Jangan Menjadi Penulis Buku Jika Masih Punya Mindset Seperti Ini!




Penulis adalah sebuah profesi yang kini sedang naik daun. Cabang-cabang dunia kepenulisan sekarang sangat beragam dari yang menulis di media massa, buku atau media daring seperti blog. Apalagi kalau seseorang sudah bisa menerbitkan sebuah buku, maka dijamin media sosialnya akan banjir kekaguman. Ini bukanlah hal yang aneh sebab seseorang yang berhasil disiplin untuk menulis puluhan hingga ratusan halaman dan menerbitkannya menjadi sebuah buku, bisa disebut sebagai orang yang berdedikasi dan mau mengatur waktunya dengan baik.

Apalagi kini jalan untuk menerbitkan buku juga semakin mudah. Anda tak harus menunggu antrean panjang di penerbit mayor, sudah banyak penerbit indie atau self publishing yang juga bisa memoles naskah menjadi berkualitas, rapi serta memiliki branding yang bagus. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Anda yang ingin menjadi penulis buku. Kalau bisa jangan sampai memiliki mindset seperti di bawah ini.


Malas Self Editing
Beberapa kali saya mendapati postingan teman yang juga berprofesi sebagai editor buku mengeluh soal attitude penulis. Salah satu attitude yang sangat menyebalkan—saya juga berpikiran sama—adalah membebankan tugas mengedit kepada editor. Padahal self editing akan memperbesar peluang naskah diterbitkan di penerbit mayor atau lolos lomba menulis di event penerbit indie.

sumber: Instagram @quretacom

Memang benar editor bertugas untuk menemukan kekurangan di dalam naskah penulis agar bisa diperbaiki. Dan, fungsi pertama itu adalah mereview sebelum memberi saran. Apalagi kalau misalnya dalam penerbitan indie di mana penulis membayar biaya penerbitan awalnya, kadangkala penulis seolah menganggap editor bertanggungjawab mempercantik karyanya. Penulis yang berpikiran seperti itu biasanya akan bilang begini ketika diminta merevisi kekurangan naskahnya,”Ah itu kan tugasnya editor buat bagusin karyaku. Aku nggak perlu susah-susah mikir lagi.”

Bagi para penulis buku yang baru terjun di dunia kepenulisan dan egois seperti itu, dengan segala hormat saya katakan Anda adalah calon penulis gagal. Memang benar editor bertugas menemukan kekurangan dan memberi saran pada naskah, namun tugas untuk merevisi adalah kembali pada penulis. Sebelum mengirimkan naskah, setidaknya perhatikan kerapian tanda baca dan minimalisir typo. Kerjasama yang baik antara editor dan penulis akan lebih mempercepat proses revisi naskah. Lagipula dari review editor, kita akan belajar banyak hal berguna demi meningkatkan kemampuan menulis.


Terburu-buru Ingin Buku Terbit Secepatnya
Menulis buku memang butuh waktu lama bahkan bisa berbulan-bulan atau berujung tahunan. Ketika buku sudah masuk penerbit pun, pasti akan ada proses editing, layout, proofreading, pendaftaran ISBN, penentuan kover yang jelas membutuhkan waktu. Mau di penerbit mayor atau indie tentunya ada jadwal antrean terbit dari buku-buku lain, maka penulis harus bersabar.

Sumber: Unsplash.com (@arifriyanto)
 Penulis bisa menanyakan dengan detail jadwal proses penerbitan dan juga mulai mengkomunikasikan rencana promosi. Jangan memerintah seenaknya dan ingin diterbitkan cepat-cepat dengan risiko wujud fisik atau isi buku yang kurang bagus.


Malas Promosi
Jika buku sudah terbit maka aktivitas berikutnya adalah masa promosi. Perlu digarisbawahi, meski terbit di jalur indie atau mayor, penulis wajib mempromosikan karyanya. Hal ini menjadi hal yang harus dilakukan oleh penulis pemula. Usaha Anda belum selesai sampai di waktu buku terbit saja. Beda halnya jika Anda ingin menerbitkan buku hanya untuk koleksi pribadi, silakan saja jika enggan promosi.


Promosi itu bisa dilakukan dengan menampilkan quote-quote menarik dari buku di Instagram atau Facebook. Anda juga bisa bekerjasama dengan komunitas baca atau menulis untuk mengadakan bedah buku. Untuk promosi di komunitas ini, juga dapat memperluas networking Anda sebagai penulis. Siapa bilang menjadi penulis akan membuat Anda hanya berkutat dengan buku, pena, kertas dan komputer saja?

Penulis juga perlu bersosialisasi terutama dengan rekan sesama penulis. Saling bertukar info kepenulisan, saling membeli karya dan juga tetap menjaga semangat menulis adalah hal-hal positif yang diperoleh jika kita mengikuti komunitas yang tepat. Anda juga perlu menyetok beberapa eksemplar buku untuk bisa dibawa kemanapun. Banyak pembaca yang ingin membeli buku berbonus tanda tangan penulisnya.

Inilah beberapa hal yang perlu Anda  jauhkan dari mindset seorang penulis. Attitude positif akan menjadi personal branding Anda, dan tunggu datangnya pembaca setia yang bakal menunggu karya Anda selanjutnya.

11 komentar

Dita Arina Astrianda mengatakan...

keinget dulu pas pakai jasa penerbit indie sampe kejar2an buat ikutan ngedit setelah di edit sama bagian penerbit juga gara2 habis promosi udah ada aja yang pesen.

Prima Chandra mengatakan...

'Siapa bilang menjadi penulis akan membuat Anda hanya berkutat dengan buku, pena, kertas dan komputer saja?'

Love this!

Reffi Dhinar mengatakan...

makasii :D

Reffi Dhinar mengatakan...

waah semoga nggak jadi annoying ya hahahah,,,,tetep jaga komunikasi yang baik dengan penerbit :)

Ni'mah mengatakan...

Siapa bilang menjadi penulis itu mudah. Karena banyak hal yang harus kita pelajari, mulai dari tanda baca, typo, dan lain-lain.

Reffi Dhinar mengatakan...

benar, nah sifat mau belajar ini yang harus ditegakkan karena juga dapat review dari editor :D

Mamiprila mengatakan...

Siapa bilang jadi penulis itu gampang? Ternyata susah....hihihi. Bisa bayangin lebih susah lagi jadi editor. Terima kasih tips nya, saya masih perlu banyak belajar menulis dan self editing tentunya.

Reffi Dhinar mengatakan...

tetep semangat yaa :D

Titik Nur Farikhah mengatakan...

Makasih infonya keren. Saya punya mimpi buat novel. Lagi banyakin baca buku sambil cari ide menarik. Semoga gak hanya sekedar mimpi.

Wonder Umma mengatakan...

thumbs up.. bener banget mbak.. love love pokoknya mah 😍

Wonder Umma mengatakan...

Two thumbs up.. keren banget dan bener banget 😍