Budaya Kerja di Jepang untuk si Workaholic

Budaya Kerja di Jepang

Workaholic adalah budaya kerja di Jepang yang sulit dilepaskan. Bagi Anda yang bekerja di perusahan Jepang atau bekerjasama dengan rekan dari negara tersebut, pasti mengenal dengan baik bagaimana budaya workaholic itu sudah mendarah daging. Tak hanya soal ketepatan waktu, orang Jepang dikenal tak menyukai kesia-siaan dalam bekerja dan sangat menjunjung tinggi idiom time is money.

Budaya kerja di Jepang itu bisa didapatkan gambarannya di banyak drama Jepang atau film kartun. Seperti dorama Tokyo Love Story yang baru saja selesai tayang di tahun 2020 ini. Di dalam dorama tersebut, kita akan mengetahui bagaimana budaya kerja di Jepang. Selesai kerja akan ada acara makan malam bersama lalu berangkat pagi mengendarai kereta atau bus. Kesibukan menjadi kegiatan sehari-hari.


budaya kerja di jepang


Selain acara entertainment, budaya kerja di Jepang bisa dilihat dari kebiasaan lemburnya. Istilah dalam Bahasa Jepang untuk kebiasaan workaholic adalah hatarakibachi. Kata dasar katanya berasal dari kata kerja dan nama binatang, yaitu hataraku dan hachi. Hataraku maknanya bekerja sedangkan hachi berarti lebah.

Lebah disebut sebagai binatang pekerja keras terutama dalam memproduksi nektar hingga menjadi madu dan juga turut andil dalam proses penyerbukan bunga. Hatarakibachi tak hanya menjadi idiom di mulut tetapi juga menjadi lifestyle kehidupan modern di Jepang.

Inilah beberapa hal positif dari budaya kerja di Jepang yang selalu diterapkan oleh para pelaku hatarakibachi.

·         Disiplin tinggi

Tidak ada alasan untuk datang terlambat.  Tidak seperti di Indonesia di mana pekerjanya  masih  menolerir alasan datang terlambat seperti jalanan mendadak macet, terhalang banjir, atau ban kempis di tengah jalan, orang Jepang sulit menerimanya dan malah menyebutnya sebagai iiwake (alasan yang dibuat-buat).

 

 Kalau rumah kita jauh dari kantor misalnya, maka hal yang perlu diperhatikan adalah berangkat bisa dua jam sebelum jam masuk. Salah satu rekan Jepang saya juga berkata jika ia jarang mengambil cuti karena merasa pekerjaan jauh lebih penting. Untuk pulang tepat waktu pun jadi sungkan apalagi kalau atasan masih sibuk dengan pekerjaan.


budaya kerja di perusahaan jepang

 

·         Fokus sampai hal paling detail

Rahasia penting mengapa produk buatan Jepang dinilai sangat berkualitas karena mereka fokus sampai hal paling detail di tiap pekerjaan yang dilakukan. Tidak ada yang namanya pekerjaan kecil. Bagian yang sulit ditemukan mata pun menjadi fokus yang tidak boleh dikesampingkan. Kesempurnaan menjadi budaya kerja di perusahaan Jepang.

 

Contohnya di tempat saya bekerja saya saat ini. Kantor saya memiliki Sembilan mesin untuk machining. Pekerjaan yang dilakukan adalah memproses barang setengah jadi dari spare part traktor pertanian. Untuk bagian proses seukuran 2 cm semacam mur pun dicari dari brand berkualitas yang harganya bisa 100 ribu rupiah ke atas untuk tiap keping. Kualitas sampai bagian yang tidak tampak mata ini selalu diingatkan tiap hari.

 

·         Lembur

Tidak ada pekerja yang bekerja seadanya apalagi malas-malasan. Sisi positif budaya workaholic Jepang ini adalah karyawannya sukarela mengambil lembur jika ada pekerjaan yang mendesak untuk diselesaikan. Pekerjaan dianggap sebagai bagian dari tanggung jawab.

 

Perlu diingat ada kalanya kita boleh lembur tetapi waktunya juga perlu diawasi. Tidak sedikit orang Jepang yang meninggal karena terlalu lama lembur tanpa asupan gizi dan istirahat yang berkualitas. Kematian di kantor akibat budaya gila kerja di Jepang disebut karoshi.

 

·         Sopan santun dan teamwork

Sisi positif yang  dapat diambil dari sistem kerja perusahaan Jepang adalah teamwork yang solid. Seorang senior diminta atasan untuk mengajari yuniornya sampai bisa. Tidak dianjurkan untuk melakukan budaya perundungan. Sopan santun juga dijunjung tinggi oleh para pakerja Jepang. Yunior terbiasa  menghormati seniornya, terlebih lagi pada atasan.

 

Bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari juga menggunakan bahasa sopan serta formal. Di dalam Bahasa Jepang, kita akan diajari tingkatan kesopanan dalam kalimat. Mereka tidak terbiasa berjabat tangn jadi ketika ada rekan kerja bertemu, biasanya akan menyapa sambil mengangguk atau menundukkan badan sedikit. Kalau bertemu dengan atasan, orang yang lebih dihormati, atau orang yang lebih tua, maka membungkukkan tubuh dilakukan sampai 45 derajat.

 

budaya kerja di jepang


·         Bekerja tanpa musik

Jangan bekerja sambil bicara. Saat sedang bekerja di kantor, kita akan fokus dan hening. Tidak ada yang bekerja sambil mendengarkan musik misalnya (kecuali jika memang perusahaannya bergerak di bidang kreatif). Konsentrasi penuh adalah budaya kerja di Jepang yang dipegang teguh.

 

·         Horenso

Horenso adalah kepanjangan dari houkoku, renraku, soudan. Dalam dunia kerja perusahaan Jepang, tiga prinsip tersebut dimasukkan dalam visi misi. Houkoku artinya menginformasikan, jadi tiap pekerjaan dari progress sampai hasil wajib diberitahukan pada rekan atau atasan yang berkepentingan.

 

Renraku artinya menghubungi, jadi jika ada masalah atau kebutuhan yang ingin ditanyakan, maka lakukan segera untuk menghubungi pihak terkait. Soudan artinya diskusi. Prinsip horenso menunjukkan pentingnya kerjasama dan komunikasi dalam tim agar tujuan kerja bisa tercapai maksimal.

 

Budaya kerja di Jepang ini perlu diperhatikan bagi siapapun yang tertarik bekerja di Jepang atau di PMA Jepang. Sisi positifnya dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.

4 komentar

Bang Day mengatakan...

Harus kita akui emg jepang dari segi budaya kerja dan produktivitas sangat tinggi. Kemudian budaya malu yang mereka pegang erat. Kalo di kita, cuek aja jika ada yang tertidur atau ketahuan tidur

Afreza Zeil Fahmi Azis mengatakan...

Kebetulan saya bekerja di perusahaan jepang, pimpinan saya yang merupakan orang jepang, dan apa yg d sampaikan di artikel ini benar sekali

Reffi Dhinar mengatakan...

Benar, atasan tak hanya mengingatkan tapi juga membimbing, ini yang saya kagumi, senior tidak mempersulit yuniornya tapi mengajari

Reffi Dhinar mengatakan...

Semangat terus ya, selama beberapa tahun bekerjasama dengan orang Jepang, memang kedisiplinan makin terasah