Tiap orang pasti ingin memiliki
sahabat yang selalu menemani di segala situasi dan kondisi, dalam keadaan suka
juga duka. Mulai dari kita semua masih berusia balita hingga menginjak dewasa,
memiliki teman atau sahabat adalah sebuah kebutuhan manusiawi yang penting
karena manusia memang memiliki hasrat untuk hidup berkelompok dan bergabung
dalam sebuah komunitas.
Namun seiring dengan bertambahnya
usia, membuat kita semakin tahu bahwa dalam menjalin hubungan antar individu
rawan sekali terjadi konflik personal yang membuat kita kehilangan rasa
percaya, merasa kecewa hingga benci yang sangat mengganggu hati. Bahkan saya
menerima curhat dari seorang kawan yang merasa sulit untuk membuka diri untuk
memiliki sahabat dekat karena dia pernah memiliki sahabat yang sekaligus
menjadi backstabber (menusuk dari
belakang).
Berbeda
Itu Pembelajaran Dewasa
Banyak sekali di antara kita yang
mencari teman pada awalnya karena merasa memiliki kesamaan yang membuat kita
tertarik satu sama lain dengan orang yang baru kita kenal. Tentu sangat asyik
ketika kita mengenal orang yang memiliki kesamaan hobi misalnya, saling bertemu
dan membicarakan hal-hal yang sama-sama disukai hingga waktu terlewati tanpa
terasa. Tetapi rasakan saja ketika topik itu sudah habis pasti akan terjadi
kekosongan pembicaraan dan membuat kita merasa bosan. Pada dasarnya manusia
membutuhkan ikatan atau jalinan lebih kuat dalam menjalin hubungan antar
individu, bukan hanya sekedar sama tapi bagaimana mencari pasangan jiwa yang kompatibel.
Hukum alam sudah berbicara bukan? Dua kutub magnet yang tidak senama akan
menghasilkan gaya tarik yang akan semakin kuat.
Sebelum saya memiliki beberapa
sahabat yang sudah terjalin kuat dari masa SMU hingga kuliah saat ini, saya
juga sempat mengalami yang namanya friksi atau gesekan dengan orang yang semula
saya anggap sebagai sahabat. Sebelum menemukan sahabat-sahabat sejati saya saat
ini, saya sempat mengalami bagaimana rasanya dikhianati atau dikecewakan aat
sangat dengan orang yang sudah saya sangat percayai, hanya gara-gara kesalah
pahaman yang seharusnya tidak terjadi.
Saya belajar dari beberapa
pengalaman pahit itu, bahwa sekedar asyik diajak ngobrol atau memiliki hobi dan
kesukaan yang sama bukanlah tolok ukur yang pas buat mencari sahabat dekat atau
soulmate. Bukan berarti saya tidak
suka bergaul, saya memiliki banyak teman namun hanya beberapa orang yang saya
beri penghargaan tertinggi sebagai sahabat jiwa saya.
Semasa SMU saya memiliki tiga orang sahabat
yang sangat berbeda sifatnya. Sikap dan tingkah laku mereka yang unik memang
menyenangkan namun tak jarang terjadi gesekan yang berujung pertengkaran. Titik
baliknya saat terjadi peristiwa yang mengancam rasa percaya kami, kecurigaan
membubung tinggi dan kemarahan ada di puncak emosi. Saat itu saya dan sahabat-sahabat
saya akhirnya memutuskan untuk bertemu dan saling bicara hingga masing-masing
meneteskan air mata. dari situlah kami belajar bahwa pengertian adalah hal yang
terpenting daam sebuah hubungan dekat, tidak hanya sekedar tahu hingga hal
terkecil orang terdekat kita. Dengan pengertian, saya dan sahabat saya berusaha
mencari penyebab dimana permasalahan itu bermula, tak lupa kami saling memberi
kritik dan saran demi perbaikan diri masing-masing.
Belahan
Jiwa Adalah Makanan Bagi Jiwa
Seringkali kita melabeli seseorang
dengan julukan BFF (Best Friend Forever), akan tetapi ketika terjadi masalah
maka label itu seolah lenyap begitu saja. Tiap manusia pasti memiliki
kekurangan, tapi jika kita sudah menahbiskan gelar BFF itu pada seseorang
bukankah itu juga sudah menjadi tanggung jawab kita? Kita sendiri yang memberi
nilai seharusnya dari awal kita mahfum dan maklum apabila orang itu tidak
sesuai dengan harapan kita. Sebenarnya rasa kecewa itu datang karena kita
memberi harapan terlalu tinggi pada seseorang, ketika harapan itu gagal
terwujud otomatis kita cenderung menyerang dan menyalahkan orang lain. Sebentar
dan tahan kata-kata kita, apakah kita juga sudah memmenuhi harapan sahabat kita
sendiri? Coba renungkan dalam diri.
Belajar dari pengalaman juga, saya
mulai memilah-milah mana yang bisa saya beri kepercayaan dan mana yang tidak. Mungkin
saya bisa having fun dengan banyak
teman baru, tapi saya bisa duduk dan betah berbincang tentang berbagai aspek
kehidupan dan mengevaluasi diri selama berjam-jam hanya dengan SAHABAT bukan
sekedar TEMAN.
Ketika kuliah saya memiliki
beberapa sahabat dekat lagi. Tak jarang sifat keras kepala saya membuat
sekeliling saya marah dan terganggu, tapi hanya dengan sahabat dekat inilah
kekerasan itu bak tersiram air dingin dan saya bisa belajar melunakkan sisi ‘kepala
batu’ pada diri saya. Saya mulai belajar hal baru, yaitu belajar untuk membagi
perasaan dan tidak gengsi sekali-kali tampak lemah di hadapan sahabat. Sekali lagi
manusia itu tercipta dari raga dan jiwa. Raga membutuhkan olah fisik agar
selalu sehat, sedangkan jiwa membutuhkan asupan rohani dari Tuhan dan juga
hubungan dengan sesama, salah satunya SAHABAT.
Nilai
Diri Dilihat Dari Dengan Siapa Kita Bersahabat
Seseorang dinilai baik atau tidak
oleh masyarakat sering dilihat dari lingkungan pergaulannya. Walau kita adalah
pribadi yang paling teguh sekalipun, ketika pergaulan dalam jangka waktu yang
lama dan frekuensi yang sering dengan orang yang berpikiran negatif misalnya,
pasti lama kelamaan pikiran dan hati kita akan mulai dimiliki pendapat-pendapat
negatif yang merusak pandangan rasional kita. Sering kan terjadi pertengkaran
dengan orang lain hanya dengan alasan membela sahabat padahal sebenarnya kita
tidak terlibat masalah apapun. Ah betapa tidak enaknya jika nilai diri kita
berkurang hanya karena mempercayai orang yang salah. Dalam bersahabat itu sama
dengan hubungan cinta antar lawan jenis. Ada batas-batas yang perlu kita kaji
dan unsur logika harus mengikuti setiap pengambilan keputusan.
Bila kita tidak mampu mengubah
sikap kurang baik seseorang sebaiknya tinggalkan saja tanpa memutus tali silaturrahmi.
Kurangi frekuensi kedekatan dan carilah orang yang mampu menilai kita seutuhnya
tanpa adanya tendensi dan maksud terselubung di baliknya. Tetap pelihara
pikiran positif karena jika kekecewaan itu terjadi, kembalikan saja pada Tuhan.
Bukankah semua yang terjadi di dunia itu atas seizin Tuhan? Termasuk kekecewaan
yang kita alami. Tiap orang akan mengalami pembelajaran kehidupannya
sendiri-sendiri, termasuk saya dan anda.
Saya beruntung memiliki
sahabat-sahabat yang berjalan bertahun-tahun dan rasa percaya itu tetap
terpelihara hingga kini. Bersahabat adalah pembelajaran kecil dalam menjalin
hubungan dengan umat manusia lainnya yang unik serta berbeda.
3 komentar
emang nggak gampang nemuin sahabat sejati :)
memang benar,,yg penting jgn sampai kehilangan kepercayaan krn di luar sana msh banyak orang yang tulus bersahabat dgn kita ^^
Pertengkaran2 kecil antar sahabat justru bisa smakin mempererat prsahabatan, krna disaat itu kita bisa tau bhwa ada bbrapa hal yg tdk mmbuat sahabat kita nyaman, shg kita sebisa mungkin mngurangi sikap yg mnurut mereka kurang nyaman.
Posting Komentar