Menjadi Penulis Buku (Rangkuman Materi Sharing Literaksi)




Tulisan ini adalah rangkuman dari materi yang saya berikan di kelas Literaksi. Dimulai dari proses awal menulis buku, hingga saya bisa menjadi content writer. Perjalanan panjang yang tidak akan berhenti.


Proses Awal Menulis


Jika merunut ke belakang, saya sadar passion menulis ini bisa berkembang salah satunya karena dukungan ortu. Saya akan bercerita sekilas awal mula saya menulis buku.

Sejak kecil, ortu sudah mengembangkan kebiasaan membaca. Papa pembaca akut surat kabar, dalam sehari bisa beberapa jenis surat kabar dibeli sekaligus dibaca. Mama berlangganan majalah perempuan, dan saya selalu dibelikan majalah anak-anak, sehingga di usia 4 tahun berkat bimbingan Mama, saya bisa membaca tanpa mengeja.

Mama sangat disiplin dalam menerapkan aktivitas sehari-hari saya mulai dari kapan harus sekolah, belajar, mengaji dan tidur siang. Waktu bermain di luar tidak banyak (tidur siang itu wajib), dulu sebagai anak kecil saya merasa keberatan. Mau mengomel juga tidak tahu ke mana, makanya akhirnya saya tuliskan keluhan itu di buku catatan mulai kelas 2 SD.
Lucunya, saya ganti nama saya agar Mama tidak tahu kalau yang mengeluh itu saya. Tetap saja Mama tahu, tetapi beliau tidak marah dan menasehati saya kalau peraturan itu dibuat agar saya tidak mudah sakit. Bermain boleh saja tapi ada waktunya, karena saya harus istirahat cukup. Sekarang saya paham hehe.

Dari situlah, perkembangan menulis saya diperhatikan orang tua. Saya mulai menulis cerita fiksi seperti dongeng di belakang buku catatan. Diam-diam, Papa mengumpulkan catatan itu lalu diketik di kantor.  Kawan Papa bilang kalau saya punya bakat besar di dalam menulis. Saya lalu rutin menulis catatan opini singkat di diary.



Saya adalah anak yang sangat kritis, tiap kejadian di sekitar saya selalu memicu pertanyaan, seperti kenapa seorang anak bisa menyukai teman sekelasnya, kenapa teman saya menghina teman lain yang kurang berpunya, dan terus menulis cerita fiksi singkat. Hingga di kelas 4 SD, saya menjual cerita ke teman sekelas. Teman-teman tahu saya jago membuat cerita, jadi saya buatkan daftar judul yang bisa dipilih, lalu akan saya tulis. Buku itu dari buku tulis yang saya ambil beberapa lembar, lalu kovernya pakai kertas warna-warni dari bufalo yang saya jepret menjadi buku saku. Per buku saya jual 500 rupiah, sangat laris sampai saya bisa menabung kas terbanyak di kelas.

Namun saya belum berani mengirimkan cerita ke media meski Papa sangat mendukung. Saya tumbuh menjadi kutu buku dan perpustakaan menjadi rumah kedua. Baru masuk SMP, saya sudah membaca beberapa buku biografi tokoh dan filsafat Freud yang waktu itu sulit saya pahami, karena waktu itu bahan bacaan di perpus belum selengkap sekarang. Saya terus menulis puisi, cerpen, dan opini di diary. Barulah saya sadar jika saya punya bakat menulis ketika kelas 2 SMP. Sekolah mengirim tim OSIS untuk mengikuti bedah film ‘Bend It Like Beckham’ yang diselenggarakan Jawa Pos dan Kabupaten Sidoarjo.

Peserta diminta menulis resensi lalu dihubungkan dengan dunia nyata. Saya pun mengkritisi kenapa perempuan India tidak boleh bermain bola, bukan karena dia tidak mampu tetapi karena gendernya. Saya hubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang masih meremehkan kecerdasan dan kemampuan perempuan. Tulisan model begitu sering saya buat di diary jadi rasanya tidak sulit. Tidak disangka ternyata resensi itu dilombakan, dan saya menjadi juara 2 umum, sedangkan juara 1 adalah siswa SMU. Saya mendapat piala dan tabanas.

Saya yang masih dalam proses belajar ini mengenai menulis buku. Saat ini saya sudah menulis 9 buku solo dan belasan antologi bersama, salah satu buku saya diterbitkan di Bentang Pustaka di lini ebook digital.

Proses Menulis Buku


Setelah bertahun-tahun hanya berani menulis di diary, baru di tahun 2012 memasuki masa skripsi, saya mulai menulis lebih serius. Awalnya karena saya bertekad untuk membiayai semua biaya bimbingan skripsi, print, hingga kebutuhan wisuda  dengan jerih payah sendiri. Untuk biaya kuliah sudah dibantu beasiswa dan sokongan ortu. Ketika ada lowongan ghost writer untu sebuah web, saya coba melamar, setelah lolos seleksi saya diterima. Syaratnya sangat ketat. Selama sebulan penulis diberi keyword yang harus dikembangkan menjadi artikel 2000 kata. Sehari harus setor minimal 1 artikel. Biayanya 25000/artikel. Terlambat satu hari, maka semua tulisan tidak akan dibayar, tidak peduli sudah menulis 15 artikel sekalipun.

Alhamdulillah saya bisa melaluinya dan mulai punya tabungan. Saya juga menerjemahkan secara lisan dan tertulis Bahasa Jepang-Indonesia. Lalu pada pertengahan 2013, AG Pressindo mengadakan Sayembara Nasional Novel. Saya tidak pernah menulis novel, tetapi sangat suka membacanya juga, dan karena terbiasa menulis tiap hari maka waktu 30 hari menulis novel 100 halaman tidak terlalu sulit. Yang susah justru dari manajemen waktu karena saya harus kuliah, menjadi penerjemah freelance, ghost writer artikel, dan mengerjakan skripsi juga. Waktu tidur hanya 4 jam sehari.



Akhirnya novel perdana saya selesai, Alhamdulillah lolos sepuluh besar karya terbaik. Karena tidak menjadi juara pertama, naskah tidak diterbitkan mayor, naskah saya diterbitkan indie secara gratis. Novel ‘Triangle’s Destiny’ menjadi debut saya sebagai penulis novel. Di tahun itu saya juga mulai membuat blog. Blog Kata Reffi saya jadikan tempat menulis opini dll menggantikan kebiasaan menulis di diary.  Antologi bersama pun satu per satu mulai terbit.

Setelah lulus dan bekerja, hasrat untuk terus menerbitkan buku pun tidak terbendung. Saya sering mengikuti banyak lomba menulis dari flash fiction, novelet, puisi, dan novel. Sering saya kalah dan beberapa kali juga saya menjadi juara hingga buku saya diterbitkan gratis. Mulai dari uang tunai, piala dan sertifikat sudah saya terima. Saya tidak mau cepat puas, jadi sambil menulis pun saya mengikuti pelatihan menulis baik online atau offline, membaca buku teknik menulis, dan mau menyisihkan uang untuk pelatihan berbayar.

Setelah memenangkan kompetisi menulis di Indscript Creative, blog saya makin berkembang. Karir menulis buku juga berkembang seiring dengan content writing. Blog saya pernah bekerjasama dengan brand-brand terkemuka seperti Traveloka, Matahari Mall.com, Indosat Ooredoo, Hijup, dan yang terbaru adalah Gojek. Beberapa dari agency dan lainnya langsung mengontak email saya karena tertarik dengan konten saya di blog. Kini saya juga merambah di dunia editor buku setelah dilamar oleh Indscript.

Latihan Untuk Konsisten Menulis Buku


Keluhan yang sering muncul dari kawan penulis pemula adalah sulit menjaga konsistensi menulis. Ini saya bagikan agar kita bisa konsisten menulis buku hingga selesai.



1. Banyak membaca buku yang terkait dengan buku yang akan kita tulis. Misalnya ingin membuat novel teenlit, maka carilah novel yang reviewnya bagus atau kita suka, baca 2 atau 3 buku supaya paham bagaimana mengembangkan alur, konflik dll. Namun jangan plagiat.

2. Tentukan deadline dengan jumlah halaman. Ukur kemampuan diri, misalnya jika ikut lomba dan deadline sebulan dengan minimal halaman 100, maka bagi 100 halaman menjadi 25 hari. Tuliskan draft sebebas mungkin, lupakan dulu mengedit. Waktu lima hari sisanya baru dipakai mengedit dan membaca ulang.

3. Pilih waktu dan lokasi nyaman untuk menulis.

4. Istirahat dan selingi olahraga ringan karena duduk terlalu lama serta menulis tanpa makan akan membuat tubuh lemah.

5. Jika ada ide baru, catat saja tanpa perlu dikembangkan, fokus pada satu naskah saja sampai selesai, karena penulis yang baik adalah penulis yang menyelesaikan naskah.

6. Banyak memfollow akun penulis yang sudah lebih populer atau profesional, membaca PUEBI dan berteman dengan editor pun baik. Ikuti juga akun-akun penerbit baik indie atau mayor untuk membaca tips menulis dari mereka.

7. Jangan memikirkan soal bagus atau jelek, buat saja sekehendak kita. Jangan lupa sebelum menulis buatlah outline/kerangka penulisan dari awal-konflik-akhir. Buatlah premis utama cerita untuk menentukan ceritamu tentang apa dalam satu kalimat pendek.

8. Jika menulis nonfiksi tentukan tujuan besar bukunya, lalu buat kerangka per bab. Seperti saat saya menuliskan buku kumpulan blog, saya tidak asal memasukkan semua artikel saja. Saya buat tujuan besarnya dari sebagian artikel blog yang banyak mengundang minat pembaca. Dan artikel itu berkaitan dengan tema perempuan, motivasi kehidupan, kreativitas kepenulisan. Makanya saya pilih artikel yang bisa mewakili untuk 100 halaman saja dalam buku ‘Kata Reffi: Woman, Life Creative’.


Tabel Tokoh

Tokoh dalam novel itu penting dan sebagai duta cerita. Sebelum menulis novel biasanya saya membuat deskripsi detail tokohnya, misal siapa tokoh utamanya, nama, ciri-ciri fisik, hobi, gaya berpakaian dan hal lainnya sedetail mungkin.

Demikian rangkuman materi yang berisi tips singkat ketika saya menulis buku. Jangan pernah berhenti menulis ya. Happy writing ❤

4 komentar

Mas Prim mengatakan...

Ternyata pemenang kompetisi menulis itu juga pernah nggak menang ya. Soalnya kalau ngelihat pengumuman pemenang (mis : blog), langsung beranggapan, "Ya jelas aja dia menang, udah jago."

Dan itu yang tidak jarang bikin minder dan ngeper duluan kalau mau ikut kompetisi lagi 😁

Okapi note mengatakan...

Subhanallah kagum dengan kegigihan dan kerja kerasnya dalam dunia menulis. Bikin iri. Saya aja baru bisa nerjemahin komik dan subtitle talk show jepang aja masih ngerasa kemapuan saya masih kurang. Terjun dunia menulis hanya sebagai hobi blogger saja. Pengen nulis buku tentang bahasa jepang deh tapi bisa gak soh nulis tapi aktif bekerja di kantoran. Ngatur waktunya gimana ya hmm

Reffi Dhinar mengatakan...

hahaha iya itu wajar, tapi namanya rezeki kan siapa yg tahu

Reffi Dhinar mengatakan...

wah kereen mbak udah jadi translator profesional :) dinikmati aja dulu, ngeblognya entar bisa dikumpulin jadi buku,,nah kalau mau bikin buku jepang malah lebih mudah kan, tinggal bikin jadwal nulis harian aja minimal setengah jam :)