Cinta, Ego?

Apakah anda benar-benar mencintai atau sekedar ingin melampiaskan ego? Anda menilai jika detak jantung yang berderap cepat adalah tanda cinta, awalnya saya pun berpikiran demikian.

Tapi jika cinta itu diumpamakan debar, apa cinta dari seorang ibu tidak dikategorikan cinta sesungguhnya?

Seiring dengan pertambahan kedewasaan, saya jadi menilai jika cinta penuh debar dengan lawan jenis itu tumbuh dari suka atau semacam rasa 'excited'.

Proses awal rasa suka ini akan dihiasi ego. 'Aku' adalah pusat dari semua rasa, sedangkan 'Dia' menjadi objek yang tanpa sadar kita tuntut untuk memahami isi hati. Obsesi menjadi muaranya, drama mewarnai kisahnya.

Jika perkenalan telah dilakukan, dan anda tak mempermasalahkan kekurangannya, kalian memiliki visi seirama, kelebihannya mengisi kekurangan anda, mulailah proses cinta sesungguhnya. Bila debar menghilang namun anda masih merindukannya, ingin selalu bisa membuatnya bahagia, maka disinilah ego mulai menurun.

Cinta antara pria dan wanita tak akan selesai dibahas. Menyatunya dua hati tentu karena telah menjadi satu frekuensi. Memang ada yang berujung bahagia, ada pula yang nyeri, namun pertumbuhan hati semakin kuat setelah diuji.

Sedang sendiri bukan berarti kita tidak memiliki cinta. Kita adalah makhluk cinta. Percaya bahwa kemampuan mencintai orang tua, pekerjaan, dan anak-anak sekalipun juga pertanda anda bisa jatuh cinta. Apakah dia belum datang? Tunggu saja, karena cinta tak mengenal kata absen dari dunia, justru manusialah yang membatasinya

Tidak ada komentar