Hate the Haters? Jangan Deh!


Haters? Memangnya saya punya? Oh, kalau itu saya jelas tidak tahu karena setahu saya, seseorang baru bisa dikatakan memiliki haters jika jelas-jelas ada yang menyerangnya baik secara fisik maupun verbal. Kalau yang mengomentari negatif secara langsung misalnya mencibir mimpi saya bisa disebut haters tidak? Namun seiring dengan perkembangan dunia online seperti sekarang, kebanyakan haters itu bersembunyi di balik akun medsos yang dia punya untuk membully akun seseorang yang tidak mereka sukai. Malah sekarang ada yang namanya haters berbayar lho. Wow sampai segitunya ya?

Siapa yang tidak kenal dengan Jonru? Seorang penulis yang pada mulanya karyanya banyak dikagumi namun kini beralih semakin banyak menuai haters? Dia terkenal dengan tulisan-tulisan, status dan juga foto-foto yang provokatif terhadap pemerintah saat ini melalui fanpagenya. Bahkan saking frontalnya, banyak yang menginginkan Jonru sebaiknya dimasukkan ke dalam penjara karena dianggap sudah melakukan pencemaran nama baik.

 Eits, sebaiknya coba sebagai pembaca cerdas, kita berpikir sejenak.
Siapa tahu Jonru itu dibayar? Semakin banyak haters yang menyumpahi dirinya lewat akun-akunnya, semakin banyak haters yang kepo dengan postingan berikutnya, pasti fanpage Jonru akan makin ramai bukan? Dengan ramainya fanpage dan banyaknya follower, Jonru bisa menarik banyak sponsor dan alhasil rupiah pun mengalir di koceknya. Yang rugi siapa? Haters! Yang untung siapa? Itu yang punya fanpage!


Berbeda lagi kalau anda atau mungkin saya yang tiba-tiba memiliki haters. Lantas harus bagaimana? Nah menilik dari apa yang dilakukan Jonru, kita bisa melakukan beberapa hal yang justru bisa kita tiru. Tapi please, jangan meniru postingannya yang selalu provokatif itu ya.


Masa Bodoh
Kalau Jonru masa bodoh dengan para haters dan terus menulis apa yang ingin ia sampaikan, kita pun bisa begitu. Namun tetap jaga agar karya kita jangan sampai menyinggung  SARA. Nah, kalau sampai masih ada saja haters yang bilang karya kita itu menyalahi apalah, jelek bangetlah, nggak pantas dibacalah, masa bodoh saja. Toh selama karya yang kita buat itu bersifat universal, tidak mencatut nama instansi atau nama siapapun secara terang-terangan dan masih dalam koridor etika jurnalistik yang baik, saya pikir itu masih sah-sah saja. Mengkritik pun boleh saja, selama tidak membuat inisial atau malah memberi link sumber bahan kritikan. Itu sih mengajak perang namanya, hehe.


Prestasi? Sebarkan
Bukannya sombong, tapi emang niat pamer dikit, hahahah. Sekarang ini zamannya personal branding. Blogger, buzzer, vlogger selebgram, itu dikenal dari mana? Ya dari eksistensinya dong. Mana ada brand atau klien yang mau melirik kita kalau nama blog kita saja tidak dikenal atau misalnya follower youtube dan instagram cuma sepuluh biji nama doang? Jadi jika memang ada project yang kita peroleh, prestasi ngeblog atau endorse barang yang memang jadi pekerjaan, sebarkan deh di medsos. 

Nggak peduli mau banyak mulut nyiyir yang menganggap kita pamer atau apalah. Lha kalau nggak posting, kliennya yang marah-marah. Emang mulut nyiyir itu yang mau bayarin kita? Jangan meniru Jonru yang menyebarkan hal negatif. Cuma tirulah semangatnya untuk tetap konsisten membranding diri melalui fanpagenya.


Kelola emosi
Kelola emosi itu penting. Kalau ada haters yang mengolok-olok semua hal yang kita lakukan sampai membuat fitnah misalnya, jangan sampai terpancing emosi. Kalau memang dirasa perlu, buatlah klarifikasi sewajarnya. Selama kita memang benar dan tidak seperti yang difitnahkan, whatever they said just stay calm. Atau mungkin ada kekurangan dari kita, perbaiki saja. 

Haters itu juga bisa menjadi pemerhati paling jeli lho. Introspeksi, tetap percaya diri, say hello dengan prestasi, dan jangan sembarangan emosi. Kalau marah, jadikan emosi negatif jadi karya saja. 

Pahami, Mungkin Mereka Kurang Bahagia
Saya baru saja tamat membaca buku 'Dare to Be Kind' karya Lizzie Velasques. Lizzie adalah gadis cerdas yang memiliki kelainan genetik di tubuhnya sehingga dia tidak bisa mengalami kenaikan berat badan dan persis seperti penderita anoreksia parah. Suatu hari Lizzie mendapati dirinya dimasukkan dalam video yang bertajuk perempuan paling buruk rupa di dunia. Shock berat karena di-bully, membuat Lizzie sempat mengutuki diri sendiri.


Singkat cerita, Lizzie berhasil melewati waktu tergelap di hidupnya lalu mulai menjadi motivator lewat Youtube sampai kini menjadi pekerjaannya. Lizzie bilang jika para haters atau si tukang bully, biasanya juga sedang marah atau benci dengan kehidupannya sendiri. Mereka ingin kuat namun cara menjadi kuat itulah yang salah, sebab mereka ingin orang lain tidak bahagia seperti mereka. Pahami dan kasihani para haters. 

Rasanya benar juga sebab kalau kita sudah bahagia dan sibuk dengan hidup diri kita sendiri, mana ada waktu buat merusuhi hidup orang lain? Mungkin para haters itu iri dengan kebahagiaan dan kesuksesan kita. Ambil kritikan yang membangun, senyumi komentar menjatuhkan karena benci. 



Jadi membenci haters itu adalah tindakan percuma. Jadi diri sendiri saja, dan ingat satu hal ini. Kalau anda sampai punya haters militan yang selalu kepo sama diri kita padahal kitanya nggak aware, berarti selamat anda sudah jadi orang keren. Keep strong, tetap berkarya positif ya.

2 komentar

Tira Soekardi mengatakan...

betul ya, sebarkan hal yang positif dan kita akan dapat bonus yang positif pula

Reffi Dhinar mengatakan...

walau kadang jengkel,,harus bisa hihi