjalan lagi. Contohnya saja, sebelum kegiatan menulis itu benar-benar bisa dijadikan sarana mencari nafkah, kita perlu memiliki pekerjaan lain. Hei, kita hidup di dunia dimana listrik harus dibayar, biaya pendidikan terus naik, dan jika sakit pun perlu membeli obat. Berjuang sekeras baja demi meraih mimpi, harus disertai strategi yang tepat, bukan hanya sekedar memejamkan mata seperti orang hendak bunuh diri.

Bermimpilah, bekerjalah, dan biarkan Tuhan memainkan peranNYA.




Tidak ada komentar