“Aku benci
banget sama dia. Dia itu cowok yang nggak tahu diri Shel, huhuhu,”
Suara tangisan
Rista membuatku sedikit tidak nyaman. Bagaimana tidak, dia menangis terisak
dengan mata merah mengerikan dan hidung yang sedikit mengeluarkan ingus di coffee shop yang lumayan ramai
pengunjung. Aku menyesap coffee latteku
dengan tidak berselera. Aku tidak mengira kalau curhatan Rista kali ini akan
berujung dengan tangisan heboh yang begitu mengenaskan.
“Sudah deh Ris.
Kamu tahu kan kalau si Bobi itu playboy sejak kalian belum resmi pacaran.
Mungkin kamu terpikat dengan gayanya yang elegan dan jabatannya yang tinggi di
perusahaannya. Tapi lihat deh, udah berapa kali kamu diduain sama dia? Punya
cowok yang nggak setia dan sering dapet tugas ke luar kota itu rawan terjadi
perselingkuhan. Harusnya kamu sadar sejak awal.” Aku berusaha menenangkan Rista
yang masih menangis sesenggukan sambil menelungkupkan wajahnya di atas meja.
“Kamu nggak
tahu, sih kalau aku udah cinta mati sama Bobi. Tiap kali dia ketahuan
selingkuh, aku selalu marah dan minta putus, tapi besoknya pasti dia kembali
dengan meakukan hal-hal yang membuatku luluh. Dia itu baik banget Shel. Dia
nggak pernah ngomong kasar dan main tangan sama aku,” celoteh Rista masih sibuk
dengan tisu-tisu yang ia genggam dan sudah basah air mata.
Selalu seperti
ini. Tiap kali Rista bermasalah dengan Bobi, pacarnya yang belum pernah aku
kenal karena kesibukannya sebagai general
manager di perusahaan otomotif
terkemuka sehingga menuntut Bobi untuk sering ke luar kota. Aku juga tak
terlalu ingin mengenal Bobi. Bayangkan selama enam bulan pacaran, sahabatku
Rista sudah diselingkuhin lima kali. Rista selalu curhat padaku, tetapi semua
nasehatku hanya dianggap angin lalu. Percuma dong kalau aku kasih nasehat tapi
ujung-ujungnya dia kembali lagi ke pelukan Bobi Buaya Kampung itu. Sebal
rasanya, karena aku seolah menjadi tong sampah yang curhatan Rista.
“Kamu nggak bisa
ngerasain apa yang kurasain sih, Shel. Kamu kan sekarang jomblo, jadi kamu
nggak ngerasain sakitnya yang aku rasain,”
Selalu begini.
Aku disalahkan karena aku jomblo. Helloo,
sadar nggak sih kalau jomblo itu lebih baik daripada punya pacar tapi nggak
tahu adat macam Bobi begitu. Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Kesal
sekali melihat Rista yang berbicara menyebalkan seperti itu. Pengunjung coffee
shop yang duduk tak jauh dariku melihatku dengan tatapan iba. Aku tak tahu
apakah tatapan iba itu karena simpati padaku atau merasa iba pada Rista yang
terlihat begitu dramatis dengan tangisan bombay-nya.
“Shela, kamu kok
malah lihat ke arah lain sih. Kamu dengerin aku nggak sih?” desis Rista dengan
raut wajah semakin mengerikan. Maskara dan eyelinernya luntur karena air mata. Wajahnya
yang putih, mulus dan ayu itu menjadi seperti wajah hantu yang sering aku lihat
di film horor amatir Indonesia.
“Aku tetep
dengerin kamu kok. Nah sekarang apa keputusan kamu. Kamu kan denger sendiri
dari Bobi kalau dia pengen hidup dengan orang lain tapi orangnya itu bukan
kamu. Diambil hikmahnya aja, lebih baik kalian berpisah sekarang daripada nanti
kamu menikah dengan dia tapi pastinya akan lebih sakit hati lagi dengan
kelakuan belangnya,” ujarku berusaha bersuara lembut sembari mengusap
pergelangan tangannya.
Tangisan Rista
semakin melembut. Kemudian ia meminum perlahan hot chocolate-nya,”Aku emang shock banget. Jujur aku pengen tahu
siapa cewek yang udah bikin Bobi bener-bener lari berpaling dari aku. Selama
ini tiap kali dia selingkuh, dia selalu meminta maaf dan memohon untuk
balikan.” Rista berbicara lagi dengan mata menerawang.
‘Mana
kutahu? Itu bukan urusanku. Mau si Bobi kawin sama janda kek, mau nikah sama
polwan kek, aku sih nggak peduli!’ batinku gemas.
Pintu kafe yang
terbuat dari kaca berderit terbuka. Masuklah seorang pria tampan dengan gaya
metropolis duduk di seberang mejaku dengan Rista.
“Hai Rista,
Shela. Lagi nongkrong nih,” sapa Alex dengan nada kemayu. Dia adalah rekan
kerjaku di kantor yang juga mengenal Rista.
“Biasalah, girl’s day out. Kamu sendiri ngapain ke
sini. Mau kencan ya?” tanyaku dengan senyum penuh arti. Alex ini walau
tampangnya keren, tapi sebenarnya dia adalah seorang gay sejati. Awalnya Rista sempat naksir dengan Alex, namun setelah
tahu kalau Alex seorang gay, dia
segera mundur teratur.
“Iya. Ehm kencan
dengan someone spesial,” jawab Alex
malu-malu.
Beberapa menit
kemudian pintu coffee shop terbuka
kembali. Masuklah pria tampan dengan kulit coklat yang macho lalu duduk di
samping Alex. Gila nih Alex, pacarnya ternyata sekeren ini.
“Bob..Bobi..,”
ujar Rista terbata-bata.
Cowok macho itu
menoleh dan wajahnya pias melihat Rista,”Beibh,
kamu kenal sama mereka? Mereka ini temen-temenku loh,” Alex menggelayut manja
di lengan Bobi.
Aku hanya
ternganga melihat adegan ini. Rista berdiri lalu berlari pergi, sedangkan Bobi
masih terpaku di tempat duduknya tanpa bisa bicara apa-apa. Ah, dunia memang
sudah gila.
Tidak ada komentar
Posting Komentar