Kamu Yang Tak Bisa Menanti

Kamu berbicara dengan kalimat sendu. Merayu dan membujuk. Ucapan-ucapan penuh rindu itu menyindirku yang memang tak kunjung menemuimu.

''Sampai kapan lagi aku disuruh menunggu, Mas?'' tanyamu meminta kepastian.

Memang benar, setegar dan seteguh apapun dirimu, kamu tetaplah perempuan biasa. Kamu tetap butuh kepastian.

''Bersabarlah, jangan mengeluh terus-menerus. Apa kamu kira aku juga tak ingin lekas memelukmu?'' ujarku.

Aku hanya lelaki kesepian yang tak mungkin mampu selamanya sendirian.

''Ayah ingin menjodohkanku dengan putra sahabatnya yang baru lulus S2. Aku sudah bertemu dengan calon pilihannya, dia tak terlalu mengecewakan,'' tuturmu jujur.

Aku hanya diam. Angin membungkamku. Apakah ini tanda perpisahan? Kutatap matamu yang semakin tak ada pijar rindunya untukku.

''Terimalah dia, karena aku mustahil bisa segera menemuimu,'' perlahan kusampaikan ini dengan nyeri yang tak mungkin hilang.

Kau menatap langit yang sama denganku. Dadamu turun naik menahan sesak, akupun juga. Di bawah langit kita saling bersuara. Tetapi, kau takkan bisa mendengarkan suaraku. Padahal aku ada di sisimu. Kau tak pernah tahu, jika calon suamimu itulah yang telah melenyapkan nyawaku, tepat saat aku hendak berkunjung ke rumahmu.

''Maaf, Mas. Kamu menghilang tanpa kabar. Mungkin sudah waktunya aku tak lagi menunggu,'' tukasmu lalu kembali menuju rumah.

Aku tertinggal dalam debu kenangan. Selamanya usang.

(Flash fiction ini diikutkan dalam event Milad Pelangi AE)


3 komentar

Bukan Blog Biasa mengatakan...

Debu yang takkan hilang :)

Reffi Dhinar mengatakan...

hehe

hawadys mengatakan...

Bagus banget. Cuma karena ini FF, mensding kalimat: "Aku tertinggal dalam debu kenangan. Selamanya usang." Dihapus aja. Gak gitu membantu soalnya.

Trus, Kalimat: ''Maaf, Mas. Kamu menghilang tanpa kabar. Mungkin sudah waktunya aku tak lagi menunggu,'' tukasmu lalu kembali menuju rumah." Dipindah ke atas sebelum paragraf terakhir.

Jadi, paragaraf terakhirnya yang ini: "Kau menatap langit yang sama denganku. Dadamu turun naik menahan sesak, akupun juga. Di bawah langit kita saling bersuara. Tetapi, kau takkan bisa mendengarkan suaraku. Padahal aku ada di sisimu. Kau tak pernah tahu, jika calon suamimu itulah yang telah melenyapkan nyawaku, tepat saat aku hendak berkunjung ke rumahmu."

Biar berasa *dheg* di akhir.

#CumaSaranSih