Semarang Day 3: Hirup Udara Purbakala dan Kenangan di Jalur Kereta



Sebenarnya saya dan juga kawan seperjalanan saya, Devi, sudah mengagendakan jadwal kepulangan di hari keempat. Namun rasa-rasanya perjalanan di hari ketiga ini akan menjadi puncak perjalanan yang paling kami tunggu. Jika selama dua hari sebelumnya kami menikmati suasana dalam kota serta mengunjungi wisata gedung bersejarahnya, maka di hari ketiga ini pun tak jauh berbeda. Kami menjelajah ke daerah selatan kota Semarang yaitu daerah Bandungan yang lokasinya sekitar satu jam lebih dengan kendaraan bermotor. Memasuki daerah Ungaran, suhu udara jauh lebih sejuk dan juga udara terasa lebih segar. Bisa dibilang Bandungan adalah kawasan peristirahatan yang sejenis dengan kawasan Trawas atau Tretes di Jawa Timur.

kompleks awal Candi Gedong Songo
Tujuan kali ini adalah Candi Gedong Songo. Yang memilih destinasi ini adalah saya. Saat berada di Semarang, saya mencari informasi melalui internet, kira-kira objek wisata apa yang populer di Semarang selain wisata dalam kotanya. Setelah berselancar di internet dan mendapat referensi dari salah satu rekan, maka saya jatuh cinta pada Candi Gedong Songo sejak awal melihat foto-fotonya. Mungkin bagi sebagian orang, situs purbakala atau gedung bersejarah hanyalah bangunan tua yang tak terlalu menarik. Tetapi berbeda untuk saya. Gedung tua apalagi candi, tak hanya sekadar bangunan biasa. Ada cerita menarik saat bangunan tersebut masih difungsikan. Manusia-manusia modern adalah keturunan masyarakat zaman dahulu, tentu akan sangat menarik jika kita menelusuri sejarah kita sendiri. Salah satu medianya adalah mengunjungi wisata bersejarah.

Candi Gedong Songo dibangun di sekitar abad ke-9 pada masa Dinasti Syailendra berkuasa. Candi ini termasuk candi agama Hindu. Sempat terabaikan dan tidak diketahui keberadaannya sampai akhirnya pada tahun 1804 dibuka kembali oleh Raffles, Gubernur Jenderal pada masa kolonial Inggris di Indonesia waktu itu. Sesuai dengan namanya, Gedong Songo yang artinya sembilan bangunan, candi ini terdiri dari sembilan kompleks candi.

Untuk menjelajah dari candi Gedong 1 sampai Gedong 9, pengunjung bisa memilih dua alternatif. Kita bisa jalan kaki atau naik kuda didampingi pemandu. Karena saya sering melakukan traveling dengan cara tracking atau hiking, maka saya mencoba untuk jalan kaki saja (dan tentunya jalan kaki lebih murah biayanya, hehehe). Candi Gedong Songo termasuk destinasi yang wajib dikunjungi para pecinta sejarah. Selain aroma purbakala yang tersirat, saya juga bisa memandang hamparan padang rumput yang menyejukkan mata. Kompleks candi dibangun di daerah perbukitan dengan jalur yang tak terlalu sulit, hanya terus menanjak karena memang berada di area pegunungan.  Banyak keluarga yang berkunjung sekaligus berpiknik bersama. Sayangnya karena penjual makanan diizinkan berjualan sampai di daerah atas, banyak sampah berceceran. Seharusnya pengunjung juga lebih sadar lingkungan. Keindahan candi dan alamnya sedikit terganggu dengan sampah makanan atau plastik di sekitar kompleks candi.

Yang lebih menarik lagi, di antara kompleks Candi Gedong 3 dan 4, terdapat kawah pemandian air panas dengan bau belerang yang masih menyengat. Sayangnya karena mungkin sudah memasuki musim kemarau, debit air panas sangatlah sedikit. Candi, perbukitan, udara sejuk lalu eksotisme kawah menjadi gabungan unik objek wisata ini. 

kawah air panas Gedong Songo
Saya dan Devi hanya sanggup berjalan sampai di Candi Gedong 4. Untuk berjalan sampai candi terakhir, kaki saya sudah sangat lelah. Maka kami putuskan untuk turun lalu berkunjung ke tujuan berikutnya yaitu Museum Kereta Api Ambarawa.

Museum Ambarawa memiliki koleksi kereta api kuno yang diproduksi pada masa penjajahan. Sisi menarik dari museum ini adalah adanya fasilitas untuk berkeliling desa dengan kereta api kuno di hari Minggu dan hari libur nasional. Sayangnya kami datang di hari Selasa sehingga kami hanya bisa menikmati pameran kereta api saja. Saya membayangkan betapa kerasnya penderitaan rakyat saat zaman penjajahan karena mereka harus membangun jalur kereta yang panjang di tengah daerah dataran tinggi. Apalagi, kereta api pada masa itu sudah sangat canggih. Kenangan berbalut aroma sedih sekaligus kekaguman pada desain dan ketelitian para insinyur masa kolonial itu, membuat saya sibuk mereka-reka adegan-adegan di masa lalu.

di Museum Kereta Api Ambarawa

Setelah menjelajahi museum, kami kembali ke kota Semarang dengan hati puas. Rasanya kami tidak ingin kembali dan masih betah berlama-lama di sana. Semoga lain kali kami bisa berkunjung. Dan di kunjungan berikutnya, saya harus naik kuda di Gedong Songo serta naik kereta wisata di Museum Ambarawa.

5 komentar

Anonim mengatakan...

waahh seru juga ya mbak bisa berlibur ke candi dan juga berfoto di Museum Kereta Api Ambarawa :D
kapan ngajak saya kesana mbak? hahaha

Reffi Dhinar mengatakan...

wkwkwk,,,kasih saya tiket free :D

Sapa Dunia mengatakan...

kerreen, seperti berada di jaman doeloe gt

Reffi Dhinar mengatakan...

bikin kangen :D

Okapi note mengatakan...

di semarang juga ada museum kereta apinya juga ya keren. banyak spot buat photography juga noh disini..