Malam ini adalah malam istimewa
bagi Karla, karena malam ini ia mengikuti pesta prom night di sekolahnya. Sukacita kelulusan SMU yang baru saja
berlalu kini ditambah semarak dengan adanya pesta perpisahan bagi seluruh
lulusan, membuat gelora antusiasme menyebar di mana-mana. Seperti biasa aku
dengan setia menemani Karla pergi ke pesta. Untuk mengikuti pesta ini, Karla
telah menghabiskan banyak waktu dan biaya bahkan mungkin bisa dibilang Karla
lebih memikirkan serius bagaimana penampilannya di pesta daripada hasil ujian
nasionalnya.
“Please, kali ini kamu jangan ngambek ya, aku harus menemui semua
temanku satu per satu untuk terakhir kali. Jangan kamu pikir aku sedang
memamerkan gaun atau riasan cantikku.” Karla meminta padaku dengan sorot wajah
memelas.
Aku tahu, Karla sudah sangat
memahamiku. Mengenai ketidaksukaanku pada sikapnya yang suka pamer
barang-barang mahal atau pamer kecantikan yang memang telah dianugerahkan Tuhan
padanya. Tapi tetap saja Karla berlaku seenaknya dan memanfaatkan kelemahanku
yang selalu saja mengalah pada tatapan penuh ibanya.
Kini aku bersamanya di pesta prom night yang ramai. Semua remaja pria
dan putri berhias bak laksana putri dan pangeran, sementara aku tetap dengan
penampilanku yang apa adanya. Karla tak mempersalahkannya tapi dia juga acuh
padaku. Dia terus berkeliling dari satu meja ke meja lain atau dari satu
percakapan ke percakapan lain. Langkahnya yang tiba-tiba dibuat segemulai
mungkin, membuat mata semua laki-laki tertuju padanya dengan tatapan kagum,
atau mungkin tatapan hasrat aku juga tak begitu tahu.
“Katanya kamu nggak mau bersikap
pamer di sini. Tapi kenapa dari tadi kamu hanya mengomentari busana orang lain
dan menyombongkan gaun birumu yang memang sangat indah? Kamu sukses membuatku
kesal,” protesku pada Karla.
Karla tak menggubrisku. Dia seolah
larut dengan obrolan serunya yang tidak bermutu itu. Aku kesal terhadap
kelemahanku. Harusnya aku menolak diajak pergi kalau ujung-ujungnya dia kembali
ke tabiat buruknya, suka pamer dan memandang rendah orang lain. Mungkin karena
lelah mengobrol kesana kemari, Karla lalu mengajakku duduk di sudut ruangan
pesta. Dia sama sekali tak mengajakku bicara, aku juga tak mau mengatakan
apa-apa.
Aku tenggelam dalam lamunanku. Karla
tampak memesona hari ini begitu pula di hari-hari lain saat aku selalu
bersamanya. Setengah mati aku jatuh hati kepadanya namun di sisi lain aku juga
sangat membenci sifat arogannya. Aku merasa dia adalah belahan jiwaku karena
kebersamaan kami yang tak perlu dipertanyakan lagi. Selain pergi ke sekolah,
Karla selalu mengajakku ke berbagai tempat yang dia suka. Aku hanya mematuhi
saja karena memang derajat kami berbeda. Karla adalah putri raja bagiku, dan
aku hanya bawahan tak berharga baginya.
Semakin lama aku semakin menaruh
hati padanya. Sayangnya aku tak bisa berkata aoa-apa, karena sudah pasti Karla
akan menolakku dengan segera. Karla menatapku sekali lagi. Ah, bola mata beningnya
sungguh menyiksa jantungku.
“Kenapa sih kamu itu sungguh sulit
ditebak. Kadang kamu sangat friendly sama aku, tapi kadang kamu begitu
menyebalkan. Seperti hari ini,” ujarnya sedikit menahan marah.
“Sebenarnya aku yang heran sama
kamu. Aku bersikap seperti itu karena tingkah laku burukmu yang nggak pernah
berubah. Selalu sombong dan nyinyir terhadap orang lain. Kamu memang super
duper cantik Karla. Tapi kamu tidak boleh bersikap arogan seperti itu,” kataku
tak kalah tegas. ‘Dan karena aku mencintaimu,
juga aku ingin kamu mengubah sikapmu itu,’ batinku.
“Karla, ngapain kamu duduk di sini
sambil mijet kaki?” Sandra, sobat karib Karla mendekati kami yang sedang
berdialog serius.
“Ini nih, si Putih ngambek lagi. Padahal
kalau aku pakai jalan-jalan , dia nggak bikin kakiku sakit. Tapi kalau aku bawa
ke pesta atau dugem selalu kakiku nyut-nyutan dibuatnya. Dia kan sepatu high heels favoritku dibanding yang lain,
tapi kadang ngeselin, huh,” rutuk Karla.
“Udah ganti yang baru aja,” saran
Sandra singkat.
Ya benar, suaraku tak akan pernah
mencapai jangkauan dengar Karla. Aku hanya bisa memprotes dengan membuat
kakinya tak senyaman mungkin saat dia mengenakanku. Karla mengacuhkanku dan
mengabaikanku di sudut lantai yang dingin.
2 komentar
lumayan unik, tp titik ahirnya enggak kelihatan tuh, smngt!!
slm warung blogger!!
terimakasih atas kritiknya..saya akan belajar lagi ^^
Posting Komentar