Menjadi Petualang Gua- Yogya Day 2 (Simple Happiness Day 2)


Artikel ini seharusnya dibuat terpisah, tapi sesuai dengan project saya di minggu ini untuk membagikan kebahagiaan sederhana itu apa saja, maka bisa saya sebut jika perjalanan ke Yogya akhir bulan lalu adalah perjalanan paling challenging selama beberapa kali ke sana. Saya tidak memilih tempat wisata yang sering dikunjungi banyak orang. Devi, kawan seperjalanan saya juga lebih banyak mengikuti objek wisata mana yang ingin saya kunjungi. Nature and history is my addiction in the tourism place. Sejarah dan hal-hal yang lebih mendekatkan diri ke alam adalah tempat wisata yang lebih saya senangi.

Saya tak terlalu menyukai hiruk-pikuk orang apalagi lingkungan yang terlalu bising. Di tengah tempat yang sangat padat dan berisik, justru kepala saya akan terasa berat, mengantuk dan juga bosan. I feel alone in the middle of the crowd! Lebih asyik jika saya berkumpul hanya dengan beberapa orang saja, atau dalam komunitas kecil lalu berdiskusi hangat. Itu lebih membuat rileks.
Nah di hari kedua di Yogya, saya dan Devi memutuskan untuk pergi ke daerah Gunung Kidul. Tentu saja dengan sepeda motor sewaan kami. Saya duduk manis dibonceng karena saya tak piawai mengendarai motor. Untung Devi sangat lihai mengemudi. Berbekal GPS kami melakukan perjalanan satu jam lebih dari pusat kota Yogyakarta. Sampai akhirnya kami mencapai persimpangan menuju Gua Pindul dan ada petugas objek wisata yang menjelaskan harga paket wisata gua. Petugas tersebut akan menjadi penunjuk arah gratis lokasi. Sampai di Gua Pindul, kurang lebih dua jam kami bersepeda motor.

Paket wisata Gua Pindul ada beberapa jenis, dari Paket A yang berisi  cave tubing di Gua Pindul, menjelajah Gua Baru dan body rafting di Sungai Oya. Selain itu ada Paket B dan C. Saya dan Devi memilih paket B, karena ingin bebas menikmati alam tanpa dikejar-kejar batas waktu. Paket A ada limit time yang harus dipatuhi. Dengan 175 ribu rupiah kita sudah mendapatkan akses sampai Paket B.

Pertama kami menjelajah ke Gua Baru. Walau guanya terletak di bagian paling dekat akses jalan raya, Gua Baru menjadi lokasi yang paling terakhir ditemukan, itulah sebabnya disebut Gua Baru. Kami menjelajah dengan satu rombongan keluarga yang sama-sama dari Surabaya didampingi kakek tua yang bertindak sebagai guide. Bagian stalaktit dan stalagmitnya sangat indah. Perpaduan warna cokelat, hijau dan juga kilau permata membuat Gua Baru sangat eksotis.

Berikutnya kami melakukan cave tubing di aliran sungai Gua Pindul. Sayangnya karena dua hari sebelumnya hujan, sungainya jadi berwarna cokelat selain itu saya dan Devi juga harus berdesakan dengan puluhan rombongan anak-anak sekolah lainnya yang menunggu giliran untuk mengapung. Walau penuh pengunjung, tetapi saya lebih merasa enjoy di aliran sungai dan juga sesekali tersengat matahari.

Hal-hal seperti tawa ceria satu rombongan sahabat atau keluarga yang sedang main air sungai dan sesekali saling menyiamkan air bisa membuat saya tersenyum. Saat sedang menikmati trek wisata alam ini, saya tak membawa ponsel. Gadget sebenarnya bukanlah hal yang saya gemari, hanya saja krena urusan pekerjaan dan juga kebutuhan menulis serta keperluan dengan klien urusan tulisan, maka gadget itu menjadi sangat penitng.

Puas menikmati cave tubing, trek berikutnya adalah body rafting di Sungai Oya. Tanpa adanya guide, tubuh akan bergerak sesuai aliran air. Spot air terjun kecil juga memanjakan mata. Namun yang paling seru justru saat saya dan Devi menjelajah Gua Gelatik.  Gua ini hanya bisa dilalui tanpa alas kaki dan medan yang cukup berbahaya. Tidak disarankan untuk anak kecil di bawah sepuluh tahun. 

Tanah licin dan becek, stalaktit dan stalagmit yang tajam membuat pengunjung harus benar-bena berkosentrasi. Ada satu orang guide berpengalaman yang akan memandu. Jalurnya juga hanya bisa dilalui satu orang bahkan ada yang mengharuskan kita untuk merangkak saking sempitnya. Helm safety juga wajib dipakai karena resiko terbentur juga cukup tinggi. Konon Gua Gelatik adalah tempat pertapaan Patih Batik Madrim, salah satu tokoh dalam serial Angling Dharma zaman dulu.


Saya kadang berteriak takut karena medan yang berbahaya, tapi rasa penasaran dan takjub mengalahkan ketakutan itu. Menjelajah gua menumbuhkan rasa syukur atas betapa berharganya oksigen yang saya hirup dengan bebas dan cahaya matahari berkelimpahan yang saya dapat cuma-cuma.  This is the benefit of adventure. Semakin sering kita menjelajah ke banyak tempat asing, diri kita bisa lebih menyadari jika manusia hidup di dunia ini pasti tak bisa lepas dari campur tangan Tuhan.

3 komentar

Unknown mengatakan...

3x ke jogya gak sempet sempet mampir ke sini :-(

Reffi Dhinar mengatakan...

ke sana laggi, ambil cuti haha

Anggara Wikan Prasetya mengatakan...

Baru tau di Jogja ada goa ini, meskipun udah lama di Jogha..
Btw.. Coba jarak antarparagraf dikasih spasi 1 baris mbak.. Ntar mbacanya lebih gampang..

Salam
menggapaiangkasa.com