“Tunggu aku di gazebo belakang,
dekat dengan pilar-pilar itu,” kata Rendi kepadaku. Semalam ia meneleponku
ketika aku sedang sibuk belajar menghadapi ujian akhir semester. Rendi adalah
kawan yang kukenal di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu
Komunikasi, aku belajar di progam studi Jurnalistik sedangkan ia menjadi
mahasiswa program studi Hubungan Masyarakat. Tidak seperti biasanya, Rendi
meneleponku larut malam. Yang lebih mengherankan lagi, isi pembicaraannya
singkat serta penuh dengan teka-teki.
Gazebo belakang adalah gazebo yang
paling dekat dengan gedung utama
kampusku. Di tempat itu banyak sekali mahasiswa yang belajar bersama atau
sekedar cangkruk melepas lelah setelah menjalani aktivitas kuliah yang padat.
Tetapi aku sendiri jarang sekali duduk di gazebo karena tiap selesai jam kuliah
jika tidak ada rapat organisasi atau kuliah tambahan, aku akan langsung
meluncur pulang.
“Kayanya si Rendi naksir kamu tuh,”
pikir Sinta kawan sekelasku sekaligus teman dekatku. Rendi adalah orang yang
sangat ramah sedangkan aku adalah orang yang agak anti sosial, memikirkan
kemungkinan Rendi menyukaiku membuatku agak sedikit geli.
“Ah, itu sih pikiranmu aja Sin. Masa
Rendi yang hangat dan tenar itu bisa suka sama cewek kaya aku,” sergahku.
“Oh ya? Denger ya Nadia, cinta itu tidak butuh
logika. Cukup hati dan intuisi yang berbicara,” Sinta memulai ceramahnya soal
cinta lagi.
Pagi ini aku mengerjakan ujian mata
kuliah Kewirausahaan dengan perasaan sedikit tidak tenang. Kata-kata Sinta dan
telepon Rendi semalam, membuatku berpikir tidak-tidak. Harusnya aku tidak boleh
berdebar-debar seperti ini. Harusnya aku tetap kalem dan tetap fokus dengan
ujian. Waktu terasa merayap lambat sekali. Sampai akhirnya waktu janjianku
dengan Rendi datang juga.
“Calm down, jangan grogi Nadia. Siapin
mental dan hati kamu ya, entar jangan lupa traktirannya,” goda Sinta setelah
melihat wajahku semakin pucat pasi. Kontan saja aku jadi merasa sedikit jengah.
Aku dan Sinta keluar bersama. Sesampainya
di dekat gazebo, jantungku seolah hendak meloncat keluar. Rendi telah
menungguku dengan tenangnya. Sinta berpamitan pulang terlebih dahulu, matanya
mengerling jenaka dan mulutnya menahan senyum.
“Maaf ya kalau aku menelepon kamu
tengah malam kemarin. Soalnya ada halpenting yang harus segera kuomongin sama
kamu.” ujar Rendi.
Keringat dingin mulai membasahi
punggungku. Batinku sedikit mengumpat karena aku susah sekali bersikap tenang,”Emm,
emang kamu mau tanya apa Ren?”
“Aku lagi naksir seseorang. Dan orang
itu kamu kenal. Selama ini aku memperhatikan dia dan ternyata sekarang aku tahu
kamuah yang bisa membantuku. Aku pengen minta tolong kamu buat deketin aku sama
Sinta. Please, boleh ya?” pinta Rendi dengan wajah serius dan nada memohon yang
amat sangat.
Aku tersenyum pahit memaksakan. Seperti
ada lubang besar di jantungku. Derap cepatnya semakin melemah dan semakn terasa
nyeri. Sekilas aku teringat kata-kata semangat dari Sinta dan senyumnya yang
memang menawan itu. Aku jatuh cinta dan patah hati di saat yang sama.
2 komentar
Yah ternyata dia malah naksir temen kamu sob. Kenapa nggak kamu ungkapkan aja sekalian.
akkkkkkkkkk cedihhhhhh
Posting Komentar