Leadership Perempuan


Tempo hari di salah satu grup WA yang saya ikuti, dibahas tentang leadership perempuan. Arti leadership sendiri yang berarti kepemimpinan, memberikan konotasi tentang ujung tombak sebuah organisasi atau perkumpulan yang dikepalai seorang perempuan. Namun, yang muncul di kepala saya sedikit berbeda. Bagi saya, perempuan yang memiliki leadership  bagus adalah perempuan yang bisa menjadi wakil suami untuk mendidik anak-anaknya dan siap mendukung di garis terdepan jika suami membutuhkan.

Saya akui, seorang perempuan yang berhasil memegang tanggung jawab di sebuah organisasi perusahaan atau badan tertentu dengan baik, tentu memiliki nilai plus tersendiri. Akan tetapi, di balik itu saya akan menilik tentang keharmonisan dalam keluarganya. Menurut saya, tolok ukur keberhasilan seorang pemimpin perempuan ialah sukses menyeimbangkan urusan di luar keluarganya dengan kebutuhan keluarganya sendiri. Meskipun di luar, seorang perempuan itu bisa jadi sangat sukses daam memimpin sesuatu, jika keluarganya terlantarkan, saya rasa itu bukanlah keberhasilan yang absolut.



 Lantas, jika keluarga menjadi yang utama, apakah perempuan hanya boleh bergerak dan tumbuh dalam ruang lingkup ‘rumah’ saja? Tidak. Perempuan masa kini harus mengasah keterampilan dan juga mau terus belajar. Pendidikan harus dinomorsatukan. Saat masih single, asah kemampuan terus-menerus dan kejar impian mencapai pendidikan tertinggi, semampu kita. Setelah berhasil, silakan untuk memilih berkarir atau berwirausaha. Ketika sampai pada satu titik, kita dipertemukan dengan pria belahan jiwa, mulailah untuk menekan ego yang liar berkeliaran. Pendidikan tinggi dan ilmu yang kita punya, bukanlah untuk menyombongan diri atau sekedar gaya-gayaan. Yang berhak mendapatkan manfaat dari ilmu kita adalah anak-anak. Jika  suami mengizinkan untuk berkarir, jangan sia-siakan kepercayaan tersebut. Sebisa mungkin kontrol tumbuh kembang anak dan jangan lepaskan kepercayaan begitu saja pada pengasuh. 

Bukankah sangat menyedihkan, bila melihat anak-anak kita akan lebih lengket dan manja dengan pengasuhnya, tetapi menganggap ibunya seperti orang asing?

Akan sangat berat memang untuk melepaskan semua capaian kita demi keluarga. Namun keluarga adalah rumah kita. Jika rumah itu tidak dijaga dengan baik, apakah masih ada rasa nyaman untuk kembali pulang?  Mengajarkan anak-anak bagaimana bersikap sopan pada orang lain, mencintai buku, mempelajari hal-hal baru bersama adalah momen-momen yang bisa mendekatkan antara orang tua dengan anak. Saya memeperolehnya dari Mama.

 Meskipun seorang ibu rumah tangga full time, Mama saya terus memperkaya diri dengan membaca dan bertanya pada ahlinya tentang mengasuh dan merawat anak. Sejak saya dan adik masih dalam kandungan, Mama akan berusaha memberikan gizi terbaik. Setelah lahir dan tumbuh pun, Mama adalah orang pertama yang membantu saya belajar mencintai buku serta mengajarkan saya untuk tekun belajar. Ketika diperlukan, Mama juga akan berani maju sendirian untuk mengatasi masalah yang ada sementara Papa fokus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan keluarga. Orang tua saya adalah contoh sinergi yang bagus dalam sebuah keluarga. Papa tetap sebagai pemimpin, dan Mama bisa bertugas menjadi pengasuh, pengayom, pendidik dan bisa menggantikan sementara di saat Papa sibuk.

Apapun yang anda pilih nantinya, selalu pikirkan dengan baik sisi positif serta negatif yang akan terjadi. Memiliki keluarga tak akan menghambat langkah kita untuk bermimpi. Justru bersama keluarga, mimpi yang kita raih akan lebih bermakna jika kebahagiaannya bisa dirasakan bersama. 




3 komentar

dedaunan hijau mengatakan...

setuju mbak, ibu jadi figur contoh anak-anaknya kelak
template blognya baru mb, lebih cakep

Reffi Dhinar mengatakan...

be a wonderwoman :)

zataligouw mengatakan...

setujuuu banget! ibu adalah pengajar bagi anak2nya, semakin tinggi pendidikannya semakin baik untuk anak dan keluarga :)