9 Buku Terbaik 2020 Versi Kata Reffi


 


Buku adalah kawan paling membahagiakan di kala waktu senggang. Saya tak bisa lepas dari buku. Di akun Instagram, saya berusaha untuk mereview satu buku tiap minggu dengan mengikuti komunitas Gerakan One Week One Book. Yang mulanya hanya untuk menantang diri sendiri, kini menjadi habit yang sangat menyenangkan. Sebelumnya saya hanya membuat review singkat di Goodreads saja dan inilah 9 buku terbaik di tahun 2020 versi blog Kata Reffi.

Oiya, buku-buku yang saya rekomendasikan ini tidak diurutkan dari yang rating paling bawah hingga paling tinggi. Untuk target baca di tahun 2020 hanya saya pasang 50 buku saja. Hasilnya saya bisa membaca 70 buku (baik ebook dan cetak serta webtoon), tetapi hanya ada 65 judul saja yang ada di Goodreads.

 

How To Get Other's Heart

Buku ini ditulis oleh Lee Cheol Hwan. Isinya membedah emosi-emosi manusia dan bagaimana memahami manusia sebagaimana adanya agar tidak menjadi egois dan hubungan terjalin. Gaya narasinya mirip buku karya Seolleda. Kita diberi paparan fakta bahwa manusia seringkali mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan karena belum memahami diri sendiri.



Dengan membaca buku ini, saya pun bisa lebih berempati kepada orang lain. Manusia pada dasarnya makhluk yang ingin diutamakan, termasuk soal curhat contohnya. Untuk bisa mengambil hati orang lain, bukan berarti kita memanipulasi, tetapi kita menjadi orang yang siap menjadi pendengar dan bersikap tulus.

 

Front Desk

Saya membeli di sebuah toko buku buku online yang menjual buku impor secondhand ori. Saya tertarik dengan kovernya dan sedang ingin baca yang ringan. Nyatanya berakhir suka banget. Front Desk menceritakan pengalaman keluarga imigran dengan anak perempuan yang berusaha adaptasi dengan lingkungan Amerika Serikat. Keluarga tersebut berasal dari CIna. Mereka mendapat pekerjaan di sebuah motel dan diizinkan untuk tinggal di sana.



Ternyata, penulisnya Kelly Yang, juga mengalami peristiwa yang dekat dengan karyanya. Kelly juga berasal dari keluarga imigran yang bekerja mengelola penginapan di AS. Kita akan tahu susahnya menjadi warga imigran dengan isu rasisme, susahnya hidup untuk mencapai impian namun malah bekerja bagai budak, dan rasa persaudaraan dengan saudara dari tanah air di negeri orang.

 

Perennial Seller

Buku ini saya dapat di bazar BBW mungkin tahun 2019 di Surabaya. Setelah membaca, saya tahu jika buku ini bakal sering saya baca bolak-balik deh. Perennial Seller adalah buku marketing yang bisa digunakan untuk promosi karya semacam buku dan lainnya. Sangat kekinian karena sebagian besar membahas promosi serta branding lewat internet.



Saya jadi tahu ada banyak hal yang saya kira salah tetapi ternyata bisa menjadi promosi hebat, semacam menggratiskan karya di dunia maya yang malah meningkatkan branding. Bagaimana sebuah karya bisa dideteksi akan menjadi terkenal seperti lagu, juga dibahas. Walaupun dalam bahasa Inggris, penulisan Ryan Holiday begitu renyah dan mudah dipahami.

 

Gadis Minimarket

Novel karya Sayaka Murata ini sempat booming sampai akhirnya saya baca di Gramedia Digital. Bercerita tentang Keiko yang telah berumur pertengahan tiga puluhan, namun masih bekerja paruh waktu di minimarket. Keluarganya khawatir jika Keiko merasa tidak bahagia dalam hidup, padahal minimarket adalah cara Keiko untuk terhubung dengan dunia luar.



Novel ini menyindir para masyarakat yang suka menilai dan memaksakan pandangannya pada seseorang yang dianggap tidak sama. Lulus kuliah, mencari pekerjaan penuh waktu lalu membangun keluarga dianggap sebagai hal yang lumrah. Keiko tidak pernah mencampuri urusan orang lain namun orang lain ingin membuat hidupnya berubah. Jika perempuan lajang, maka sebaiknya mencari pekerjaan bergaji tinggi bukannya pekerjaan paruh waktu, itulah anggapan beberapa kawan Keiko. Panjang banget deh karena saya suka sampai saya review di blog. (Baca Juga: Review Gadis Minimarket)

 

Becoming Unstoppable

Saya membaca buku karya penulis kembar bersaudara Maria dan Elizabeth Rahajeng ini di Ipusnas. Bukunya ditulis dalam bahasa Inggris meskipun mereka berkewarganegaraan Indonesia. Buku ini merupakan memoar mereka sejak kecil hingga memasuki karir impian di bidang fashion. Sejak balita hingga remaja, orang tua Maria dan Elizabeth bekerja dan tinggal di US. Di sana mereka berusaha beradaptasi dengan keterbatasan bahasa. Hinaan berbasis gender pun pernah diterima keduanya ketika ingin bergabung di tem sepak bola. Dari berbagai perjuangan adaptasi, Maria dan Elizabeth tumbuh menjadi gadis cerdas yang berpikiran luas.



Justru ketika keluarganya memutuskan kembali ke Indonesia, penulis-penulis jelita tersebut mengalami culture shock. Sistem pendidikan yang berbeda dan tidak lancar berbicara bahasa Indonesia, membuat mereka menjadi sasaran perundungan. Sebuah memoir yang memberi semangat dan sesekali menguras air mata. Mereka berjuang sampai bisa mencapai impian satu per satu.

 

Heart Shaped Tears

Setelah jatuh cinta dengan novel pertama Goo Hye Sun,   Tango, saya beneran ingin membaca novel keduanya. Masih tentang romance yang tidak biasa. Seorang gadis yang mendadak muncul lalu bisa menghilang seolah tidak ingin terikat. Khas seperti ‘Tango’, novel ini menunjukkan jika mencintai dengan tulus terkadang tidak cukup untuk membuat sebuah hubungan jadi hangat dan bahagia. Ada hal-hal yang harus kita pahami tentang orang yang kita cintai.

 


Every Falling Star

Memoar selalu menjadi salah satu jenis bacaan yang masuk dalam daftar bacaan terbaik saya. Buku ini menceritakan kehidupan penulisnya yang sebelumnya hidup nyaman di ibukota Korea Utara lalu hidupnya berbalik. Karena sebuah masalah yang tidak diketahui, keluarga yang mulanya cukup disegani, harus mengungsi ke perkampungan miskin dekat perbatasan.



Novel yang menunjukkan kerasnya kehidupan bocah laki-laki setelah tinggal sendirian dan hampir mati kelaparan. Kehidupan keras di jalanan serta perkelahian antar geng, menjadi makanan sehari-hari. Sebuah bacaan yang menunjukkan kerasnya kehidupan warga di negara komunis dan harapan seorang anak laki-laki untuk bertahan hidup serta menemukan keluarga.

 

Keep Going

Nama Austin Kleon identik dengan kreativitas yang tinggi. Buku ini menunjukkan cara Austin untuk berkarya dan mengatasi hambatan-hambatan proses kreatifnya. Apa yang dialaminya, pasti juga terjadi dalam kehidupan para pekerja kreatif seperti penulis, pemusik, pemahat, dan lain-lain.



Bagaimana seharusnya kita berkarya baik untuk memenuhi renjana dalam hati, mencari tambahan nafkah, atau ingin menumpahkan ide yang menganggu pikiran, dibahas dengan cukup detail. Saya juga merasa sangat relate ketika membaca terutama di bagian ketika tidak aktif berkarya dengan sebuah excuse, padahal sibuk mengecek medsos. Produktivitas pun harus diimbangi istirahat. Buku ringan dengan susbtansi yang tinggi.

 

Dear World

Buku karya Bena Alabed ini bisa dibilang buku paling tipis dari delapan buku lainnya dan ditulis oleh penulis yang masih bocah (saat pertama kali diterbitkan). Walaupun bukunya tidak tebal, saya menghabiskan bnyak tisu untuk menghapus ingus dan air mata. Memoar karya Bena Alabed yang sejak balita harus terjebak dalam perang saudara di Suriah. Ia dan adik kecilnya, harus tumbuh beradaptasi dnegan ketakutan, harapan hidup yang tipis, suara ledakan, sampai bau tubuh hangus karena menjadi korban keegoisan para pelaku perang. Bena beruntung karena dilindungi keluarga yang hangat dan orang tua yang masih memberi pendidikan terbaik di rumah saat sekolah dan rumah sakit luluh lantak.



Ia terkenal setelah membuka akun Twitter dan bercerita tentang hancurnya tempat tingganya. Anak-anak Suriah dipaksa dewasa lebih cepat. Gadis kecil ini bahkan menerima ancaman pembunuhan karena begitu vokal menunjukkan kondisi negaranya di medsos. Kini Bena telah tinggal di negara dan tempat yang lebih aman, tetapi ia tak berhenti memperjuangkan hak-hak anak yang tercerabut karena perang.

 

Inilah 9 buku terbaik versi Kata Reffi (alias yang saya suka, hehehe). Sembilan buku yang memberikan wawasan, menambah rasa syukur, serta bahan renungan. Buku apa yang ingin kalian baca di tahun ini?

4 komentar

bibliofil mengatakan...

Duh, jadi tertampar nih target baca tahun lalu enggak terpenuhi, hiks. BBW yang kurindukan, kangen suasananya yang banjir buku dan diskon. Nah, aku belum baca buku karya Austin Kleon dan pengn banget. Semangat!

Reffi Dhinar mengatakan...

Sekarang BBW jadi online dan setahun bisa 3 kali. Ada asyiknya sih, tapi tetep kangen bisa jalan sambil keliling milih buku ya? Kangen bangeet.

bibliofil mengatakan...

Iya bener, Kak. Offline ada keasyikan tersendiri. Aku follow akun BBW sih di Tokopedia, tapi memang kurang greget kalau ga pegang dan pilih langsung ya. Ada kepuasan pas nemu judul gaa terduga dan bagus, terutama bagus harganya hehe

Reffi Dhinar mengatakan...

Bener banget bisa berjam-jam di BBW hahahah aroma buku emang nyenengin