Wonderland

Cinta itu membebaskan. Itu katamu. Sebagian hati ingin mengikat namun sebagian lagi, ingin membebaskannya dari ikatan. Kau bilang jenuh dengan hubungan yang kaku ini. Pintamu untuk lepas dariku, seolah aku saja yang memaksamu bersamaku.

Lupakah kamu? Kau adalah perempuan yang meminta hatiku. Aku tak seberani dirimu. Kau saja ingin pergi menjelajah duniamu, yang kausebut Wonderland.

   ''Wonderland itu hanya kiasan dari dunia nyata yang berada di luar jangkauanmu, Boy,''

   ''Sekuper itukah aku, sampai aku tak tahu apa itu Wonderland?'' tukasku gusar.

   Kau berdiri memunggungiku. Ini adalah hari ke-425 dirimu memanggil nama kecilku, Boy. Bisa jadi ini juga akan menjadi malam terakhir kita. Kebetulan rumahmu sedang sepi. Ayah Ibumu sedang berkunjung ke rumah saudaranya. Kau masih memunggungiku, dan aku menggenggam cincin yang baru kaukembalikan.

   "Bagaimana dengan rencana petualangan kita? Bagaimana dirimu akan menjelaskan pada semua orang tua?" tanyaku setengah berharap kau membatalkan perjalananmu.

   "Surat, akan kuberikan lewat surat."

   Tak ada tangisan perpisahan selayaknya perempuan -perempuan yang pernah menjadi kekasihku. Kau mengecup pipiku lalu mengucap selamat malam.

   "I have no regret to love you, Boy.

   *
   Sudah setahun sejak kepergianmu. Tanpa sepengetahuanmu, aku mencari apa itu negeri Wonderland? Apakah kota dengan peradaban kuno eksotis, super canggih atau negeri khayalan.

 
   Sepucuk surat pendek berada di kotak posku. Itu darimu. Kau juga sedang rindu rumah ternyata.

   "Kenapa kamu masih belum datang menjemputku? Tak tahukah kamu dimana Wonderland itu, Boy?"


   Aku teringat dengan suatu tempat. Dia pasti sedang menetap di sana.

   Wonderland adalah tanah penuh keajaiban. Aku pernah ingin tinggal disana namun kuurungkan.

   "Aku bodoh."  

   Tanah itu adalah sepetak kebun kecil dimana aku sempat menguntai mimpi sebagai penulis. Aku menjulukinya negeri impian. Kegagalan berulang kali membuatku membenci kegiatan menulis.

    "Inilah sebabnya aku memilih pergi meninggalkanmu. Aku takut, jika kekuranganku membuatmu bosan, maka kau akan mencampakkanku sama seperti tanah dan mimpi lamamu, Boy."  

   Aku menyaksikan gadisku tersedu.

   "Aku telah berhasil menyuburkan tanah dan mencapai mimpi lamamu. Inilah negeri ajaib yang kumiliki. Sayangnya, tak ada dirimu di dalamnya."

1 komentar

AI by Artifisial mengatakan...

Endingnya kurang greget nih, Ref. Bagian depannya aja yang cukup bikin penasaran,sih. But... terus menulis flash fiction ya!