Demi Buku Kami Nyasar Lagi (Trip KL Day 2)




Hari kedua perjalanan di Kuala Lumpur berlanjut dengan lebih happy. Setelah puas makan jajanan di Jalan Alor  sampai pulang ke hotel jam 1 pagi, saya dan Lita bangun dan mencari sarapan pada jam 6 pagi. Cuaca sudah sangat cerah namun kendaraan masih belum terlalu padat. Sewaktu kami ke sana, saya rasa cuacanya tidak sepanas di Surabaya. Apa lagi di ponsel menunjukkan jika suhu udara saat pukul 9 pagi berada di kisaran 27 derajat. Oh my God, pantas saja kepala saya seperti terpanggang tiap kali ada kegiatan di Surabaya. 36 derajat celcius itu bukan panas kaleng-kaleng.

Lita sempat mengajak saya jalan kaki menuju KLCC Park, tempat pertama yang akan kami datangi pagi ini. Di sana ada beberapa makanan yang bisa dicoba. Masalahnya, perut saya ini sudah memiliki jadwal sendiri. Makan itu lebih penting dibandingkan belanja, itu prinsip saya selama ini, hahaha. Jadi kami putuskan untuk mencari sarapan di kawasan Jalan Imbi yang berjarak sekitar enam menit jalan kaki dari hotel. Eh banyak burung gagak beterbangan di Jalan Imbi lho.
(Baca Juga: KL Trip Day 1)

Sarapan kali ini kami putuskan makan di restoran bernama Sun Fong Bak Kut Teh. Tempatnya bersih dan reviewnya cukup bagus di Google. Untuk menghemat uang ringgit, saya yang akan membayar sarapan dengan kartu debit. Karena masih baru buka, menunya pun terbatas. Karena ingin makan yang hangat-hangat, saya dan Lita memilih sepanci sup jamur sehat dan juga sepiring tofu. Makanan lainnya mengandung daging, ya saya paling tidak bisa makan daging berkuah kecuali bakso.


Sarapan

Rasa masakannya enak dan membuat hangat di perut. Sebagai penyuka masakan cina (betewe, kayanya saya bisa makan apa saja kecuali daging-dagingan, hehehe), sup jamurnya memiliki tekstur asli yang kenyal juga ada semacam rasa rempah-rempah di mulut. Tidak pedas tetapi pas.

Setelah kenyang, saya siap-siap membayar. Kebodohan pertama terjadi. Dompet saya ketinggalan di hotel. Jelas panik dong, masa makan di negara orang lupa bayar? Untungnya Lita membawa kartu debitnya dan menyelamatkan muka kami. 

“Makanya dari sebelum kita berangkat, aku ingetin kamu bolak-balik buat bawa paspor, dompet, de el el,” omel Lita yang meskipun sudah berteman dengan saya belasan tahun sejak SMU masih heran dengan kepikunan saya. “Kamu itu pintar, bisa inget isi buku sama pelajaran, kok bisanya lupa hal-hal sepele?”

LOL, ya mungkin otak saya ini kepenuhan jadi sistem daya ingat jangka pendeknya terbatas. Perjalanan pun dilanjutkan ke KLCC Park. Kami naik taksi Grab karena perut kekenyangan. Setelah duduk di dalam taksi, ternyata jarak ke KLCC Park sekitar 20 menit. Untung kami tidak jadi jalan kaki sebelum sarapan, bisa-bisa di tengah perjalanan saya berubah emosi seperti Hulk karena kelaparan.



KLCC Park, Spot Wajib Berfoto dengan Petronas

Menjejakkan kaki di KLCC Park langsung memancing kekaguman saya. Selain tamannya yang luas dan bersih, orang-orang bebas lari pagi bersama kawan-kawannya atau lari sendirian. Tidak ada pedagang kaki lima di dekat taman. Memang saya dan Lita datang di hari Minggu pagi, jadi lumayan deh sambil sekalian cuci mata melihat bule-bule ganteng sedang berolahraga.




Selain penataan yang rapi, dari sisi informasi untuk pengunjung pun KLCC Park memberikan informasi yang lengkap. Ada papan berisikan peta lokasi dan nama-nama spot yang ada di taman.  Untuk mendapat spot foto terbaik bersama Menara Petronas yang menjadi ikon Kuala lumpur, maka di KLCC Park inilah yang paling oke. Masuk ke tamannya gratis plus bisa menghirup udara bersih. Saya juga sempat merekam podcast dengan Lita, mengisi konten itu wajib meski sedang berlibur.


Asyiknya Menjelajah Bangunan Bersejarah di Dataran Merdeka

Tujuan berikutnya tentu saja Dataran Merdeka dong. Sejak sebelum berangkat ke Kuala lumpur, saya kesengsem sama tempat ini.  Di tiap perjalanan, tentu saja saya harus mampir ke sebuah situs bersejarah entah itu candi, museum atau ke bangunan historis seperti yang ada di Dataran Merdeka. Dan piranti wajib yang harus kita bawa saat ke sana adalah topi atau payung, kacamata hitam, serta jangan lupa sunscreen pada tubuh yang terpapar panas matahari. Dataran Merdeka sangatlah panas. (Baca Juga: Candi Cetho, Cagar Budaya Indonesia Penuh Pesona)

Di kawasan ini berdiri beberapa bangunan bergaya Eropa karena di abad ke-19 digunakan sebagai pusat pemerintahan Inggris pada masanya. Yang menjadi ikon tentu saja bangunan yang paling besar yaitu Istana Abdul Samad. Dulunya istana ini dikenal dengan sebutan New Government Offices. Bangunan didirikan untuk menjadi kantor peerintahan Britania di Selangor setelah sebelumnya dipusatkan di Klang.

Gedung Istana Abdul Samad

Pembangunan Istana Abdul Samad dimulai pada tahu 1893, namun pada tahun 1974 pusat pemerintahan  Selangor dipindahkan di Shah Alam. Gedung  ini pun berubah nama menjadi Gedung Sultan Abdul Samad, sesuai nama Sultan Selangor yang menjabat di masa bangunan ini didirikan. Karena komplek pemerintahan, maka bangunannya tidak hanya satu. Kita bisa berkeliling menikmati cantiknya bangunan-bangunan lain yang berdiri di sampingnya.



Jalan-jalan di sini rasanya saya seperti sedang di zaman Eropa abad pertengahan. Apalagi tak lama kemudian lewatlah petugas setempat yang keliling menaiki kuda. Di sini kita juga bisa masuk ke KL City Gallery. Lalu ketika saya terus berjalan memutari Dataran Merdeka, saya menemukan Perpustakaan Kuala Lumpur. Spontan deh saya ingin masuk ke sana dan berfoto bersama buku saya yang paling baru, Red Thread.


Halaman depan perpustakaan

Dari luar bangunan perpustakaan juga didesain dengan desain ala Eropa, tetapi saat masuk ke dalam desain interiornya cenderung minimalis modern. Dari lobi saja hawanya langsung sejuk karena AC, wuih bersyukur deh karena kepala saya mulai pusing karena terkena panas matahari.

Surga buku


 Terdiri dari beberapa lantai, Perpustakaan Kuala Lumpur ini tak hanya menyediakan koleksi buku lokal dan impor, ada juga lokasi khusus untuk buku anak-anak dan juga ruangan untuk bersantai. Dari sinilah akhirnya saya ingin berburu buku impor meskipun di awal keberangkatan sempat ingin tidak menambah buku, hehehe



Kelayapan Sampai Nyasar Demi Buku

Berbekal Google, saya menemukan lokasi toko buku baru dan bekas yang hits di Kuala Lumpur. Saya mencari yang dekat daerah Bukit Bintang. Akhirnya saya menemukan sebuah toko buku di pertokoan bernama Pasaraya. Saat saya menanyakan kepada driver Grab, mereka tidak banyak tahu soal toko buku. Wajar sih karena namanya wisatawan kok malah mencari toko buku.

Saya dan Lita berjalan ke Pasaraya tetapi mulai ragu. Akhirnya saya bertanya kepada securitynya. “Toko buku yang dimaksud sudah tutup. Jalan kaki saja ke seberang sana, dekat Starbuck lalu ke bawah ada toko buku,” kata Bapak Security dalam bahasa melayu. 

Menahan perut yang mulai lapar dan cuaca makin panas, saya berkeliling dengan Lita. Apes, tidak ada toko buku di manapun. Kami pun berniat mencari makan siang, sampai akhirnya terdampar di restoran cepat saji lagi karena kehabisan tenaga untuk jalan kaki. Mata saya lalu menangkap bangunan tiga lantai yang bagian atasnya bertuliskan Pusat Buku Manjusri. Dengan semangat saya mengajak Lita ke sana sesuai makan.

Sesampainya di sana, malah bingung lagi. Tidak ada pintu masuk untuk sampai ke lantai atas. Di bagian bawah hanyalah toko yang berjual pernak-pernik. Seorang bapak tua lalu menanyakan saya hendak kemana, saya pun menunjuk atas. Ia mengajak saya dan Lita naik lift yang juga terlihat tua, posisinya nyempil di antara deretan toko di bawah.

Karena lupa motret, saya ambil dari Jejak Piknik hehe.
Pusat Buku Manjusri nyempil di sisi kanan foto

Nah, kekonyolan ini baru dimulai. Sebelum kami ke atas, masuklah seorang biksu muda yang menyapa si bapak dan juga cewek manis yang ikut kami. Mereka bertiga bicara dalam bahasa mandarin yang tentu tidak saya pahami. Keluar dari lift, bau dupa  pekat menyambut hidung. Waduh, apa saya salah masuk toko?

“Buset, ini toko khusus jual buku buat pemeluk Buddha, Ref. Banyak patung dewanya, hihihi,” bisik Lita geli apalagi dia mengenakan hijab. Jadi pasti aneh kalau ikut masuk ke toko ini.

Karena tidak mau terlihat salah masuk, saya berkeliling sebentar. Kebanyakan buku yang dijual pun dalam kanji mandarin, mana bisa saya baca? Kalau dalam bahasa Jepang sih masih bisa. Setelah terkikik-kikik geli, kami putuskan turun. Saya melihat ada yang janggal di urutan lantai lift.

“Biasanya kalau dalam kepercayaan Jepang, angka 4 yang dibaca shi itu sama dengan angka sial karena ejaannya juga bermakna kematian. Di sini malah dipakai,” kata saya. Pusat Buku Manjusri awalnya berada di lantai 3, namun kata si bapak tua, lift sering macet makanya sekarang berada di lantai 4.

Mungkin karena keisengan mulut saya, lift mendadak berhenti dan terbuka sebelum mencapai lantai paling dasar. Horor deh, apalagi setelah terbuka saya jadi ingat lorong kos-kosannya drakor Stangers From The Hell, di mana Lee Dong Wook menjadi dokter gigi psikopat. Saya menekan pintu lift. Keluar dari sana, saya dan Lita merasakan kepala yang berat dan agak berputar. Apakah karena pengaruh dupa atau tempat sempit, tidak jelas juga.

Makan malam lagi di Bukit Bintang

Kami kembali ke hotel dulu untuk istirahat sebentar. Kami berencana makan malam di daerah Pavilion. Toko buku itu kami temukan di mal Fahrenheit setelah berputar setengah jam karena driver Grab sama-sama tidak tahu. Sempat celingukan juga ternyata toko buku berada di dalam, bukannya di luar. Asyik dapat dua buku impor dengan harga sangat miring. Makan malam kami pun sangat hangat karena di sebuah restoran masakan Arab yang kami kunjungi, saya dan Lita mendapat setangkai mawar merah dari adik kecil yang tampan dan imut.

Lucunya, ketika keesokan paginya kami mencari sarapan pagi ternyata kami baru tahu jika mal Fahrenheit bisa ditempuh hanya dalam waktu 10 menit dari hotel dengan jalan kaki. Saya dan Lita tidak berkeliling di belakang hotel makanya bisa bego seharian demi toko buku. Petualangan hari kedua memang melelahkan, tetapi saya jadi mendapatkan banyak kenangan berkesan lagi. Perjalanan kami di hari ketiga juga tidak kalah asyik nantinya.

5 komentar

Anisa AE mengatakan...

Wah, sepertinya seru banget ya Mbak, saya jadi ingin liburan ke sana juga nih Mbak hehe. Untuk mengunjungi tempat-tempat yang indah.

Bang Day mengatakan...

Pengalaman yang seru nyari buku sampe masuk kawasan khusus.
Sebenarnya asal udah foto depan menara kembar udah sah kok ke KL :)

Reffi Dhinar mengatakan...

Bisa nyari tiket promo pula mbak, enak pokoknya hehe

Reffi Dhinar mengatakan...

Iya tpi kurang afdol kalau tidak menjelajah hahaha

Bang Day mengatakan...

Ya ya... sayang banget tentunya yah udah jauh ke sana (dan nyasar) trs gak dapat pengalaman seru lainnya