Kontrol Medsos Agar Hidup Lebih Bahagia

(Source: Unsplash-@Merakist)




Suatu malam ada seorang kawan yang mengirim pesan curhatan. Katanya ia senang sekali melihat konsep acara pertunangan seorang selebritis, lalu mulai berandai-andai kapan ia bisa memiliki kekasih yang mau mempersuntingnya dengan konsep seindah itu. Belum lagi rentetan keluhan lain karena merasa tidak nyaman akunnya difollow oleh sejumlah rekan kerja. Memiliki media sosial rupanya dapat membuat pikiran dan batin seseorang menjadi tidak bahagia dan saya pun mengalami hal itu.


Tak hanya membuat seseorang menjadi tidak bahagia, terlalu aktif di media sosial juga berdampak buruk pada kualitas hubungan dengan orang lain. Kita pasti sebal ketika sedang asyik curhat, ternyata kawan malah sibuk membalas chat di gawainya, begitupula sebaliknya. Dalam tingkatan yang lebih serius, media sosial juga berpengaruh buruk untuk rumah tangga. Seperti yang dijelaskan di portal [1]Universitas Binus Malang, di bulan Agustus 2017 saja tercatat 157 perceraian dan 1862 kasus di Bekasi karena efek media sosial. Sungguh memprihatinkan, bukan?

Menariknya lagi, beberapa kawan pun menanyakan resep bagaimana agar bisa produktif menulis di tengah kesibukan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari lainnya. Saya katakan cukup lakukan rutin mematikan kuota internet atau ponsel sekalian. Selama dua jam, saya bisa mengerjakan banyak karya hanya dengan fokus mematikan ponsel selama dua jam dalam sehari.

red love neon light signage
Are You Happy? (Source: Unsplash-@stanislas1)

Ketidakbahagiaan dalam menggunakan media sosial (medsos) juga dijelaskan dalam Journal[2] of Social and Clinical Psychology. Menurut penelitian, tidak menggunakan medsos selama 30 menit per hari dapat menurunkan kesepian dan depresi. Itulah yang saya terapkan, namun waktunya saya lebihi menjadi dua jam. Satu jam setelah bangun pagi, saya akan gunakan untuk berolahraga, membaca, dan menulis. Satu jam setelah pulang kerja bisa saya pakai untuk mengedit tulisan sambil menonton satu episode drama korea.

Agar waktu yang saya habiskan tidak terbuang percuma ketika gawai sedang mati, saya akan menggunakan ponsel tanpa internet untuk menyeting alarm. Olahraga ringan atau sedang selama 15 menit, membaca 15 menit, lalu setengah jam akan saya pakai menulis, baik itu novel, blog atau tulisan lain sesuai keinginan. Di malam hari jika tidak ada desakan menulis untuk deadline, saya sempatkan untuk menonton drama korea. Kebiasaan 2 jam untuk hobi dan olahraga ini membawa dampak besar. Saya lebih gembira karena bisa terus berkarya dan menghibur diri.

Jadi, konsep 2 jam off dari medsos ini sangat efektif agar produktifitas meningkat dan kebahagiaan pribadi pun tepenuhi. Temukan apa saja yang bisa menarik perhatian kita selain medsos. Membaca buku, berolahraga, atau sekadar bersantai tanpa kegiatan pun sangat baik untuk menurunkan kadar kecemasan akibat terlalu banyak menggunakan medsos.

Langkah berikutnya selain menjalankan konsep 2 jam off medsos adalah mengikuti akun yang berkaitan dengan passion dan hobi. Contohnya saya yang sangat suka belajar bahasa asing, maka akun di Twitter dan Instagram paling banyak berkaitan dengan bahasa. Alhasil, di tampilan beranda medsos akan berseliweran informasi mengenai tips belajar bahasa asing yang sayaperlukan dan mengingatkan saya agar melanjutkan aktivitas belajar. 

 
Dan untuk langkah paling penting agar kesehatan mental tidak menurun adalah melakukan pembersihan atau minimalisasi mengikuti akun yang membuat kebahagiaan kita berkurang. Apa  saja contohnya? Misalnya saya yang mengunfollow akun artis yang selalu membagikan perjalanannya ke luar negeri, lalu saya juga menghentikan pertemanan di Facebook dengan orang yang suka berbagi konten viral namun hoaks, dan masih banyak lagi.

Image result for social media unsplash
Kontrol Medsos di Tangan Kita (Source: Unsplash-@rawpixel)

Kita tidak berhak untuk mengatur apa yang akan dibagikan orang lain di medsos mereka. Tiap orang punya preferensi tentang makna medsos bagi kehidupan mereka. Seperti saya yang menggunakan medsos dengan tujuan berbeda-beda. Instagram dan Facebook saya gunakan untuk membagikan karya tulis dan sesekali konten jalan-jalan. Di Twitter, saya bebas bertukar pikiran dengan kawan-kawan pecinta drakor dari mancanegara sambil mengasah bahasa asing, serta WhatsApp saya pakai untuk tujuan berkomunikasi dengan orang lain terutama dengan para klien. 

Nah, hal ini bisa jadi berbeda fungsinya bagi orang lain. Maka jika saya merasa iri, benci, jengah dengan konten seseorang, maka lebih baik saya yang mengontrol dengan mengunfollow akunnya. Di kehidupan nyata hubungan baik tetap berjalan, tetapi di kehidupan maya kita memegang kontrol penuh atas penggunaan medsos.

Medsos adalah wadah untuk berekspresi hingga berbisnis. Di sini kita bisa membangun personal branding. Dengan memberlakukan metode kontrol medsos mulai dari 2 jam off dalam sehari, berhenti mengikuti akun yang membuat diri tidak bahagia, dan memaksimalkan medsos untuk sumber belajar, maka kita bisa mengontrol pikiran negatif yang muncul saat menggunakan medsos. Mari ikuti perkembangan teknologi dengan memperhatikan kebahagiaan dan kesehatan mental.


Catatan Kaki

[1]Sesuaiartikel di https://binus.ac.id/malang/2018/07/dampak-sosial-perkembangan-media-sosial/
[2]Artikel di https://www.cnet.com/news/get-off-social-media-after-a-half-hour-and-you-might-be-happier/
 

(Tulisan ini diikutkan dalam seleksi STALC Conference Petrolida 2020 di ITS pada Maret 2020. Lolos mengantarkan saya sebagai finalis dan masuk ke tahap Conference serta akan mempertemukan saya dengan juri)

2 komentar

Tira Soekardi mengatakan...

betul sekali, medsoso itu janagn sebagai ajang yang negatif , tapi yang positif

Reffi Dhinar mengatakan...

Setujuu dan kita yang kontrol