Berbagi Bahagia dengan Seni Shodo




Mungkin bagi yang tidak berkecimpung dalam pelajaran bahasa dan budaya Jepang tidak tahu dengan kesenian Shodo. Sebagai mahasiswa yang belajar di jurusan sastra Jepang, tentunya pernak-pernik budaya Jepang telah saya akrabi. Sebelum masuk ke dalam cerita singkat saya mengenai Shodo, tidak ada salahnya saya bercerita sedikit mengenai apa itu Shodo.
Shodo adalah seni kaligrafi menulis karakter huruf Jepang dengan menggunakan kuas yang disebut dengan fude. Shodo sendiri sebenarnya merupakan kebudayaan asli negara Cina yang dibawa masuk para pemuka agama Buddha dan disebarkan di Jepang.  Yang membuat seni Shodo berbeda dengan seni kaligrafi Cina adalah huruf yang ditulis tidak hanya karakter kanji saja melainkan huruf hiragana juga katakana. Di Jepang Shodo diajarkan pada anak-anak usia sekolah dasar. Kegiatan ini juga untuk melatih daya ingat anak-anak tersebut dalam menghafal huruf serta karakter kanji yang memang cukup rumit.
Awal mula perkenalan saya dengan kesenian ini sebenarnya berawal dari iseng-iseng. Fakultas Sastra Universitas Dr. Soetomo memiliki beberapa klub di luar kegiatan belajar-mengajar untuk mewadahi kreativitas mahasiswanya. Jurusan sastra Jepang memiliki beberapa klub antara lain klub Shodo, seni beladiri Kendo, upacara minum teh Cha no Yu, klub masak, klub origami dan klub tarian Yosakoi. Pada awal masuk kuliah dulu sebenarnya saya tertarik untuk mengikuti klub Cha no Yu, tapi karena jadwal kuliah yang berbenturan dengan jadwal latihan rutin klub maka saya memutuskan untuk ikut klub Shodo yang jadwalnya tidak berbenturan.
Saya pikir kegiatan dalam klub Shodo itu sangat mudah dan dapat dikuasai dengan cepat mengingat saya sangat menyukai karakter unik kanji. Peralatan yang dibutuhkan juga cukup sederhana. Alat-alatnya terdiri dari fude (kuas yang terbuat dari buntut kuda atau bulu hewan lainnya), bunchin (pemberat kertas dari besi), shitajiki (alas kertas agar tinta tidak tembus dan terbuat dari kain flanel), kami (kertas) atau washi (kertas khusus shodo), tinta cina atau tinta bak dan suzuri (wadah tinta). Namun ternyata setelah menjalani latihan, baru saya mengetahui kerumitannya.
Untuk menguasai teknik dasar dibutuhkan kesabaran, konsentrasi dan ketekunan yang cukup tinggi dan hal tersebut cukup menyusahkan mengingat karakter saya yang cenderung ceroboh serta tidak sabaran. Walaupun tiap kali latihan kaki dan tangan saya lelah (karena saat saya menulis dengan duduk pasti hasil tulisannya kacau), tak jarang saya meneteskan keringat dari dahi karena teknik menulis yang harus dikuasai dengan hati-hati. Keluwesan tangan, teknik mengawali dan memberhentikan tulisan serta kecermatan dalam keseimbangan tulisan mutlak diperhatikan bila ingin menghasilkan karya tulisan yang indah. Oleh karena itu, jika saya menghasilkan tulisan yang indah saya bisa melonjak kesenangan karena sangat sulit sekali menghasilkan tulisan bagus dalam sekali coretan.
Keseriusan saya menekuni kesenian ini bermula setelah saya terpilih secara agak semena-mena (karena sebenarnya saya kurang percaya diri dengan hasil tulisan saya :p ), hasil dari voting seluruh anggota klub. Ternyata tugas menjadi ketua klub tidak hanya mengadakan latihan rutin dan mencari anggota tapi juga mengemban tugas-tugas khusus yang sewaktu-waktu diperintahkan dari pihak fakultas. Sastra Jepang Universitas Dr. Soetomo mendapat undangan rutin mengisi stand pameran pendidikan Jepang yang diadakan setahun sekali di Jakarta dan Surabaya bertajuk ‘Japan Fair’, dan beberapa klub seperti Shodo, origami serta Cha no Yu diminta untuk mengisi stand dan melayani pengunjung.
Di luar ekspektasi ternyata rasa penasaran pengunjung terhadap budaya Jepang khususnya Shodo ternyata sangat membludak. Saya dan rekan saya satu klub bisa menghabiskan satu rim kertas HVS putih polos untuk melayani permintaan pengunjung yang ingin dituliskan namanya dalam huruf katakana, hiragana dan juga karakter kanji. Awalnya saya sangat tegang dan takut bila hasil tulisan saya dicela, namun di luar dugaan ternyata para pengunjung itu bisa tersenyum dengan tulus ketika namanya telah selesai dituliskan.
Nama pengunjung saya tulis dengan huruf katakana lalu saya bubuhkan karakter kanji seperti genki (sehat), utsukushii (cantik), dan ungkapan lainnya. setelah mengetahui arti karakter kanji yang saya tuliskan mereka tampak senang bahkan sampai meminta tanda tangan saya (serasa jadi seniman profesional deh, hehe). Kadang ada juga sepasang ABG yang sedang jatuh cinta minta namanya dan anma pasangannya diabadikan dalam sebuah tulisan dan dibubuhi kanji ai (cinta). Pernah juga saya diajak foto bersama sepasang kakek nenek yang berniat menghadiahkan tulisan shodo pada cucunya, sampai-sampai mereka berniat untuk membingkai hasil karya saya dalam sebuah pigura.
Pengalaman demi pengalaman unik itu terus berlanjut saah satunya saya bisa menambah uang saku dengan menjual tulisan shodo serta melanglang buana ke beberapa sekolah SMA di luar kota yang mengadakan festival budaya Jepang atau mengikuti Obon Matsuri, sebuah acara eksklusif yang diadakan Sekolah Jepang Surabaya. Saya semakin bersemangat berlatih hingga tak peduli coreng moreng tinta di tangan, muka dan baju kesayangan yang terkena tinta saat latihan. Tak terasa saya menjadi buchou (ketua klub) selama dua tahun dan saya akhirnya bisa turun jabatan. Hasil latihan saya diakui cukup baik oleh sensei (guru) dari Jepang dan beberapa orang Jepang yang sering saya temui. Sebuah pengalaman dan penghargaan yang membuat saya tak menyesal dulu tak sengaja mengikuti kub shodo. Senyum dan tawa dari orang-orang yang saya tuliskan namanya memunculkan perasaan bahagia dalam hati saya. Ada satu kejadian kecil yang saya ingat, ketika berada di sebuah pameran ada remaja wanita yang tampangnya murung dan lesu meminta dituliskan namanya, saya tuliskan karakter egao (wajah tertawa) dan saya jelaskan artinya, tak lama kemudian senyum cerah remaja itu mengembangkan dan menerima tulisan saya dengan sorot mata riang. Ya berbagi bahagia melalui seni walaupun harus melalui proses latihan yang melelahkan membuat saya jatuh cinta dengan kuas dan hitamnya tinta Shodo. Shodo, Aishiteru ^_^ !!

10 komentar

latif anshori mengatakan...

wah menarik juga ya mbak :D . baru tau saya . hehehhehe

Ən Yeni Mahnı Sözləri 2 mengatakan...

menarik ya kaka, jadi shodo yang ada difoto itu hasil buatan sendiir? rapi dong

sari widiarti mengatakan...

waaaahhh.. kayaknya harus teliti dan sabar, takut tulisannya luntur, atau malah mbleber (apalah ini bahasanya) :D

rina mengatakan...

huuaa...eraaiii...cantik shodonya :) kl di jpn, anak2 dari sd udah diajarin shodo. tp berhubung anak saya ga begitu suka, jadinya dia bawaannya males, kl dah pelajaran ini @_@;

Reffi Dhinar mengatakan...

iya, menarik sekali mas,,,kalau sudah belajar pasti sulit berhenti,,hehe

Reffi Dhinar mengatakan...

@sabda awal : iya tulisannya bkin sndiri,stelah be2rapa kali salah,hehe
@sari widiarti : emang pelan2 mbk,tpi asyik kok :D
@rina : arigatou mbk..emang ga smua anak suka,,anggota klub saya jg rame di awal akhirnya skrg tnggal beberapa orang yg serius

Setio mengatakan...

Jadi ingat Sakumoto sensei :_)
"Senseeeiii !! shodou ni kyoumi o moteimasu. Hiraitara dou desuka?" tte yutta, dengan logat yang semrawut waktu ichinensei www

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Nita chan mengatakan...

saya juga pernah ikut shodo,muzukashidakedo omoshiroi ne ^^

arman budiman mengatakan...

bagus banget yak, saya baru tahu juga,,,,walaupun saya penikmat anime+manga saya baru tahu ini [g nyambung]