THR Menjadi Budaya untuk Unjuk Diri

Menjelang Lebaran, ada satu hal yang ditunggu-tunggu pegawai di Indonesia, yaitu mendapat Tunjangan Hari Raya (THR). Apalagi sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan di negara kita, yang baru bekerja selama sebulan pun berhak mendapat THR. Gaji sebulan penuh ditambah uang THR menjadikan perasaan berbunga-bunga lalu mendadak merasa tajir alias kaya raya.

Saya pun termasuk yang sangat gembira jika mendapat THR. Kalau sudah mengantongi THR, sudah terbayang barisan pakaian baru dan juga nominal untuk bagi-bagi uang baru pada keponakan-keponakan kecil. Rasanya kurang jika tidak bagi-bagi.

Namun, tahun ini saya mengalami pergantian pekerjaan sehingga tidak sempat mendapat THR di kantor lama. Saya hanya menyisihkan sedikit gaji untuk zakat dan memberi sedikit untuk keponakan-keponakan terdekat, tak semua anggota keluarga merasakan. Baju baru juga sengaja tidak saya beli sebab dana yang ada harus disisakan untuk hidup di bulan berikutnya sampai mendapat gaji lagi.

Di saat-saat seperti ini, saya baru merasakan penyesalan. Andai dari awal bekerja saya tidak menghamburkan uang THR, lalu mulai sedikit-sedikit berinvestasi, pasti uang tersebut tidak akan menguap sia-sia. Baru ketika uang THR tidak saya peroleh, dan uang tabungan harus terpakai untuk kebutuhan sehari-hari, saya tertarik untuk mencari info soal investasi. Di sisi lain, saya merasa rendah diri dan minder sebab tak bisa berbagi yang baru. Sedihnya, kesadaran tersebut juga memukul kepala saya jika ternyata uang THR malah membuat ingin unjuk diri. Tidak berbagi uang baru menjadi gengsi. Niat pun menjadi salah sasarannya.

Barangkali ego untuk unjuk diri dengan uang THR juga dirasakan kawan-kawan. Malu teramat sangat ketika tidak membeli baju baru dan tidak memberi uang pada anak-anak atau keluarga yang lebih tua. Atau mungkin kita yang berada di posisi sebaliknya. Kalau tidak mendapat uang THR dari keluarga yang sudah bekerja dan lebih tua, pasti akan mengomel dalam hati lalu 'rasan-rasan', yang artinya bergunjing. Tak jarang kita juga membandingkan jumlah uang yang diterima dari satu orang dan orang lainnya.

Sejak kecil, kita dibudayakan dengan kesenangan menerima uang THR. Ini bukanlah hal yang salah, namun sayangnya jika tidak disikapi secara bijak, malah menjadi beban bagi si pemberi. Andai saja, paman atau bibi kita itu pekerjaannya masih serabutan, pastinya uang THR adalah hal yang super sulit didapat. Jangankan memberi anak-anak, mau makan besok saja sudah kelimpungan. Dan lagi, persiapan menyambut tamu untuk silaturahmi juga perlu dipikirkan.

Di lebaran kali ini saya belajar agar tidak menggantungkan prestise pada kata bernama 'THR'. Berbagi uang baru sesuai kemampuan, yang lebih penting lagi seharusnya bersedekah serta belajar berinvestasi. Uang THR bukanlah uang untuk dihambur-hamburkan.

7 komentar

Ika Hardiyan Aksari mengatakan...

Aku sendiri kalo bagi uang kepada keponakan tak pernah harus baru, Mbak. Kadang malah aku bagi2nya pulsa. Hihi.

Kalau aku misal bagi2nya gitu kubiarkan untuk sedekah, Mbak. Jadi, rasanya itu nagih. Pengennya tahun depan juga bisa ngasih lagi. Kalau bisa malah lebih.

Adi Pradana mengatakan...

Inti dari puasa di bulan ramadan adalah menahan hawa nafsu, termasuk hawa nafsu menghambur hamburkan uang teha er...

Elva susanti mengatakan...

THR tampaknya sudah membudidaya ya mbak, saya pun kadang sempat dibuat bingung kalau pas mau pulang kampung. Gak mungkin kita gak siapin THR, padahal saat pulang uang yang dibawa jg pas2an. Duh seperti dilema

Fanny f nila mengatakan...

Sayangnya kebanyakan memang berfikir gt ya mba.. Uang thr utk hura2, ga kepikiran sebagian utk diinvest. Dulu akupun begitu kok. Tp stlh nikah, dan kebetulan kerja di bank, aku jd mikir, ga mungkin begitu trs.. Udh harus mikir utk investasi.. Apalagi selain thr lebaran, aku jg dpt thr natal. Nah kalo thr lebaran 40%nya aku invest, thr natal aku invest semuanya stlh potong zakat. Apalagi kan aku g ngerayain natal, jd thr yg didapat bisa ditabunglah semuanya :)

Reffi Dhinar mengatakan...

All: Hmm, iya dilematis memang. Buat mudik pas-pasan,kalo nggak bagi-bagi kayanya kurang afdol. Tapi kayanya saya mau belajar invest deh :D

Widy Darma mengatakan...

Harusnya sih thr digunakan untuk keperluan hari raya, kayak beli tiket/akomodasi selama mudik, hadiah buat ortu/saudara, kasih uang ke ortu buat masak2 banyak. Gak bisa dipungkiri kebutuhan buat hari raya banyak, kebutuhan lho.. Kalo beli baju 5 biji sih bukan kebutuhan ya 😜

Reffi Dhinar mengatakan...

iya mbak, beli baju mah nafsu wkwk