9 Buku Terbaik 2019 Versi Blog Kata Reffi



Wah sudah berganti tahun nih! Tidak terasa akhirnya kita menginjak ke tahun 2020, sebuah dekade baru yang semoga saja semakin penuh berkah dan petualangan baru. Nah, salah satu resolusi yang sukses saya lampaui sebagai bentuk pencapaian pribadi—meski tidak muluk-muluk—adalah konsisten membaca dan memenuhi target Reading Challenge di Goodreads. Dan hasilnya sangat memuaskan sebab saya bisa membaca 67 buku dari target 65 buku yang saya patok.

Dari 67 buku tersebut tentu saja ada yang menghibur, menyentuh, dan menjengkelkan. Tipe menjengkelkan ini untungnya tidak banyak sehingga saya bisa tega memberi rating rendah (dan kebanyakan para reviewer juga berpikiran sama). Seperti tahun lalu, kali ini saya membagikan 9 buku terbaik versi saya yang berhasil menambah rasa syukur, menumbuhkan empati serta memperluas wawasan tentunya. (Baca Juga: 9 Buku Terbaik Versi Saya Tahun 2018)

Yuk simak buku keren apa saja yang sudah saya baca, barangkali ada buku favorit kalian di daftar ini? Saya tidak mengurutkan buku dari yang terbaik hingga terbawah ya. Daftar ini secara acak saja saya pilih. Buku yang saya baca juga tidak semuanya buku baru.

1.       Escape karya Carolyn Jessop

 

Escape saya beli di sebuah lapak toko buku impor second langganan. Membaca sinopsisnya saja membuat saya terhenyak. Penulis menceritakan pengalaman pribadinya sebagai perempuan yang tumbuh di dalam keluarga pengikut sekte keagamaan bernama Fundamentalist Church of Jesus Christ of Latter-Day Saints (FLDS). Horor banget waktu tahu di Amrik juga ada sekte keagamaan yang mencuci otak pengikutnya sedemikian rupa.

FLDS mengizinkan laki-laki untuk memiliki istri sebanyak mungkin. Perempuan dan anak-anak harus patuh pada ayah dan suami mereka meski dipukul, tidak dihargai, hingga dikekang hak kebebasannya. Banyak perempuan di bawah umur yang dinikahkan dengan laki-laki seusia ayah atau kakek mereka.

 Perempuan dianggap sebagai obyek yang bisa menjadi sarana persatuan bisnis atau alat melahirkan keturunan. Carolyn pun mengalami hal yang sama hingga di suatu hari ia tidak tahan lagi tinggal di rumah suaminya. Istri-istri suaminya saling berebut perhatian sampai kadang tega melakukan fitnah keji. Lewat perjuangan panjang setelah kabur dengan tujuh ankanya dari suami yang seusia ayahnya itu, Carolyn menceritakan blak-blakan bagaimana kerasnya ketidakadilan para pria kepada perempuan. Kekerasan rumah tangga dianggap sebagai cara mendidik yang baik. Anak-anak pun dilarang belajar di sekolah umum. Doktrin mengerikan membuat mereka tumbuh dalam kengerian dan rasa takut.

2.       The 4 Tendencies karya Gretchen Rubin

 

Setelah jatuh hati dengan karya penulis sebelumnya, Happiness Project, saya menemukan buku terbaru Gretchen Rubin di Gramedia. 4 Tendencies ini menjelaskan empat jenis tendensi atau kecenderungan manusia. Kita akan diajak mengenali diri sendiri dan orang lain. 

Tujuan utamanya bukanlah untuk menunjukkan tendensi mana yang paling baik karena semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Tendensi itu disebut Upholder, Obliger, Questioner, dan Rebel. Saya termasuk Questioner dan bisa menganalisis beberapa kawan setelah membaca buku ini. Sebuah buku bagus untuk diri sendiri, pendidik, profesional di dunia karir, dan orang tua agar bisa berkomunikasi dengan baik antar individu yang berbeda.

3.       Educated karya Tara Westover

 

Lagi-lagi buku memoir atau biografi penulis menarik perhatian saya. Educated ini menjadi buku yang dibaca idola saya Maudy Ayunda dan menjadi buku yang paling laris di Amrik pada 2018. Buku ini menceritakan pengalaman hidup Tara sejak lahir hingga dewasa.

Tara lahir dari orang tua yang mempersiapkan kehidupan menuju Hari Akhir. Ayahnya tak percaya polisi, dokter, guru. Ketika sakit, ia meminta obat herbal dari istrinya. Ibu Tara adalah seorang ahli herbal yang juga menjadi semacam bidan tak resmi untuk warga sekitarnya. Kalau di Jawa disebut dukun beranak mungkin ya.  Tara dan saudara-saudaranya dididik di rumah, tidak punya akta kelahiran, dan tidak pernah pergi ke dokter. Yang paling mengerikan, keluarganya sempat mengalami kecelakaan lalu lintas, namun ibunya menolak pergi ke dokter. Ayah Tara percaya hanya Tuhan saja yang bisa menyembuhkan segala penyakit serta kesusahan.

Tara yang memiliki rasa ingin tahu mengalami peristiwa traumatik dengan salah satu kakak laki-lakinya. Ia pun berjuang untuk sekolah hingga universitas. Perjuangan itu sangat sulit karena Tara tidak pernah mengenal pelajaran umum dan baru mengenal dunia luar. Ternyata setelah ia banyak membaca serta belajar, kelak ia tahu jika ayahnya sebenarnya memiliki gangguan mental sehingga membuat keluarganya menjadi parnaoid dengan dunia luar.

4.       You’re Badass At Making Money karya Jen Sincero

 

Saya membaca versi terjemahannya yang bisa dibeli di website Penerbit Baca. Buku ini memperbaiki mindset soal uang. Jen yang sempat terpuruk di usia 40-an dengan kehidupan finansial berantakan, memberikan tips untuk mengubah mindset soal uang dan kekayaan menjadi sesuatu yang baik tanpa takut menjadi serakah.

Banyak orang ingin uang namun juga menilai hasrat untuk kaya adalah kesalahan. Ingin menambah uang dianggap materalistis serta kotor. Lewat buku inilah Jen juga berbagi pengalamannya bagaimana mengubah mindset salah hingga kini ia menghasilkan uang dengan pikiran positif.

5.       Kim Ji Yeong Lahir 1982 karya Cho Nam Joo

 

Buku ini hits di semester akhir 2019 lalu apalagi setelah filmnya tayang. Saya menonton filmnya dulu dan dada ini rasanya nyesek. Film dan novelnya menuai protes di Korsel oleh gerakan anti feminis. Sebagai perempuan, saya ikut mengamini beberapa ketidakadilan yang juga terjadi di Indonesia.

Secara blak-blakan, penulis membongkar buruknya budaya patriarki di Korea yang membuat posisi perempuan seperti babu bahkan di dalam keluarganya sendiri. Ada keterangan data riset serta sumber referensi yang terkait dengan setting di dalam buku sehingga kita pun bisa bertambah wawasan sosialnya.

6.       The Alpha Girl’s Guide karya Henry Manampiring

 

Buku lama karya Henry Manampiring ini kini akan diterbitkan lagi dengan kover baru. Saya membeli ebooknya di Playbook. Dan setelah membaca, rasanya banyak yang ingin saya screenshot lalu dipajang di Instastory, hahaha.

Buku ini menarik karena penulis adalah seorang pria yang menulis tentang bagaimana seharusnya seorang Alpha Girl bersikap. Jadi sudut pandangnya jelas berbeda jika buku ini ditulis perempuan. Seorang Alpha Girl di sekolah, kerja, dan lingkungan harus bersikap baik, bertanggung jawab dengan tindakannya, rajin belajar, cepat bangkit dari keterpurukan, namun tetap menghargai orang lain. Seorang Alpha Girl juga boleh bersikap feminin yang secara fisik tidak sama dengan pria. Jangan menjadi Alpha Girl kuat dan cerdas yang mudah meremehkan orang lain dan tidak mau dibantu orang lain.


7.       Reasons to Stay Alive karya Matt Haig

 

Lago-lagi buku memoir tentang penulisnya yang berjuang melawan depresi berat. Matt menceritakan bagaimana keluarga dan kekasihnya mau bersinergi untuk terus hidup di bawah tekanan depresi. Ia menuliskan perjalanannya dalam berjuang mempertahankan hidup. Sebagai penulis sekaligus survivor, Matt memberikan alasan dan jenis usaha yang ia lakukan agar tidak memutuskan  bunuh diri, walau suara di kepalanya meminta itu. Sebuah buku menyentuh yang membuat saya lebih berempati pada penderita mental illness.


8.       The Feminist Minds karya Magdalene

 

Magdalane adalah media daring yang menampung esai dari banyak orang dan kebanyakan membahas soal feminisme serta kesetaraan gender. Buku kumpulan esai ini membicarakan hal-hal tabu yang dihadapi para penulisnya. Ada hal-hal yang saya setujui dan ada yang kontra dengan prinsip saya. Membaca buku ini membuka perspektif bahwa dunia tidak hanya soal hitam dan putih, melainkan berwarna-warni.


9.       P.S I Still Love You karya Jenny Han

 

Semenjak saya menonton film original Netflix To The Boys I Loved Before, saya jadi bucin dengan Lara Jean dan Peter Kavinsky. Cerita teenlit yang segar, menyentuh dari sisi keluarga Lara Jean, dan plot kisah romance yang lucu serta unik. Tidak membahas cowok keren jago basket seperti di teenlit Indonesia, namun murni melibatkan kelabilan emosi remaja ketika sedang jatuh cinta. Ada isu-isu yang diangkat di film pertamanya seperti jahatnya komentar di media sosial bisa membuat orang lain malu. Di novel kedua ini saya juga merasakan galaunya Lara Jean. Saking cintanya, saya beri rating 5 di Goodreads.

Inilah 9 buku terbaik yang saya baca tahun lalu. Apa ada buku yang pernah kalian baca atau sedang ingin dibaca? Let’s have a nice reading time!

7 komentar

Claude C Kenni mengatakan...

Terima kasih atas sharingnya. Tulisanmu ini mengingatkan saya bahwa saya sudah lama nggak baca buku. Baca sih, sedikit-sedikit, tapi jarang sampai habis. Kesibukan di dunia nyata (dan dunia maya) terlalu menyita waktu. Tertarik banget sama buku yang no 4, nanti setelah pulang ke Indonesia saya akan cari deh bukunya. Selamat tahun baru 2020. Salam manis!

Movierall mengatakan...

wah, saya sendiri sepertinya cukup tertarik dengan buku yag berjudul Educated karya Tara Westover beserta yang nomor empat, tak ketinggalan buku dengan film yang lagi hits dengan filmnya.

Reffi Dhinar mengatakan...

Semoga bisa menemukan bacaan yang menarik lagi ya :)

Reffi Dhinar mengatakan...

Memang sangat menarik buku Educated ini sampai saya baca interviewnya Tara di Guardian.

Mega Yohana mengatakan...

buku luar semua... XD
kalau buku dalam negeri, gimana mbak?

Reffi Dhinar mengatakan...

Kakaaak nomor 6 sama 8 itu penulis dalam negeri semuaa wkwk. No 6 nonfiksi karya Henry Manampiring, sedangkan nomor 8 dari penulis di web Magdalene

BlogSabda.com mengatakan...

Belum pernah baca buku2 diatas Mbak, malah saya jadi ngiri karena sepanjang tahun 2019 cuma 4 buku tth finansial yang berhasil saya lahap, 2 punya Prita Ghozie dan Robert Kiyosaki,

Tahun ini semoga saya bisa baca buku lebih banyak lagi, memang stok buku sudah ada mbak