sumber : goodreads |
Judul
Buku : Jodoh
Penulis
: Fahd Pahdepie
Jumlah
Halaman : 245 halaman
Tahun
Terbit : Cetakan kedua, Desember 2015
ISBN
: 978-602-291-118-0
Penerbit
: Bentang Pustaka
Orang bilang, jodoh itu ada di tangan Tuhan. Sebagian lagi
berkata kalau jodoh itu di tangan Tuhan sampai manusia bergerak untuk
mengambilnya dengan usaha juga doa. Mana yang benar? Usaha lalu menunggu, atau
menunggu dahulu baru berusaha? Kalau memang kita diciptakan Tuhan
berpasang-pasang, bukankah cukup duduk menunggu sembari mengenal banyak orang
tanpa perlu repot-repot patah hati maka belahan jiwa akan ditemukan? Novel
karya Fahd Pahdepie ini mengulik salah satu pertanyaan besar manusia lewat
kisah cinta Keara dan Sena.
Kisah cinta antara Sena dan Keara ini ditulis dari sudut
pandang Sena. Laki-laki yang sudah jatuh hati sejak awal masuk sekolah dasar
pada Keara ini, menuliskan perkembangan sebuah perasaan secara halus, santun
dan juga menyentuh. Sentuhan yang diberikan mungkin akan membuat pembaca
bernosatalgia kembali ke masa kanak-kanak, remaja lalu dewasa. Zaman cinta
monyet dulu, kita akan senang jika bisa dijodoh-jodohkan dengan orang yang kita
taksir. Olok-olokan masa kecil oleh teman-teman ditanggapi dengan pura-pura
sewot padahal hati ini riang gembira tiap namanya disebut. Sena kecil berusaha
menutupi perasaannya yang meluap-luap dan hanya berani mengelus dada ketika
Keara mulai bergerak menjauhi akibat olok-olokan temannya.
Sena meyakini jika Keara hanya untuknya dan dirinya berjodoh
dengan Keara, semenjak mereka bisa bersekolah lagi di satu pondok pesantren
yang sama. Di sinilah konflik sesungguhnya baru dimulai. Di tengah aturan ketat
pondok dan ajaran-ajaran agama Islam yang mengatur hubungan antara perempuan
dan laki-laki, justru cinta Keara dan Sena semakin menguat. Benar kata orang,
jika jarangnya pertemuan akan membuktikan kuatnya perasaan. Sulitnya
berkomunikasi malah memupuk rindu Sena dan Keara. Pertemuan diam-diam dan
surat-surat rahasia membuat kedua pasangan itu dihukum oleh pembina pondok
pesantren.
Gaya bahasa novel ini begitu puitis namun tidak
mendayu-dayu. Kutipan-kutipan puisi Sapardi Joko Damono menghiasi tiap bab,
menunjukkan pengaruh Sapardi pada pilihan diksi penulis. Sederhana, mudah
dimengerti namun tetap membuat pembaca berpikir serta melakukan kontemplasi. Cinta
seringkali mengaburkan batas antara benar dan salah. Seseorang bisa nekat
melanggar batasan karena cinta sudah menggelapkan akal pikiran.
Semakin bertambah
usia, Sena tahu walaupun ia tak pernah melanggar batas, namun perasaan yang
diliarkan terlalu dalam lama-lama pasti akan mengundang bujuk rayu setan. Maka
dimulailah sebuah babak baru, Sena memilih untuk melemparkan jarak pada Keara
dengan belajar di luar kota tanpa pernah memberi kabar. Sementara Sena tahu
jika Keara sedang berjuang menghadapi penyakit langka yang bersiap mengambil
nyawanya sewaktu-waktu.
Apakah benar jodoh itu ditunggu? Apakah Keara dan Sena akan benar-benar berjodoh?Keara dan Sena memilih
untuk mencoba segala kemungkinan. Mereka memperjuangkan keinginan dan menunggu
jawaban takdir. Buku ini layak dibaca untuk anda yang sedang jatuh cinta atau
buat anda yang sedang sendiri namun butuh sedikit jawaban tentang konsep jodoh.
Selamat membaca.
Tidak ada komentar
Posting Komentar