Endless Love

Aku menunggumu tak hanya dalam mimpi. Sungguh. Jadi, rasa rindu yang sudah menghujam jantungku ini akan kurekam detakannya dan kukirimkan melalui pesan doa, yang mengalir melalui udara. 

Kau sering bertanya padaku melalui pesan-pesan singkat atau telepon,"Seberapa besar rasa cintamu padaku?"

Aku tertawa mendengarnya. Jika saja kita baru berusia belasan, mungkin debaranku akan meraksasa. Lalu kujawab,"I always love you forever,". Namun, usia kita sudah bertambah masanya. Tiga orang putra kita juga sedang menuntut ilmu di usia beranjak dewasa. Agak malu bila kuumbar kata-kata mesra.

"Mas, kalau rasaku tidak besar, tidak akan kutunggu Mas di sini dengan setia,"
"Aku butuh perasaan juga, tidak hanya wujud cinta dalam penantian fisik," katamu manja.

Bekerja sebagai seorang kontraktor, membuatmu harus rela dipindahtugaskan jauh dari keluarga. Aku berdiam di rumah sederhana kita untuk menjaga tiga pangeran yang selalu rindu ayahnya. Tak ada orang lain yang pantas kutitipi rindu selain dirimu. Sesekali ingin kuucapkan kata mesra, tetapi bibirku malu sebelum melontarkannya.

Ketika keberanian itu telah mewujud, jam pasir waktu tak berpihak pada kita. Kini kita berada di dimensi berbeda. Namamu hanya bisa kupandangi di sebuah nisan tua. Giliranmu, menungguku di istana abadi kita. Seandainya, dahulu aku lebih pandai membaca pertanda. Bahwasanya Tuhan menggenggam nyawa manusia.

Tidak ada komentar