Semestinya Cinta, Meski Berbeda


Judul : Semestinya Cinta
Penulis : Irfan Journey
Jumlah Halaman : 181 halaman
Tahun Terbit : Cetakan pertama, Agustus 2014
Penerbit : QultumMedia


Cinta itu anugerah bukan? Karena Tuhan mengizinkan timbulnya cinta itulah, maka manusia di bumi bisa merasakan kerinduan, nikmatnya saling mengasihi juga saling menghargai. Namun kita juga seringkali menemui jalannya kisah cinta tak selalu berujung bahagia. Jatuh cinta memang menawarkan kehangatan tiada tara tetapi juga mampu mengirimkan ribuan luka. Salah satu penyebab terputusnya kisah cinta itu adalah perbedaan agama.

Novel Semestinya Cinta karya founder akun twiter @TerimakasihIBU ini mengangkat tema cinta beda agama dalam kisah yang menawan, manis dan elegan. Delia, seorang gadis melayu putri semata wayang imam masjid bernama La Husa, jatuh hati dengan seorang pemuda muallaf tionghoa, Liem. Kisah cinta itu bermula dari pertemuan mereka di rumah paman Dalia, ketika ayahnya sedang menjalani pemulihan tubuh setelah sakit berkepanjangan.

Alur yang disajikan dalam novel ini begitu menggugah perasaan. Hubungan cinta yang indah tidak harus terjadi dengan jalan saling menyentuh atau berbuat mendekati maksiat. Lewat tatapan mata, saling berbincang sebentar dan saling berkirim surat,  Delia dan Liem terbakar dalam asmara yang begitu dewasa. Tantangan mulai ada di depan mata setelah Liem bermaksud memperistri Delia. Dua insan tersebut dihadapkan pada perbedaan budaya, adat dan juga asal-usul keluarga yang berbeda agama. Masyarakat di sekitar mereka belum jamak menerima pernikahan suku melayu dengan tionghoa.

Perjuangan cinta itu harus melewati batu-batu terjal yang tak mudah. Cibiran masyarakat dan tekanan dari salah satu keluarga yang memiliki ketidaksukaan pada keluarga La Husa setelah lamarannya pada Delia ditolak, mulai menerbitkan kecemasan di pikiran La Husa. Meskipun Liem sudah memeluk agama Islam, namun keluarga Liem yang tidak semuanya seorang muslim, menerbitkan kegusaran pada pikiran La Husa akan masa depan putrinya. Ia pun mulai menjauhkan Delia dan smepat menjodohkan Delia dengan Darwis, sahabat Liem.

Delia tak terima dengan perjodohan sepihak itu. Gadis cantik berkerudung itu pun berkata jujur pada Darwis jika ia tidak akan pernah bisa menikah dengan orang yang tidak ia cintai. Darwis sadar dan maklum, maka ia juga bersedia membatalkan niat menikahi Delia meskipun hatinya menginginkannya. Pembatalan pertunangan membuat La Husa berang. Ia melarang putrinya berhubungan dengan Liem.

Untungnya, berkat kesabaran dan niat tulus Liem dalam belajar Islam, sedikit demi sedikit kebekuan hati La Husa mulai mencair. Imam masjid tersebut juga tak tega dengan sakit hati putrinya yang dipendam hingga mengakibatkan putrinya jatuh sakit.

Novel ini mengajarkan pada kita betapa mulianya rasa cinta itu jika disemaikan dalam koridor harapan  dan perjuangan menuju cintaNYA. Doa-doa Delia agar Allah meridhoi kisah cintanya pada Liem adalah sebuah kekuatan tersembunyi yang sangat dahsyat maknanya. Sementara Liem menunjukkan kualitasnya sebagai pria sejati yang tak hanya mencintai gadisnya tetapi juga agama yang baru ia masuki.

Kalimat-kalimat dalam novel ini memantik renungan bagi kita yang mengaku mencintai agama Islam tapi tanpa sadar sering menganggap diri lebih baik dari orang lain yang baru mengenal Islam. Kalimat dari Muhammad, sahabat Liem, menyentuh hati La Husa.

“Bukankah Nabi pernah bilang, Pak, barangsiapa masuk Islam dan mengucapkan syahadat maka ia seperti bayi yang baru lahir tanpa dosa. Seperti kertas putih tanpa goresan pena.” (kutipan dialog halaman 178).

Hidayah memang bisa datang pada siapa saja sesuai dengan kehendak Allah. Sebagai manusia kita tidak boleh bersikap arogan. Novel ini sukses mendobrak keragu-raguan pembacanya. Bagi anda yang sedang mengalami kegalauan cinta beda agama, layak membaca buku ini. Entah berujung sedih atau bahagia, kita harus mencintai Tuhan lebih dari kecintaan kita pada manusia. Selamat membaca.

2 komentar

sari widiarti mengatakan...

dilihat dari penerbitnya, memang khusus untuk buku islami ya...

suka deh kalau cinta-cintaan gak melulu soal pacaran aja :D

Reffi Dhinar mengatakan...

ceritanya memberi pencerahan mbak :)