Satu Hari Jalan Kaki di Singapura dan Dramanya





Perjalanan ke Singapura adalah perjalanan pertama yang saya lakukan setelah tiga tahun tidak berpergian sama sekali ke luar negeri. Saya dan Lita, sahabat saya sejak SMU, akhirnya bisa juga menggunakan tiket kami yang batal saat pandemi 2020 merebak.


Kami tidak berlama-lama di Singapura, hanya satu hari karena tujuan utama kami adalah Georgetown City, Penang, Malaysia. Proses imigrasi dari Indonesia ke Singapura tidak terlalu rumit meskipun destinasi pertama ini persiapannya cukup mengesalkan. Alhamdulillah, tidak ada masalah selama keberangkatan.


Hati Riang Akhirnya Bisa Terbang

Saya merasakan bahwa maskpai Scoot ini  cukup nyaman dan warna kuningnya lucu. Mengingat kami tidak memesan bagasi pesawat, maka koper yang saya dan Lita bawa adalah koper ukuran sedang yang pas diletakkan di dalam bagasi kabin. Rasa percaya diri juga sangat besar karena kami sudah melewati drama tiket sebelum berangkat,  jadi saya yakin jika ini hanyalah bagian kecil dari perjalanan yang belum dinilai.


Sesampainya kami di bandara Changi, saya sampai terpana melihat kemegahan bangunannya. Memang tidak salah jika bandara ini disebut-sebut sebagai salah satu bandara tercantik di dunia. Cuma karena saking besarnya, belum-belum saya berasa capek buat jalan sambil narik koper. 





Ditambah lagi, android saya tidak bisa mengakses wifi bandara. Saya belum screenshot dokumen untuk pengambilan Sim Card. Harga sim card selama di Singapura senilai SGD 30. Kerasa banget mahalnya karena saya dan Lita hanya satu hari di sana jadi kami sepakat untuk menggunakan satu Sim Card saja lalu pakai ponsel saya untuk tathering.


EZ Link untuk naik bus dan MRT

Sim Card di Singapore



Drama dimulai

Karena saya belum tahu lokasi pengambilan Sim Card, tentu saja saya harus berputar-putar sampai capek dan dongkol. Kepedean juga, sih, mengia kalau ponsel saya bisa mengakses wifi. Akhirnya, terpaksa saya menyalakan fitur Telkomsel roaming dan menghabiskan sisa pulsa hanya untuk download dokumen pemesanan di Traveloka dan sertifikat vaksin internasional.


Setelah berputar-putar hampir satu jam lebih, kami menemukan kios Sim Card yang bersebelahan dengan pembelian kartu EZ Link untuk akses bus dan MRT di Singapura. Lokasinya ada di Terminal 3 Changi. Tujuan berikutnya adalah Jewel. Oya, sebaiknya siapkan uang tunai sebelum berangkat ke Singapura untuk membeli EZ Link atau jaga-jaga misalnya kamu apes seperti saya sampai harus naik taksi Grab yang selangit harganya (nanti baca cerita ini lebih lanjut hahaha).


Penggemar drakor Little Women yang bahagia

Sebagai penggemar drakor, air terjun yang ada di Jewel tersebut menjadi salah satu tempat setting drama Korea favorit saya.  Kim Go Eun dan Wi Ha Joon  sempat syuting di sana bersama beberapa pemeran lainnya. Bucin banget saya sampai seolah sedang ikut main dramanya ketika di Jewel (ya, emang norak, maklum ngeship mereka di Little Women).



Salah satu tempat syuting 
Little Women 



Puas mengambil beberapa foto dan mengagumi aristektur air terjun dalam gedung yang sangat fantastis di Jewel, saya dan Lita sepakat untuk jalan-jalan ke Bugis Street sebelum pergi ke hostel. Dan akhirnya kami mulai petualangan naik MRT di SIngapura mengandalkan baca ulasan di berbagai artikel yang saya temukan di Google. Percayalah, saya lumayan terlatih membaca Google Map dan petunjuk arah semenjak sering traveling berdua dengan sahabat baik di luar kota maupun luar negeri. 


Sebagai manusia tidak bisa nyetir,
transportasi Singapura bagaikan surga

Tetap bermasker 
(Ini November 2022)



Saya lihat stasiun tempat kami menginap, Spacepod Lavender, tidak jauh dari Bugis Street. Ada sekitar jeda 2 sampai 3 stasiun hingga sampai nanti di jalan yang dekat dengan hotel tempat saya menginap. Ramai sekali stasiun-stasiun MRT dan meskipun waktu itu sedang ada info penyebaran varian baru Covid 19, pengawasan di stasiun tidak ketat dan semua orang tetap mengenakan masker. Stasiun Tanah Merah adalah pusat di mana saya perlu berpindah ke stasiun lain setelah dari Changi. Senang sekali akhirnya kesampaian juga berpetualang dengan MRT di Singapura.


Tanpa Nyasar Sepertinya Cerita Jadi Kurang


Tenaga mulai terkuras karena perut saya lapar. Lumayan capek juga badan saya, apalagi kopernya Lita sedikit bermasalah dengan salah satu rodanya. Rencananya kami mau keliling buat beli oleh-oleh di Bugis Street, tetapi perut kami sudah lapar.  Berbekal Google Map, kami jalan kaki mencari hawker (sejenis food court), tetapi malah ketemunya tempat makan chinese food yang tidak halal.


Sebelum nyebrang ke Bugis Street



Finally, we Found McDonald. Akhirnya saya menemukan McDonald dan terhibur sedikit sih karena di situ saya bisa melihat  ada grup penyanyi itu yang bernyanyi di halaman pelataran McDonald. Grup penyanyi ini terdiri dari bapak-bapak parlente dengan suara bagus. Di luar dugaan memang, energi kami terkuras banyak. Saya dan Lita pun sepakat akan ke hostel dulu baru jalan-jalan mencari oleh-oleh. Selesai makan siang, kami naik MRT dari Bugis Street menuju Farrer Park.


Salah turun stasiun

Kami sampai di Farrer Park dan di Google Map hanya butuh 15 menit untuk sampai Spacepod Hostel yang sudah kami pesan di Traveloka. Saya menikmati waktu jalan kaki tersebut karena udara Singapura sangat bersih meski cuaca panas. Udara November ternyata belum sejuk meskipun memasuki musim hujan. Saya juga jadi tahu jika ada sepeda listrik yang bisa dipakai bebas asal ada kartu untuk membayar sewa. 


Setelah hampir satu jam jalan kaki dan mendengar keluhan Lita, “Ref, kamu nggak kerasa aneh. Kok dari tadi kita nggak sampai-sampai?”, saya mulai yakin kalau kami tersesat. Sudah jelas saya menggunakan setting Google Map untuk jalan kaki. Saya tidak salah klik.


Kawasan pemukiman India 





Semua petunjuk dari Farrer Park ke Spacepod Hostel juga saya telaah. Tidak ada yang salah. Kami tetap jalan dengan optmisi sampai energi dari makan siang terkuras habis. Magrib menjelang sementara kami malah nyasar di pemukiman orang-orang India. Asyiknya, bangunan di sana sangat cantik dan tidak ada yang usil catcalling (coba kalau saya di Indonesia, pasti banyak yang salam-salam nggak jelas).


Terpaksa naik Grab

Karena terlalu lelah, saya dan Lita sepakat untuk memesan taksi Grab. Taksi online datang dan kami takjub karena mobil-mobil yang digunakan termasuk mewah. Saya naik mobil dengan sunroof karena pesan Grab, hehe. Saya tunjukkan alamat hostel dan driver membawa kami ke sana. Hanya naik 15 menit, ternyata kami harus membayar SGD 7. Kurs pada November 2022 adalah 11 ribuan. Saya menelan ludah, sadar kalau jarak dekat yang biasanya hanya 20 ribuan di Indonesia malah jadi 70 ribuan di Singapura. Mahal banget.


Sampai di depan hostel, saya dan Lita kembali bengong. “Lho, kenapa tempatnya kusam kaya bangunan lama, ya? Tapi ini bener alamatnya,” ujar saya. 


Ya sudah, karena ingin segera rebahan, saya dan Lita naik hostel yang ada di lantai 2 dengan tangan mulai kram akibat angkat-angkat koper. Jantung saya seperti berhenti ketika membaca pengumuman di pintu hostel jika kamar sudah penuh. Masa ada yang menempati kamar kami? 


Saya tunjukkan bukti pemesanan saya di Traveloka dan sialnya, resepsionis bilang kalau ternyata kami salah tempat. Hotel yang kami tuju itu disebut The Hive. Masalahnya, saya mengetik Spacepod The Hive Lavender, yang muncul alamat hostel tua yang kami kunjungi. Mana kami tahu kalau cukup mengetik The Hive saja?


“You can ride a train and arrive at Boon Keng station. 7 minutes from here,” kata resepsionisnya. Jadi, kami butuh turun satu stasiun lagi. Tentu saja saya dan Lita memilih naik taksi Grab lagi daripada jalan menggeret koper dan tersesat di malam hari.


Lagi-lagi saya dan Lita harus merogoh kocek lumayan mahal untuk 20 menit menuju The Hive. Untung saja hostelnya nyaman. Kami dapat kamar campuran, sih, tapi hanya untuk 3 bed yang berisi 2 orang masing-masing bed. Ini adalah hostel paling murah dengan rate 500 ribuan per malam, tanpa sarapan.


Foto: Agoda

Foto: Agoda



Saya memutuskan untuk tidak mencari oleh-oleh di Singapura. Haji Lane adalah tujuan berikutnya untuk menikmati suasana malam dan mencari makan. Taksi Grab menjadi pilihan karena saat kami keluar hostel, jam sudah menunjukkan waktu Isya. Rencana kami untuk jalan-jalan ke tempat lain pun gagal. Tidak masalah, sih, yang penting tujuan utama sudah tercapai. Haji Lane dan Jewel adalah list utama saya.


Suasana malam di Haji Lane sangat menghibur. Pengunjungnya ramai, tetapi tidak sampai terlalu padat berlebihan. Kami mencari makanan halal di jajaran restoran India dan Turki. Saya juga terperangah melihat harga makanan yang satu porsinya bisa sekitar 30 dolar 20 dolar Singapore. Mahal juga, makanya negara ini disebut wisata yang menguras kantong. Namun, mata saya sangat jeli soal memilih makanan atau restoran. Saya menemukan menu seharga SGD 12  dan itu juga bisa dibagi dua porsinya.


Ikon Haji Lane

Asyik suasana malam di Haji Lane



Don't forget to pose😄😄



Hati tenang setelah perut kenyang. Perjalanan di Singapura memberi pelajaran buat saya untuk bersiap-siap. Lebih baik membeli provider sendiri di Indonesia. Saya menemukan paket roaming terjangkau di aplikasi Blu (bukan sponsor ya). Saya juga perlu mempelajari rute dengan lebih cermat karena bepergian tanpa guide atau tur. Selain itu, tetap siapkan hati dan uang tunai cukup. Tulisan seri berikutnya menjelaskan petualangan saya di Georgetown, baca juga nanti, ya.


(Baca Juga: Persiapan Perjalanan Singapura-Penang-KL Penuh Drama)


3 komentar

Tira Soekardi mengatakan...

Memang begitulah suka dan duka saat traveling ke luar negeri. Btw, asyikya bisa jalanjalan lagi

Admin mengatakan...

MasyaAllah sekarang sudah di luar negeri apalagi Singapura. Memang beda ya kalau penyuka traveling di negara luar, lebih memilih jalan kaki ke sekeliling menarik sih memang. Suka lihat kebiasaan orang di sana dan perkotaannya yang apik. Terima kasih sharingnya!

fanny_dcatqueen mengatakan...

Jadi salah ketik tempat ya mba 😁.. lumayan juga itu biaya taxi.

Singapur sbnrnya negara fav ku, Krn dulu di sana ada reverse Bungy dan Giant swing, di area Clarke quay. Tapiiii sejak wahana2 itu ada di Bali, aku ga ada alasan lagi utk suka dengan singapur hahahahahah. Lagian mahal.

Kalopun masih kesana, palingan hanya utk transit.

Kalo buat liburan, aku lebih milih Malaysia, yg jauh lebih murah tapi sama nyamannya dalam hal transportasi dan wisata