Wah sudah
berganti tahun nih! Tidak terasa akhirnya kita menginjak ke tahun 2020, sebuah
dekade baru yang semoga saja semakin penuh berkah dan petualangan baru. Nah,
salah satu resolusi yang sukses saya lampaui sebagai bentuk pencapaian
pribadi—meski tidak muluk-muluk—adalah konsisten membaca dan memenuhi target
Reading Challenge di Goodreads. Dan hasilnya sangat memuaskan sebab saya bisa
membaca 67 buku dari target 65 buku yang saya patok.
Dari 67 buku
tersebut tentu saja ada yang menghibur, menyentuh, dan menjengkelkan. Tipe
menjengkelkan ini untungnya tidak banyak sehingga saya bisa tega memberi rating
rendah (dan kebanyakan para reviewer juga
berpikiran sama). Seperti tahun lalu, kali ini saya membagikan 9 buku terbaik
versi saya yang berhasil menambah rasa syukur, menumbuhkan empati serta
memperluas wawasan tentunya. (Baca Juga: 9 Buku Terbaik Versi Saya Tahun 2018)
Yuk simak buku
keren apa saja yang sudah saya baca, barangkali ada buku favorit kalian di
daftar ini? Saya tidak mengurutkan buku dari yang terbaik hingga terbawah ya.
Daftar ini secara acak saja saya pilih. Buku yang saya baca juga tidak semuanya
buku baru.
1. Escape karya Carolyn Jessop
Escape saya beli di sebuah lapak toko buku impor second langganan. Membaca sinopsisnya
saja membuat saya terhenyak. Penulis menceritakan pengalaman pribadinya sebagai
perempuan yang tumbuh di dalam keluarga pengikut sekte keagamaan bernama
Fundamentalist Church of Jesus Christ of Latter-Day Saints (FLDS). Horor banget
waktu tahu di Amrik juga ada sekte keagamaan yang mencuci otak pengikutnya
sedemikian rupa.
FLDS mengizinkan laki-laki untuk memiliki istri
sebanyak mungkin. Perempuan dan anak-anak harus patuh pada ayah dan suami
mereka meski dipukul, tidak dihargai, hingga dikekang hak kebebasannya. Banyak
perempuan di bawah umur yang dinikahkan dengan laki-laki seusia ayah atau kakek
mereka.
Perempuan
dianggap sebagai obyek yang bisa menjadi sarana persatuan bisnis atau alat
melahirkan keturunan. Carolyn pun mengalami hal yang sama hingga di suatu hari
ia tidak tahan lagi tinggal di rumah suaminya. Istri-istri suaminya saling
berebut perhatian sampai kadang tega melakukan fitnah keji. Lewat perjuangan
panjang setelah kabur dengan tujuh ankanya dari suami yang seusia ayahnya itu,
Carolyn menceritakan blak-blakan bagaimana kerasnya ketidakadilan para pria
kepada perempuan. Kekerasan rumah tangga dianggap sebagai cara mendidik yang
baik. Anak-anak pun dilarang belajar di sekolah umum. Doktrin mengerikan
membuat mereka tumbuh dalam kengerian dan rasa takut.
2. The 4 Tendencies karya Gretchen Rubin
Setelah jatuh hati dengan karya penulis sebelumnya, Happiness Project, saya menemukan buku
terbaru Gretchen Rubin di Gramedia. 4
Tendencies ini menjelaskan empat jenis tendensi atau kecenderungan manusia.
Kita akan diajak mengenali diri sendiri dan orang lain.
Tujuan utamanya bukanlah untuk menunjukkan tendensi
mana yang paling baik karena semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Tendensi itu disebut Upholder, Obliger, Questioner, dan Rebel. Saya termasuk
Questioner dan bisa menganalisis beberapa kawan setelah membaca buku ini. Sebuah
buku bagus untuk diri sendiri, pendidik, profesional di dunia karir, dan orang
tua agar bisa berkomunikasi dengan baik antar individu yang berbeda.
3. Educated karya Tara Westover
Lagi-lagi buku memoir atau biografi penulis menarik
perhatian saya. Educated ini menjadi buku yang dibaca idola saya Maudy Ayunda
dan menjadi buku yang paling laris di Amrik pada 2018. Buku ini menceritakan pengalaman
hidup Tara sejak lahir hingga dewasa.
Tara lahir dari orang tua yang mempersiapkan kehidupan
menuju Hari Akhir. Ayahnya tak percaya polisi, dokter, guru. Ketika sakit, ia
meminta obat herbal dari istrinya. Ibu Tara adalah seorang ahli herbal yang
juga menjadi semacam bidan tak resmi untuk warga sekitarnya. Kalau di Jawa
disebut dukun beranak mungkin ya. Tara
dan saudara-saudaranya dididik di rumah, tidak punya akta kelahiran, dan tidak
pernah pergi ke dokter. Yang paling mengerikan, keluarganya sempat mengalami
kecelakaan lalu lintas, namun ibunya menolak pergi ke dokter. Ayah Tara percaya
hanya Tuhan saja yang bisa menyembuhkan segala penyakit serta kesusahan.
Tara yang memiliki rasa ingin tahu mengalami peristiwa
traumatik dengan salah satu kakak laki-lakinya. Ia pun berjuang untuk sekolah
hingga universitas. Perjuangan itu sangat sulit karena Tara tidak pernah
mengenal pelajaran umum dan baru mengenal dunia luar. Ternyata setelah ia
banyak membaca serta belajar, kelak ia tahu jika ayahnya sebenarnya memiliki
gangguan mental sehingga membuat keluarganya menjadi parnaoid dengan dunia
luar.
4. You’re Badass At Making Money karya Jen Sincero
Saya membaca versi terjemahannya yang bisa dibeli di
website Penerbit Baca. Buku ini memperbaiki mindset
soal uang. Jen yang sempat terpuruk di usia 40-an dengan kehidupan finansial
berantakan, memberikan tips untuk mengubah mindset
soal uang dan kekayaan menjadi sesuatu yang baik tanpa takut menjadi serakah.
Banyak orang ingin uang namun juga menilai hasrat
untuk kaya adalah kesalahan. Ingin menambah uang dianggap materalistis serta
kotor. Lewat buku inilah Jen juga berbagi pengalamannya bagaimana mengubah mindset salah hingga kini ia
menghasilkan uang dengan pikiran positif.
Buku ini hits di semester akhir 2019 lalu apalagi
setelah filmnya tayang. Saya menonton filmnya dulu dan dada ini rasanya nyesek.
Film dan novelnya menuai protes di Korsel oleh gerakan anti feminis. Sebagai
perempuan, saya ikut mengamini beberapa ketidakadilan yang juga terjadi di
Indonesia.
Secara blak-blakan, penulis membongkar buruknya budaya
patriarki di Korea yang membuat posisi perempuan seperti babu bahkan di dalam
keluarganya sendiri. Ada keterangan data riset serta sumber referensi yang
terkait dengan setting di dalam buku sehingga kita pun bisa bertambah wawasan sosialnya.
Buku lama karya Henry Manampiring ini kini akan
diterbitkan lagi dengan kover baru. Saya membeli ebooknya di Playbook. Dan
setelah membaca, rasanya banyak yang ingin saya screenshot lalu dipajang di Instastory, hahaha.
Buku ini menarik karena penulis adalah seorang pria
yang menulis tentang bagaimana seharusnya seorang Alpha Girl bersikap. Jadi
sudut pandangnya jelas berbeda jika buku ini ditulis perempuan. Seorang Alpha
Girl di sekolah, kerja, dan lingkungan harus bersikap baik, bertanggung jawab
dengan tindakannya, rajin belajar, cepat bangkit dari keterpurukan, namun tetap
menghargai orang lain. Seorang Alpha Girl juga boleh bersikap feminin yang
secara fisik tidak sama dengan pria. Jangan menjadi Alpha Girl kuat dan cerdas
yang mudah meremehkan orang lain dan tidak mau dibantu orang lain.
Lago-lagi buku memoir tentang penulisnya yang berjuang
melawan depresi berat. Matt menceritakan bagaimana keluarga dan kekasihnya mau
bersinergi untuk terus hidup di bawah tekanan depresi. Ia menuliskan
perjalanannya dalam berjuang mempertahankan hidup. Sebagai penulis sekaligus
survivor, Matt memberikan alasan dan jenis usaha yang ia lakukan agar tidak
memutuskan bunuh diri, walau suara di
kepalanya meminta itu. Sebuah buku menyentuh yang membuat saya lebih berempati
pada penderita mental illness.
Magdalane adalah media daring yang menampung esai dari
banyak orang dan kebanyakan membahas soal feminisme serta kesetaraan gender.
Buku kumpulan esai ini membicarakan hal-hal tabu yang dihadapi para penulisnya.
Ada hal-hal yang saya setujui dan ada yang kontra dengan prinsip saya. Membaca
buku ini membuka perspektif bahwa dunia tidak hanya soal hitam dan putih,
melainkan berwarna-warni.
Semenjak saya menonton film original Netflix To The Boys I Loved Before, saya jadi
bucin dengan Lara Jean dan Peter Kavinsky. Cerita teenlit yang segar, menyentuh
dari sisi keluarga Lara Jean, dan plot kisah romance yang lucu serta unik. Tidak membahas cowok keren jago
basket seperti di teenlit Indonesia, namun murni melibatkan kelabilan emosi
remaja ketika sedang jatuh cinta. Ada isu-isu yang diangkat di film pertamanya
seperti jahatnya komentar di media sosial bisa membuat orang lain malu. Di
novel kedua ini saya juga merasakan galaunya Lara Jean. Saking cintanya, saya
beri rating 5 di Goodreads.
Inilah 9 buku terbaik yang saya baca
tahun lalu. Apa ada buku yang pernah kalian baca atau sedang ingin dibaca? Let’s have a nice reading time!
7 komentar
Terima kasih atas sharingnya. Tulisanmu ini mengingatkan saya bahwa saya sudah lama nggak baca buku. Baca sih, sedikit-sedikit, tapi jarang sampai habis. Kesibukan di dunia nyata (dan dunia maya) terlalu menyita waktu. Tertarik banget sama buku yang no 4, nanti setelah pulang ke Indonesia saya akan cari deh bukunya. Selamat tahun baru 2020. Salam manis!
wah, saya sendiri sepertinya cukup tertarik dengan buku yag berjudul Educated karya Tara Westover beserta yang nomor empat, tak ketinggalan buku dengan film yang lagi hits dengan filmnya.
Semoga bisa menemukan bacaan yang menarik lagi ya :)
Memang sangat menarik buku Educated ini sampai saya baca interviewnya Tara di Guardian.
buku luar semua... XD
kalau buku dalam negeri, gimana mbak?
Kakaaak nomor 6 sama 8 itu penulis dalam negeri semuaa wkwk. No 6 nonfiksi karya Henry Manampiring, sedangkan nomor 8 dari penulis di web Magdalene
Belum pernah baca buku2 diatas Mbak, malah saya jadi ngiri karena sepanjang tahun 2019 cuma 4 buku tth finansial yang berhasil saya lahap, 2 punya Prita Ghozie dan Robert Kiyosaki,
Tahun ini semoga saya bisa baca buku lebih banyak lagi, memang stok buku sudah ada mbak
Posting Komentar