Pertambahan Usia dan Kecemasan yang Riuh di Kepala






29 September lalu, jatah waktu saya di dunia berkurang lagi. Ucapan selamat dari kolega, rekan, keluarga dan sahabat riuh berdatangan dari berbagai media. Bisa dibilang tahun ini adalah ulang tahun paling ramai yang saya terima. Berbagai komunitas online dan offline juga saya ikuti. Perpindahan tempat kerja tentunya juga membawa teman-teman baru. Kejutan ulang tahun pun saya terima tak hanya sekali. Bukankah kelihatannya menyenangkan?

Saya sangat bersyukur dengan banyaknya cinta dan ucapan doa dari teman-teman, terutama beberapa impian kecil juga bisa saya capai. When I made a dream’s bucket on January 2017, I wrote publish more books, winning a writing contest, become a writer trainer, then founding an organization with great team. Ya, hampir tercapai semua. Namun masih ada sisa cemas di kepala.

Well, I say in this post if I have an anxiety disorder. Meski skala gangguan kecemasan tersebut tidaklah menganggu dan bisa saya atasi dengan solat ataupun tidur, bertambahnya usia membuat anxiety disorder saya muncul. Have I did my task in a right way? How if suddenly I get trouble when I want to reach my goal? Can I achieve my biggest dream next year?

Beberapa orang seperti Ayah dan Ibu khawatir karena saya belum juga menikah. Yaa, tipikal orang tua di manapun jika melihat putrinya sudah lulus kuliah dan bekerja, apalagi jika pernah menjalin hubungan dekat bertahun-tahun dengan seseorang meski akhirnya gagal. Sebagai manusia normal, keinginan berumahtangga pastilah ada. Namun mungkin karena banyak sahabat yang memberi dukungan, justru kecemasan di otak saya dipenuhi hal soal impian. Soal jodoh, pastilah akan tiba saatnya, toh saya tak pernah menutup diri dari pergaulan dan pastinya doa itu selalu terucap.

Melihat kesuksesan teman-teman seumuran atau yang lebih muda yang sama passionnya dengan saya, seolah membuat saya bangga, iri sekaligus bertanya pada diri. Apa yang sudah saya capai di pertambahan usia saat ini? Apakah saya sudah menjadi orang yang bermanfaat dan bisakah karya saya menginspirasi orang lain seperti yang saya cita-citakan?

Kalau kecemasan-kecemasan itu mulai menggerogoti kepala, asam lambung pasti naik, dan kebiasaan menata ulang buku-buku koleksi akan terus saya lakukan. Tak produktif sama sekali. Sadar akan hal tersebut, saya segera merebahkan tubuh di kasur lalu memejamkan mata.

I use my minute of silence.

“Kamu kurang bersyukur.”
“Jangan terlalu memikirkan masa depan, hiduplah dengan baik hari ini maka keajaiban akan menunggu.”
“Kamu bisa menghasilkan gaji tiap bulan, kamu bisa berkumpul dengan orang-orang tersayang, kamu tak kehujanan, kamu masih bisa tidur di kasur empuk. Kamu masih bisa bernafas hingga sekarang.”

Suara-suara itu muncul dari kepala atau mungkin dari hati? Pelan-pelan emosi negatif saya pun terangkat. Saya matikan jaringan internet, mengambil buku favorit dan mengabaikan tugas menulis hari itu. Saya pun merasa bodoh, mengapa harus terus mengeluh? Usia mungkin berkurang, tetapi banyak hal yang sudah saya capai juga membawa dampak baik. Kemenangan-kemenangan kecil yang jika disusun sebenarnya malah sedang menuntun saya ke impian lainnya.

Ada masanya saya harus berlari dan perlu juga sesekali saya tidak melakukan apa-apa. Di pertambahan usia kali ini, saya belajar untuk tidak menganggap waktu sebagai musuh. Momen-momen kecil juga perlu disyukuri. Rileks. 

To love ourselves is easy, just love our achievements  and our weakness completely.

Tidak ada komentar