Aku Memimpikanmu Tiap Hari

Cerita ini bermula dari rutinitas yang selama ini kuanggap biasa, yakni menanggapi ajakanmu berbicara. Kau ada di tiap jeda aku bernafas, tertawa hingga menangis. Kamu ada meski tak berbicara.

Senyum yang kamu sunggingkan dalam tiap pertemuan, mulanya hanya kuanggap bentuk keramahan sederhana, bukannya suatu hal istimewa. Saat itu aku menjaga hatiku untuk seseorang yang berjanji menjaganya hingga akhir masa.

Tapi, seperti halnya janji, ada dua kemungkinan di tiap ujungnya. Dua kemungkinan itu adalah ditepati atau malah terlupakan seiring jam pasir waktu berbalik meninggalkanku.

Kamu tahu, ketika mataku membiaskan kesedihan. Diammu menyiratkan pengertian, tidak ingin menggangguku dengan pertanyaan. Pelan namun belum pasti, hatiku mulai menangkap getaran tawamu, candamu hingga terbit godaan baru di kepalaku.

Aku takut, sungguh tak siap terjalin kemelut. Ada pembatas antara kita yang tak mudah dilalui. Namun, mengapa ketika aku berusaha menjauh, banyak peristiwa yang mempertemukan jalinan mata kita.

Kemudian ada gelisah dan cemburu. Tenaga untuk membuatku maju, juga rasa cemas yang kadang mengganggu. Itu karena kamu. Laiknya puncak gunung es, rinduku membeku rapi di bawahnya. Kau mengingatkan kembali sensasi awal aku mengenal frasa jatuh hati. 

Apakah fatamorgana? Tidak, ini adalah realita. Aku menjadi cahaya karena pelita dari matamu. Jika, hal paling terburuk mengharuskan kamu enyah dari mimpiku, maka aku takkan menyesal. Jika, Sang Maha mengizinkan kisah kita terbit bersama, pasti aku akan jauh lebih berbahagia.

Untuk saat ini, aku hanya ingin menari, menulis dan tertawa untuk keriaanku. Tiap hari aku memimpikanmu di sela waktu tidurku. Merindu.

Tidak ada komentar